Konsisten dengan Kebaya Klasik dan Sederhana
A
A
A
Vera Anggraini Ma’aruf mulai mengenal dunia fashion sejak masih kanak-kanak. Menurut sang Ibu, Vera kecil dulu sangat “bawel” dalam hal penampilan.
Kini, Vera menjelma menjadi salah satu desainer kebaya populer di media sosial instagram dan memiliki gerai Vera Kebaya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Customer yang menggunakan kebaya Vera pun beragam, mulai pejabat, pengusaha, karyawan kantoran, hingga anak muda. Bagaimana kisah perjalanannya hingga menjadi seperti sekarang? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan wanita kelahiran Medan, 25 Oktober, yang ditemui di butiknya, beberapa waktu lalu.
Bagaimana awalnya Anda tertarik pada dunia fashion?
Kecintaan saya pada dunia fashion berawal dari ibu. Saya melihat ibu saya adalah wanita serbabisa. Dari kecil saya biasa didandani oleh ibu. Beliau juga yang menjahit baju untuk saya. Sampai ibu pun mengatakan agar saya nanti bersekolah di jurusan tata busana. Hingga akhirnya selepas SMP, saya memilih masuk SMK dan sekolah di jurusan tata busana. Awalnya saya ingin melanjutkan kuliah di sekolah mode, namun terkendala oleh biaya. Akhirnya, saya melanjutkan pendidikan di IKIP Medan. Tidak ada keterpaksaan ketika saya kuliah di jurusan keguruan. Saya tetap bergelut di bidang desain busana.
Apa upaya yang dilakukan untuk memulai usaha di bidang desain kebaya?
Tahun 2000 saya ke Jakarta. Saya bergabung dan menjadi pekerja di Nelwan Anwar (alm.) kurang lebih satu tahun. Kemudian, tahun kedua, saya coba ke Adjie Notonegoro dan menjadi desainer sekitar dua tahun. Setelah itu saya menikah, kemudian saya keluar dari pekerjaan. Saya berpikir, mungkin bisa berkembang sendiri dengan berwirausaha. Akhirnya dengan dukungan suami saya, saya mulai membuka usaha sendiri dengan nama Vera Kebaya pada 2003. Saya merasa bisa mengerjakan pekerjaan ini sambil menjadi ibu rumah tangga. Jadi, usaha ini berjalan mengalir saja. Kemudian, beberapa tahun ini saya fokus mengembangkan usaha melalui media sosial.
Bagaimana Anda belajar tentang dunia desain dan kenapa memilih kebaya?
Sebenarnya saya belajar autodidak. Namun, saya sudah punya bekal teknik desain dasar semenjak sekolah SMK Tata Busana. Hanya, memang saya mengembangkannya dengan belajar sendiri dan banyak latihan. Mengapa kebaya? Karena saya beberapa waktu lalu sering menangani pembuatan kebaya. Saya juga berpikir belum banyak desainer yang muncul dengan kebaya klasik dan simpel, ternyata responsnya bagus.
Bagaimana Vera Kebaya berkembang?
Usaha ini berkembang karena media sosial dan teman-teman yang menjadi bagian promosi dengan metode mouth to mouth. Semua mengalir saja, tidak ada obsesi. Berkembang karena latar belakang saya mengerjakannya dengan hobi.
Siapa yang menjadi inspirasi Anda?
Saya terinspirasi oleh ibu. Saya sangat kagum padanya. Beliau adalah sosok wanita yang amat kuat. Kata ibu, perempuan harus mandiri dan bisa apa saja. Selain ibu, saya juga terinspirasi oleh suami yang sangat mendukung. Saya banyak bertanya tentang apa pun kepada suami. Bukan hanya itu, teman-teman saya juga sangat mendukung. Banyak memberikan saran soal desain sampai harga kebaya yang saya pasang.
Apa yang menjadi kendala Anda dalam membangun usaha?
Kendala awal mungkin di sumber daya manusia. Susah mencari orang yang sabar, bisa menghadapi saya yang banyak maunya. Awalnya susah cari tukang pola. Masih banyak bagian pekerjaan yang saya pegang sendiri. Saat ini karyawan yang ada sekitar 50 orang, itu pun masih kurang. Namun, semua itu saya nikmati saja. Tidak ada sesuatu yang harus dipaksakan. Saya bekerja dan membuat sesuatu dengan senang hati.
Saat ini Anda bisa menangani berapa customer?
Saya hanya menerima sesuai pesanan. Hingga saat ini customer sudah masuk sampai bulan November. Jadi, sudah ada yang request untuk kebaya pernikahan beberapa bulan ke depan. Dalam satu minggu, bisa tiga sampai empat kali bertemu customer. Paling tidak ada satu hari buat libur dalam satu minggu.
Berapa lama menyelesaikan pekerjaan kebaya?
Bisa satu atau dua bulan. Kebanyakan yang memesan kebaya memang untuk satu paket acara pernikahan yang dimulai dari siraman, midodareni, akad nikah, sampai resepsi. Jadi, membutuhkan waktu yang cukup lama. Saya hanya melakukan fitting dua kali, ketika kebaya sudah selesai hingga 80% dan ketika baju sudah mau diambil. Namun, kerja itu bagi saya sudah menjadi hobi, tidak ada rasa capai. Walaupun ada asisten yang membantu, tapi saya ingin terlibat di setiap bagian. Mungkin itu yang membuat proses pembuatan kebaya menjadi lama.
Target apa yang ingin dicapai?
Saya punya rencana ikut gelaran fashion show. Tetapi, terkadang keinginan itu terbentur dengan deadline customer. Saya juga berpikir, kasihan dengan karyawan kalau mereka jadi sibuk karena banyaknya pekerjaan saya. Jadi, saya juga sering tanya ke mereka untuk siap atau tidak mengambil sebuah pekerjaan. Sebab, jika tidak ada tim, maka saya tidak bisa berjalan. Saya tanpa mereka tidak ada apa-apa. Percuma punya ide bagus kalau tidak ada kerja sama tim. Semoga saya secepatnya bisa merealisasikan keinginan itu. Kemudian, saya juga ingin bisa menjual baju produksi, karena selama ini saya hanya menangani customersesuai pesanan.
Siapa saja yang menjadi target pasar Anda?
Segala kalangan, karena siapa saja bisa pakai baju saya. Alhamdulillah, banyak yang percaya dengan produk saya. Beberapa customer saya adalah anak-anak yang berkuliah di luar negeri, kemudian mereka menikah dengan menggunakan adat Indonesia. Saya berpikir, ternyata banyak dari mereka justru lebih suka dengan kebaya yang sederhana dan simpel. Itu bisa membuat saya jadi tambah semangat.
Apa prinsip yang Anda gunakan dalam mengembangkan usaha ini?
Yakinlah dan fokus pada apa yang dikerjakan. Sebab, kalau kita sudah suka atau tertarik pada satu hal, yakin saja untuk dijalani. Berpikir bagaimana caranya kita bisa maksimal di bidang itu. Banyak belajar dan mencintai pekerjaan sendiri, maka rezeki akan mengalir. Coba memberikan yang terbaik dan maksimal di setiap pekerjaan.
Dina angelina
Kini, Vera menjelma menjadi salah satu desainer kebaya populer di media sosial instagram dan memiliki gerai Vera Kebaya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Customer yang menggunakan kebaya Vera pun beragam, mulai pejabat, pengusaha, karyawan kantoran, hingga anak muda. Bagaimana kisah perjalanannya hingga menjadi seperti sekarang? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan wanita kelahiran Medan, 25 Oktober, yang ditemui di butiknya, beberapa waktu lalu.
Bagaimana awalnya Anda tertarik pada dunia fashion?
Kecintaan saya pada dunia fashion berawal dari ibu. Saya melihat ibu saya adalah wanita serbabisa. Dari kecil saya biasa didandani oleh ibu. Beliau juga yang menjahit baju untuk saya. Sampai ibu pun mengatakan agar saya nanti bersekolah di jurusan tata busana. Hingga akhirnya selepas SMP, saya memilih masuk SMK dan sekolah di jurusan tata busana. Awalnya saya ingin melanjutkan kuliah di sekolah mode, namun terkendala oleh biaya. Akhirnya, saya melanjutkan pendidikan di IKIP Medan. Tidak ada keterpaksaan ketika saya kuliah di jurusan keguruan. Saya tetap bergelut di bidang desain busana.
Apa upaya yang dilakukan untuk memulai usaha di bidang desain kebaya?
Tahun 2000 saya ke Jakarta. Saya bergabung dan menjadi pekerja di Nelwan Anwar (alm.) kurang lebih satu tahun. Kemudian, tahun kedua, saya coba ke Adjie Notonegoro dan menjadi desainer sekitar dua tahun. Setelah itu saya menikah, kemudian saya keluar dari pekerjaan. Saya berpikir, mungkin bisa berkembang sendiri dengan berwirausaha. Akhirnya dengan dukungan suami saya, saya mulai membuka usaha sendiri dengan nama Vera Kebaya pada 2003. Saya merasa bisa mengerjakan pekerjaan ini sambil menjadi ibu rumah tangga. Jadi, usaha ini berjalan mengalir saja. Kemudian, beberapa tahun ini saya fokus mengembangkan usaha melalui media sosial.
Bagaimana Anda belajar tentang dunia desain dan kenapa memilih kebaya?
Sebenarnya saya belajar autodidak. Namun, saya sudah punya bekal teknik desain dasar semenjak sekolah SMK Tata Busana. Hanya, memang saya mengembangkannya dengan belajar sendiri dan banyak latihan. Mengapa kebaya? Karena saya beberapa waktu lalu sering menangani pembuatan kebaya. Saya juga berpikir belum banyak desainer yang muncul dengan kebaya klasik dan simpel, ternyata responsnya bagus.
Bagaimana Vera Kebaya berkembang?
Usaha ini berkembang karena media sosial dan teman-teman yang menjadi bagian promosi dengan metode mouth to mouth. Semua mengalir saja, tidak ada obsesi. Berkembang karena latar belakang saya mengerjakannya dengan hobi.
Siapa yang menjadi inspirasi Anda?
Saya terinspirasi oleh ibu. Saya sangat kagum padanya. Beliau adalah sosok wanita yang amat kuat. Kata ibu, perempuan harus mandiri dan bisa apa saja. Selain ibu, saya juga terinspirasi oleh suami yang sangat mendukung. Saya banyak bertanya tentang apa pun kepada suami. Bukan hanya itu, teman-teman saya juga sangat mendukung. Banyak memberikan saran soal desain sampai harga kebaya yang saya pasang.
Apa yang menjadi kendala Anda dalam membangun usaha?
Kendala awal mungkin di sumber daya manusia. Susah mencari orang yang sabar, bisa menghadapi saya yang banyak maunya. Awalnya susah cari tukang pola. Masih banyak bagian pekerjaan yang saya pegang sendiri. Saat ini karyawan yang ada sekitar 50 orang, itu pun masih kurang. Namun, semua itu saya nikmati saja. Tidak ada sesuatu yang harus dipaksakan. Saya bekerja dan membuat sesuatu dengan senang hati.
Saat ini Anda bisa menangani berapa customer?
Saya hanya menerima sesuai pesanan. Hingga saat ini customer sudah masuk sampai bulan November. Jadi, sudah ada yang request untuk kebaya pernikahan beberapa bulan ke depan. Dalam satu minggu, bisa tiga sampai empat kali bertemu customer. Paling tidak ada satu hari buat libur dalam satu minggu.
Berapa lama menyelesaikan pekerjaan kebaya?
Bisa satu atau dua bulan. Kebanyakan yang memesan kebaya memang untuk satu paket acara pernikahan yang dimulai dari siraman, midodareni, akad nikah, sampai resepsi. Jadi, membutuhkan waktu yang cukup lama. Saya hanya melakukan fitting dua kali, ketika kebaya sudah selesai hingga 80% dan ketika baju sudah mau diambil. Namun, kerja itu bagi saya sudah menjadi hobi, tidak ada rasa capai. Walaupun ada asisten yang membantu, tapi saya ingin terlibat di setiap bagian. Mungkin itu yang membuat proses pembuatan kebaya menjadi lama.
Target apa yang ingin dicapai?
Saya punya rencana ikut gelaran fashion show. Tetapi, terkadang keinginan itu terbentur dengan deadline customer. Saya juga berpikir, kasihan dengan karyawan kalau mereka jadi sibuk karena banyaknya pekerjaan saya. Jadi, saya juga sering tanya ke mereka untuk siap atau tidak mengambil sebuah pekerjaan. Sebab, jika tidak ada tim, maka saya tidak bisa berjalan. Saya tanpa mereka tidak ada apa-apa. Percuma punya ide bagus kalau tidak ada kerja sama tim. Semoga saya secepatnya bisa merealisasikan keinginan itu. Kemudian, saya juga ingin bisa menjual baju produksi, karena selama ini saya hanya menangani customersesuai pesanan.
Siapa saja yang menjadi target pasar Anda?
Segala kalangan, karena siapa saja bisa pakai baju saya. Alhamdulillah, banyak yang percaya dengan produk saya. Beberapa customer saya adalah anak-anak yang berkuliah di luar negeri, kemudian mereka menikah dengan menggunakan adat Indonesia. Saya berpikir, ternyata banyak dari mereka justru lebih suka dengan kebaya yang sederhana dan simpel. Itu bisa membuat saya jadi tambah semangat.
Apa prinsip yang Anda gunakan dalam mengembangkan usaha ini?
Yakinlah dan fokus pada apa yang dikerjakan. Sebab, kalau kita sudah suka atau tertarik pada satu hal, yakin saja untuk dijalani. Berpikir bagaimana caranya kita bisa maksimal di bidang itu. Banyak belajar dan mencintai pekerjaan sendiri, maka rezeki akan mengalir. Coba memberikan yang terbaik dan maksimal di setiap pekerjaan.
Dina angelina
(ars)