Dedikasi yang Menggerakkan

Senin, 19 Januari 2015 - 10:41 WIB
Dedikasi yang Menggerakkan
Dedikasi yang Menggerakkan
A A A
Setiap penggal sejarah selalu memberi ruang bagi para aktor kehidupan untuk mengukir keabadian dirinya masingmasing.

Hampir setiap saat kita melihat, mendengar, dan menjadi saksi beragam tindakan serta perubahan sosial di sekitar kita. Proses interaksi yang terjadi antara kita di panggung kesejarahan diri menghadirkan narasi kehidupan yang bisa dibaca, diperbincangkan, dikritisi, diapresiasi bahkan banyak didokumentasikan sehingga mampu bertahan melampaui usianya.

Bagi teoretikus paradigma naratif, Walter Fisher (1987), narasi dimaknai sebagai tindakan simbolik kata-kata dan atau tindakan yang memiliki rangkaian serta makna bagi siapa pun yang hidup, menciptakan atau memberi interpretasi. Oleh karena itulah, manusia kerap disebut sebagai homo narrans (makhluk pencerita).

Narasi kehidupan sejumlah orang yang memberi nilai inspiratif, bermakna, dan menggerakkan masyarakat sepatutnya dibingkai dalam bentuk apresiasi agar dedikasi mereka terhadap peradaban terdokumentasikan dan menjadi asupan positif untuk hari ini dan masa mendatang.

Dalam konteks memaknai dan mengapresiasi sumbangsih nyata sejumlah orang berdedikasi di bidangnya inilah People of The Year (POTY) KORAN SINDO senantiasa hadir setiap tahun, dan menjadi etalase sosial guna menunjukkan bahwa masih ada sosok yang bekerja, dan mendedikasikan diri serta waktu mereka untuk menggerakkan banyak orang!

Prinsip Komunitarianisme

Melihat realitas sosial bangsa kita saat ini yang kerap ditandai dengan rivalitas dalam merebut dan mempertahankan aksesakses ekonomi dan politik, membuat kita harus berpikir keras soal daya tahan akar sosiologis bangsa ini sebagai masyarakat paguyuban bukan patembayan .

Masyarakat yang seharusnya mendahulukan kekitaan atau kebersamaan di atas keakuan yang dominan. Untuk membangun good society di Indonesia perlu mengukuhkan ulang prinsip komunitarian. Amitai Etzioni pernah menulis di bukunya The Spirit of Community: Reinvention of American Society (1993), bahwa prinsip komunitarian ini berupa kesepakatan manusia untuk menciptakan moral baru kehidupan sosial dan keteraturan publik berdasarkan pada penguatan nilai kebersamaan, tanpa puritanisme dan penindasan.

Yang penting dari prinsip ini, masyarakat perlu mengimbangi nilai keakuan yang telah berakar, dengan nilai-nilai kekitaan yang bersifat komunitarian. Artinya, kekitaan yang tidak menindas keakuan dan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Warga harus memperkuat kehidupan komunitas tanpa menjadi orang fanatik dan saling bermusuhan terhadap komunitas lain.

Perjuangan kepentingan pribadi dalam prinsip ini, harus diimbangi dengan komitmen pada komunitas. Oleh karena itu, kerakusan individu yang tanpa batas harus diganti dengan kepentingan pribadi yang bermanfaat secara sosial dan memperoleh peluang disahkan oleh masyarakat.

Prinsip komunitarian ini mendapat perhatian lebih sebagai kriteria umum dalam focus group discussion (FGD) Tim Panel Ahli sebagai Dewan Juri yang dimintai KORAN SINDO saat memberi telaah kritis terhadap sejumlah nominator POTY-2014. Ada tiga prinsip kekitaan yang menjadi penekanan.

Pertama , memiliki kerja pelayanan komunitas (community services ), yakni rekam jejak untuk melayani banyak orang melalui kerja profesional maupun kerelawanan (volunteerism ). Kedua , memberdayakan komunitas (community empowerment ) yakni turut membantu banyak orang agar mandiri, dan menggerakkan mereka untuk memiliki keterampilan (skill ) serta sikap atas beragam persoalan dirinya dan publik dimana mereka berada.

Ketiga , hubungan komunitas (community relations ) yakni rekam jejak hubungan sosial yang bagus dengan lingkungan di mana para nomitor berada. Baik dalam lingkup sosial maupun profesional, terutama yang teridentifikasi dalam sejumlah publikasi media massa dan laporan masyarakat.

Memonitor Tindakan

Para nominator yang layak diapresiasi sebagai POTY-2014 juga harus memiliki kemampuan refleksivitas memadai. Poole, Seibold dan McPhee dalam Hirokawa, RY & M.S Poole di bukunya Communication and Group Decision Making (1986:237-264), memandang perlu adanya refleksivitas (reflexivity ) dalam setiap upaya membangun perbaikan organisasi termasuk komunitas.

Refleksivitas pada dasarnya merujuk pada kemampuan aktor untuk memonitor tindakan-tindakan dan perilaku mereka. Sebagian besar refleksivitas didasarkan pada pengalaman masa lalu yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Dengan membaca masa lalu dan memperbaikinya, sesungguhnya bisa menatap masa depan yang jauh lebih baik.

Sosok transformatif memiliki keunggulan dalam memadukan dua kesadaran yang sama pentingnya, yakni kesadaran diskursif (discursive conciousness ) dan kesadaran praktis (practical conciousness ). Bukan semata pandai berwacana, manis beretorika, melainkan juga langkah-langkahnya konkret dan dirasakan nyata kiprahnya. Sosoknya visioner, solutif, dan bukan bagian dari masalah di masa lalu.

Dalam menjaga performa, tentu saja terkait dengan dua aspek yang tak bisa dipisahkan, yakni citra dan agenda kerja. Citra terkait dengan cara pandang masyarakat atas diri seseorang dengan segala macam atributnya, sementara agenda terkait dengan rekam jejak kerja nyatanya. Pacanowsky dan O’Donnell dalam bukunya Communication and Organizational Culture (1982), mendefinisikan performa sebagai metafora yang menggambarkan proses simbolik pemahaman tentang perilaku manusia dalam sebuah organisasi.

Citra perlu, tapi bukan segalanya, karena jika pemimpin terjebak ke dalam politik citra berlebihan, maka akan senantiasa menghadirkan hiperealitas. Tentu, sosok transformatif tak akan menjadikan politik citra segalanya karena basis tindakannya selalu mengacu pada agenda kerja.

Citra diposisikan secara proporsional sebagai salah satu bagian penunjang dalam merealisasikan agenda kerja bukan sebaliknya menjadikan citra dominan. Orang-orang yang bekerja nyata serta menggerakkan banyak oranglah yang layak dilabeli sebagai tokoh transformatif dan layak dianugerahi POTY-2014.

Kita bisa belajar misalnya dengan penganugerahan sejenis di skala internasional seperti yang dilakukan Majalah TIMEdengan Persons of The Year 2014 yang diberikan pada para pekerja kesehatan yang berjuang melawan penyebaran virus Ebola di Afrika Barat.

Sebelum anugerah untuk Ebola Fighters , pada 2013 Majalah TIME juga menganugerahi Pope Francis (2013), Barack Obama (2012), The Protester (2011), Mark Zuckerberg (2010), dan sejumlah nama populer lain yang membentang panjang hingga pertama kalinya TIMEmemberi penganugerahan. Saat itu masih dengan nama Man of The Year sejak 1927 hingga 1999.

Variabel Kekuatan

Tidak mudah memilih sejumlah orang berdedikasi di banyak bidang dan memutuskannya sebagai POTY-2014. Redaksi KORAN SINDO turut memudahkan kerja panel ahli dengan terlebih dahulu membuat empat kategori khusus yakni kategori tokoh muda, tokoh perempuan, CEO dan kepala daerah.

Sodoran nama dari redaksi tidak serta-merta diterima, melainkan menjadi bahan diskusi dan membuka ruang untuk menambah dan mengeliminasi sejumlah nama yang dianggap tidak atau belum layak menjadi nominator POTY-2014. Yang menarik pada proses POTY- 2014 ada penajaman kriteria menjadi lima.

Pertama , integritas yang terdiri atas sikap, kejujuran, motivasi, independensi, rekam jejak. Kedua , terobosan yakni menyangkut orisinalitas dan cara berpikir serta bertindak yang out of the box . Ketiga , memiliki keberlanjutan tindakan yang diterjemahkan menjadi konsistensi dalam berkiprah, daya tahan dalam memperjuangkan dan mempertahankan prestasi, serta terukur memadai dari sudut waktu untuk mendapat apresiasi bukan baru muncul dan belum jelas intensitas kiprahnya.

Keempat , memiliki manfaat signifikan untuk lingkungan dan diterima baik melalui jejaring program, pemberdayaan komunitas dan pelayanan komunitas/publik. Kelima , inspiratif yakni mampu menjadi penggerak serta menimbulkan efek duplikasi selain memotivasi pihak lain untuk berprestasi maupun berkiprah banyak di komunitas maupun masyarakat luas. Apa makna POTY-2014 bagi masyarakat?

Yang jelas apresiasi semacam ini bukan semata gaya-gayaan atau sekadar pencitraan di kulit permukaan. Ada nilai yang hendak dibangun yakni semangat masyarakat guna mendedikasikan diri mereka secara optimal di bidang masingmasing. Masyarakat terpacu untuk selalu berpikir tanpa kejumudan, bergerak tanpa kekerasan dan bermanfaat untuk kekitaan.

Sejumlah orang yang masuk nominasi POTY-2014 diharapkan menjadi contoh (role model ), bahwa masih banyak sosok di Indonesia yang sungguh-sungguh bekerja bukan semata berwacana. Sejak 2005 hingga sekarang, KORAN SINDO secara reguler memberi ruang bagi sosoksosok tangguh dan inspiratif menjadi POTY dan memiliki efek domino perubahan nyata di masyarakat.

Indonesia hari ini dan ke depan harus menata ulang proses integrasi sosial kita secara lebih baik lagi. Mengadopsi konsep integrasi dari Etzioni (1993) ada integrasi fungsional, yakni integrasi yang berdasar pada rasa saling membutuhkan dan kebergantungan fungsional antar kelompok. Banyak kasus yang mengakibatkan integrasi model ini terganggu. Misalnya saja kasus bisnis yang berjalan tidak sehat.

Banyak perusahaan yang lahir dan berkembang karena korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sehingga corporate culture yang dibangun tidak menciptakan hubungan fungsional yang utuh dan menggerakkan ke arah positif. Banyak terjadi kesenjangan yang secara psikologis menumbuhsuburkan keakuan. Indonesia, selalu membutuhkan kehadiran sosok-sosok transformatif.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2640 seconds (0.1#10.140)