Dunia Kini Menyorot Tajam

Senin, 02 Februari 2015 - 10:35 WIB
Dunia Kini Menyorot Tajam
Dunia Kini Menyorot Tajam
A A A
Masa bulan madu Presiden Joko Widodo dengan para kolega di mancanegara agaknya berakhir lebih cepat. Menuai banyak sanjungan di awal memerintah berkat diplomasi gaya baru yang ”simple english and straight to the point”, Jokowi kini harus berhadapan dengan sorot tajam dunia.

Media ternama Inggris, The Economist, menulis sebuah artikel tentang situasi politik Indonesia belum lama ini. Ulasan itu berjudul, Jokowi’s Jinksdengan subjudul ”untuk para penggemar, idola itu telah kehilangan sinarnya.” Serupa dengan isu New York Times beberapa hari sebelumnya, The Economist memandang pesona mantan wali kota Solo itu mulai pudar karena beberapa kebijakan kontroversialnya.

Deutsche Welle, media papan atas Jerman, juga menyorot hal sama. DW memandang pembentukan Kabinet Kerja merefleksikan kuatnya pengaruh mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pemerintahan Jokowi. “Penunjukan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon kapolri meragukan janji-janji Presiden Jokowi selama kampanye yang akan membentuk pemerintahan bersih,” demikian tulis Deutsche Welle.

Jacqui Baker, dosen kajian politik Asia Tenggara di Universitas Murdoch, Perth, Australia, menilai Jokowi telah membuktikan diri dikendalikan oleh Megawati dan Ketua Partai Nasdem Surya Paloh. “Dia (Jokowi) jelas lebih rendah (posisinya) dan lebih lemah,” kata Baker di TIME, majalah yang pernah menahbiskan Jokowi sebagai harapan baru (a new hope). Banyaknya janji selama kampanye yang belum terealisasi membuat nadanada optimisme kini bergeser ke skeptisisme.

“100 hari pemerintahan Jokowi telah masuk dalam konflik politik yang kompleks yang mengancam posisi pemerintahannya dan seluruh kebijakan yang dibuatnya,” lanjut Baker. Dalam hubungan kerja sama internasional dan regional, tak dimungkiri Jokowi memiliki tugas berat. Keputusannya menolak grasi para terpidana kasus narkoba dan melanjutkan eksekusi mati, memantik reaksi keras dari negara-negara para terpidana itu berasal: Brasil, Belanda, Nigeria, Vietnam, dan Malawi.

“Belanda tetap bersikukuh menolak hukuman mati,” kata Menteri Luar Negeri Belanda, Bert Koenders, dikutip The Sydney Morning Herald. Sebelumnya Presiden Brasil Dilma Roussef meluapkan kemarahan pada Indonesia, “Hubungan antara kedua negara telah terpengaruh. Duta besar Brasil di Jakarta telah dipanggil,” katanya seperti dilansir BBC.

Protes juga ditunjukkan Pemerintah Australia. PM Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop berupaya keras menghindarkan dua warganya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dari regu tembak. Tapi Indonesia telah menegaskan bahwa dua anggota komplotan Bali Nine itu termasuk dalam gelombang eksekusi mati berikutnya.

Wakil Rektor Universitas Katolik Australia Greg Craven mengungkapkan, jika Myuran dan Chan benarbenar dieksekusi mati, warga Australia akan meresponsnya dengan gelombang amarah. Ungkapan itu bukan gertak sambal. Sekitar 2.000 warga Australia telah menggelar demo menentang hukuman mati Myuran dan Chan, Jumat (29/1) lalu.

Sorot tajam juga datang dari Amnesty International (AI) yang meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan eksekusi mati. Mereka melihat hukuman itu melanggar hak asasi manusia (HAM). Adapun langkah Jokowi yang bulat menolak grasi dinilai hanya untuk menarik simpati nasionalisme di dalam negeri semata.

Pandangan miring mancanegara tak sebatas soal eksekusi. Langkah tegas pemerintah menenggelamkan kapal-kapal asing yang terbukti mencuri ikan di perairan Indonesia juga membuat negara tetangga mendidih. “Jika ada nelayan Indonesia yang secara tidak sengaja masuk ke perairan Malaysia, tidak perlu ditenggelamkan, tinggal dikawal agar kembali,” sindir Menteri Dalam Negeri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi Ad.

Meski demikian, tak semua kebijakan Jokowi menuai respons negatif. Salah satu yang menuai pujian adalah penghapusan subsidi bahan bakar minyak. “Dengan dana tambahan, pemerintah dapat mengalokasikan lebih banyak sumber dana untuk infrastruktur, yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi,” kata Takehiko Nakao, Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB).

Gareth Leather, ekonom dari Capital Economics, berpandangan, langkah pemotongan subsidi merupakan kebijakan serius dalam reformasi ekonomi. Itu juga dianggap sebagai kebijakan yang tidak populer dalam jangka pendek. Presiden Jokowi, sebagaimana gayanya yang kalem, mengungkapkan bahwa tidak mudah untuk memimpin Indonesia yang merupakan negara besar dengan ribuan pulau.

Jokowi juga mengaskan tidak akan mundur soal penenggelaman kapal asing. ”Ini masalah kedaulatan, penegakan hukum, menyangkut kewibawaan negara. Jangan main-main lagi masuk ke laut Indonesia ambil ikan, pasti akan kita kejar,” ancamnya pada sebuah wawancara dengan MNC Media di Istana Kepresidenan.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto merespons santai pemanggilan pulang duta besar Brasil dan Belanda. Menurut dia, sebelum pelaksanaan eksekusi, pemerintah telah melakukan komunikasi langsung dengan Brasil dan Belanda.

Andika hendra m
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6542 seconds (0.1#10.140)
pixels