Kasus Nazaruddin, KPK Periksa 3 Direktur Sekaligus
A
A
A
JAKARTA - KPK terus mengembangkan kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dan praktik pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
Dalam kasus yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin sebagai tersangka itu, penyidik bakal memeriksa tiga orang direktur sebuah perusahaan sekaligus.
Mereka adalah Direktur PT Exartech Teknologi Utama Gerhana Sianipar, Direktur PT Anugerah Nusantara Rizal Ahmad P Siantar, dan Direktur PT Dulamanyo Raya Yos CH Mointi.
"Ketiganya diperiksa untuk tersangka MNZ (Muhammad Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di Jakarta, Selasa (3/2/2015).
Priharsa menyatakan, pemeriksaan terhadap tiga direktur itu dalam kapasitasnya sebagai saksi. Kendati begitu, belum dapat dipastikan ketiganya memiliki peran apa dalam kasus tersebut.
Menurut dia, pemeriksaan saksi untuk melengkapi materi pemeriksaan. "Yang jelas pemeriksaan bersangkutan untuk kepentingan penyidikan," terangnya.
Selain tiga orang berprofesi direktur, penyidik juga bakal memeriksa dua saksi lain. Mereka adalah pegawai PT Pembangunan Perumahan Lukman Hidayat dan seorang wiraswasta bernama Juparna.
"Mereka juga diperiksa sebagai saksi," tambahnya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah dalam pelaksanaan proyek PT DGI dan kasus tindak pidana pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi. Nazar yang juga terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu membeli saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar.
Rincian saham itu terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.
Atas perbuatannya itu, Nazaruddin ‎dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Selain itu, KPK juga menggunakan UU TPPU yakni Pasal 3 atau Pasal 4 jo. Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP.
Dalam kasus yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin sebagai tersangka itu, penyidik bakal memeriksa tiga orang direktur sebuah perusahaan sekaligus.
Mereka adalah Direktur PT Exartech Teknologi Utama Gerhana Sianipar, Direktur PT Anugerah Nusantara Rizal Ahmad P Siantar, dan Direktur PT Dulamanyo Raya Yos CH Mointi.
"Ketiganya diperiksa untuk tersangka MNZ (Muhammad Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di Jakarta, Selasa (3/2/2015).
Priharsa menyatakan, pemeriksaan terhadap tiga direktur itu dalam kapasitasnya sebagai saksi. Kendati begitu, belum dapat dipastikan ketiganya memiliki peran apa dalam kasus tersebut.
Menurut dia, pemeriksaan saksi untuk melengkapi materi pemeriksaan. "Yang jelas pemeriksaan bersangkutan untuk kepentingan penyidikan," terangnya.
Selain tiga orang berprofesi direktur, penyidik juga bakal memeriksa dua saksi lain. Mereka adalah pegawai PT Pembangunan Perumahan Lukman Hidayat dan seorang wiraswasta bernama Juparna.
"Mereka juga diperiksa sebagai saksi," tambahnya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah dalam pelaksanaan proyek PT DGI dan kasus tindak pidana pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi. Nazar yang juga terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu membeli saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar.
Rincian saham itu terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.
Atas perbuatannya itu, Nazaruddin ‎dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Selain itu, KPK juga menggunakan UU TPPU yakni Pasal 3 atau Pasal 4 jo. Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP.
(maf)