Budayawan: Leadership Jokowi Lemah
A
A
A
JAKARTA - Menteri-menteri Joko Widodo (Jokowi) dinilai masih bekerja secara sendiri-sendiri. Padahal, sebagai bagian dari suatu kabinet, para menteri harus mampu menunjukkan kerja sebagai tim.
Sekretaris Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Antonius Benny mengatakan, persoalan ini dipicu oleh lemahnya leadership atau kepemimpinan Jokowi sebagai presiden.
Karena, percuma jika menempatkan orang yang baik secara baik tapi tidak memiliki leadership. Sehingga, pemerintahan sama halnya seperti dealer yang hanya menjual saja, lebih berorientasi pada pemasaran.
“Padahal, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan Asia,” jelas pria yang dikenal sebagai budayawan itu dalam diskusi yang bertajuk “Politik 2015: Berpihak Kepada Siapa?” di Dre’s Kopitiam Sabang, Jakarta, Minggu (11/1/2015).
Romo Benny menilai, inilah yang terjadi ketika birokrasi kompromis, maka visi pemerintahan jadi tidak jelas dan kabur. Bahkan, menteri-menteri Jokowi menjadi pemain akrobat (mengebom kapal, panjat pagar).
“Bahkan, media lebih memperhatikan hal-hal yang sifatnya akrobat, media membiarkan menteri berakrobat karena media tidak kritis,” tandasnya.
Dia berpendapat, semestinya para menteri memprioritaskan program kerja pada agenda utama dari masing-masing kementerian, bukan berlomba-lomba menjadi media darling. Dia pun menyayangkan proses politik di Indonesia yang masih didominasi oleh lingkaran kekuasaan partai, sementara partai politik (parpol) tidak memiliki ideologi yang jelas.
“Jokowi yang berjanji akan keluar dari kompromi-kompromi politik, kenyataannya janji itu kandas,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, Jokowi harus berani mengevaluasi kinerja menterinya. Sehingga, menteri-menteri yang tidak punya prestasi dan tidak sejalan visinya harus mundur.
Menurutnya, kalau Jokowi memiliki harapan untuk perubahan positif, sudah saatnya mengevaluasi menteri yang kerjanya jauh dari ekspektasi publik.
“Jangan menunggu terlalu lama, jangan buat blusukan yang dimediakan, tapi cepat menangkap persoalan, dan memberikan solusi,” tegas Romo Benny.
Sekretaris Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Antonius Benny mengatakan, persoalan ini dipicu oleh lemahnya leadership atau kepemimpinan Jokowi sebagai presiden.
Karena, percuma jika menempatkan orang yang baik secara baik tapi tidak memiliki leadership. Sehingga, pemerintahan sama halnya seperti dealer yang hanya menjual saja, lebih berorientasi pada pemasaran.
“Padahal, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan Asia,” jelas pria yang dikenal sebagai budayawan itu dalam diskusi yang bertajuk “Politik 2015: Berpihak Kepada Siapa?” di Dre’s Kopitiam Sabang, Jakarta, Minggu (11/1/2015).
Romo Benny menilai, inilah yang terjadi ketika birokrasi kompromis, maka visi pemerintahan jadi tidak jelas dan kabur. Bahkan, menteri-menteri Jokowi menjadi pemain akrobat (mengebom kapal, panjat pagar).
“Bahkan, media lebih memperhatikan hal-hal yang sifatnya akrobat, media membiarkan menteri berakrobat karena media tidak kritis,” tandasnya.
Dia berpendapat, semestinya para menteri memprioritaskan program kerja pada agenda utama dari masing-masing kementerian, bukan berlomba-lomba menjadi media darling. Dia pun menyayangkan proses politik di Indonesia yang masih didominasi oleh lingkaran kekuasaan partai, sementara partai politik (parpol) tidak memiliki ideologi yang jelas.
“Jokowi yang berjanji akan keluar dari kompromi-kompromi politik, kenyataannya janji itu kandas,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, Jokowi harus berani mengevaluasi kinerja menterinya. Sehingga, menteri-menteri yang tidak punya prestasi dan tidak sejalan visinya harus mundur.
Menurutnya, kalau Jokowi memiliki harapan untuk perubahan positif, sudah saatnya mengevaluasi menteri yang kerjanya jauh dari ekspektasi publik.
“Jangan menunggu terlalu lama, jangan buat blusukan yang dimediakan, tapi cepat menangkap persoalan, dan memberikan solusi,” tegas Romo Benny.
(kri)