Butuh Keseriusan Luar Biasa

Jum'at, 06 Februari 2015 - 13:18 WIB
Butuh Keseriusan Luar Biasa
Butuh Keseriusan Luar Biasa
A A A
JAKARTA - Predikat kota termacet di dunia harus dijawab Pemprov DKI Jakarta dengan aksi nyata. Sejumlah kebijakan harus dijalankan dengan konsisten dan serius, terutama penyediaan transportasi massal yang memadai.

Pakar manajemen inovasi dari Universitas Indonesia (UI) Mohammed Ali Berawi mengatakan, harus ada perubahan paradigma kebijakan dalam mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Secara teknis kebijakan yang perlu dilakukan adalah membuat pengguna jalan nyaman dan bukan memanjakan pemilik kendaraan.

“Konsepnya harus human mobility , bukan car mobility. Yang perlu dilakukan saat ini adalah kebijakan yang konsisten dari pemangku kebijakan,” katanya kemarin. Ale—sapaan akrab Mohammed Ali—menuturkan, jika ingin membuat kebijakan yang berkonsep human mobility, harus dibangun akses yang baik dari permukiman menuju shelter transportasi massal. Ini untuk memudahkan masyarakat berangkat menuju lokasi kerja dengan transportasi massal.

“Ada angkot yang membawa masyarakat dari dekat rumahnya ke stasiun. Aksesnya harus dipermudah,” ungkapnya. Dia menegaskan, solusi tercepat mengatasi kemacetan adalah membangun transportasi massal yang terintegrasi. Langkah selanjutnya menyediakan park and ride di sekitar stasiun. Dengan fasilitas ini, masyarakat bisa meninggalkan kendaraannya dan melanjutkan perjalanan dengan kereta.

Kalau bisa, ada angkot yang menjangkau permukiman menuju stasiun sehingga masyarakat bisa menggunakan transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi di rumah. Selain itu, infrastruktur transportasi juga harus bernilai tambah. “Misalnya membangun transportasi massal yang juga bisa mengatasi banjir,” imbuhnya. Alternatif efektif yang bisa dilakukan juga adalah membangun light rail transit (LRT) dengan konsep loop zone .

Maksudnya membangun jalur kereta di tiga zona yakni zona I antara Bogor-Depok hingga Tangerang. Zona II yaitu di dalam kota antara Fatmawati hingga Sudirman dan zona III yaitu antara Cawang-Sudirman. Dia mengakui, untuk membangun infrastruktur ini diperlukan konsistensi besar dan kemauan dari pemerintah. Selain itu perlu juga kerja sama dari daerah penyangga. “Di zone luar Depok, Bekasi, dan Tangerang disediakan park and ride yang besar sehingga masuk ke Jakarta sudah pakai kereta. Loop zone II juga sama, semua terkoneksi. Jadi memudahkan aksesibilitas penumpang untuk sampai tujuan,” katanya.

Survei yang di lakukan perusahaan pelumas bekerja sama dengan perusahaan navigasi dan produk layanan berbasis lokasi menetapkan Jakarta sebagai kota termacet di dunia. Survei ini mempelajari kondisi berhenti-jalan di seluruh dunia. Mengutip Castrol Magnatec Stop-Start Index, dalam setahun rata-rata pengendara mengalami berhenti-jalan sebanyak 33.240 kali.

Level Jakarta tergolong paling parah atau masuk golongan merah dari tiga golongan yang ada. Dari survei itu juga terungkap, rata-rata pengemudi di Jakarta harus mengalami terjebak macet 27,22% dari total waktu perjalanan semestinya. Laporan ini kian menambah ketidaknyamananJakarta. PekanlaluJakarta juga dinyatakan kota paling tidak aman di dunia versi Economist Intelligence Unit (EIU).

Berdasarkan data Dewan Transportasi Kota Jakarta 2014, kecepatan mobil di Jakarta telah berada pada angka 5 km/jam. Kecepatan itu jauh menurun dibandingkan empat tahun lalu yang berkisar pada 10 km/jam. Lokasi perjalanan untuk kecepatan ini hampir terjadi di semua ruas. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui arus lalu lintas kendaraan di Ibu Kota sudah sangat padat dan mengerikan. Meski begitu, bukan berarti Pemprov DKI Jakarta berdiam diri saja.

Untuk menjawab survei itu, Ahok berjanji ngebut pembangunan transportasi massal dan membenahi sistem transportasi umum. “Jakarta emang parah macetnya. Saya akui survei itu, ya memang mengerikan, parah,” ujarnya di Balai Kota. Ahok mengklaim parahnya kemacetan akibat kegagalan Pemprov DKI Jakarta membangun transportasi massal dan membenahi transportasi umum selama puluhan tahun.

Dia mencontohkan, pembangunan mass rapid transit (MRT) membutuhkan waktu 10 tahun untuk bisa direalisasikan. Sementara pembangunan monorel gagal karena PT Jakarta Monorail (JM) tidak dapatmemenuhisyarat yangdiajukan Pemprov DKI Jakarta. PT Transjakarta kemarin melakukan uji coba e-ticketing di dua koridor busway yakni IV (Dukuh Atas-Pulogadung) dan VI (Ragunan-Dukuh Atas).

Penerapan ini melengkapi sistem e-ticketing di 10 koridor yang telah dilaksanakan. Direktur Utama (Dirut) PT Transjakarta Antonius NS Kosasih mengatakan pihaknya ingin uji coba penerapan full eticketing di koridor IV dan VI. Artinya e-ticketing terintegrasi dengan APTB. “Jadi penumpang enggak usah bayar dua kali, cukup sekali saja,” ungkapnya.

R ratna purnama/ Yan yusuf
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8417 seconds (0.1#10.140)