Kasus Nazaruddin, KPK Periksa CEO Agung Sedayu Group
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap CEO Agung Sedayu Propertindo atau Binakarya Propertindo Group (BPG), Go Henky Setiawan.
Dia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi penerimaan hadiah pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah dan praktik pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MNZ (M Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi wartawan, di Jakarta, Selasa (6/1/2015).
Henky tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.15 WIB dengan mengenakan kemeja biru tua yang senada dengan celananya. Bersama pengacaranya, Henky bergegas masuk ke dalam Gedung KPK tanpa memberikan komentar.
Selain menjadwalkan pemeriksaan kepada Henky. Dalam kasus ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Team Leader Business Banking Center Bank Mandiri, Ahmad Arif Purwoko. Seorang notaris Muhammad Kholid Artha.
Dan empat orang dari pihak swasta yakni Budianto Halim, Enny Nurillah Niti Kusumo, Zakirman Karim dan Ibnu Hanny.
"Ahmad Arif Purwoko, Muhammad Kholid Artha dan empat orang dari pihak swasta juga akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut," tandas Priharsa.
KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penerimaaan hadiah dalam pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dan kasus tindak pidana pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi. Nazaruddin yang juga terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu membeli saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar.
Rincian saham itu terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.
Atas perbuatannya itu, Nazaruddin ‎dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 UU Tipikor. Selain itu, KPK juga menggunakan UU TPPU yakni Pasal 3 atau Pasal 4 jo. Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP.
Dia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi penerimaan hadiah pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah dan praktik pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MNZ (M Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi wartawan, di Jakarta, Selasa (6/1/2015).
Henky tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.15 WIB dengan mengenakan kemeja biru tua yang senada dengan celananya. Bersama pengacaranya, Henky bergegas masuk ke dalam Gedung KPK tanpa memberikan komentar.
Selain menjadwalkan pemeriksaan kepada Henky. Dalam kasus ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Team Leader Business Banking Center Bank Mandiri, Ahmad Arif Purwoko. Seorang notaris Muhammad Kholid Artha.
Dan empat orang dari pihak swasta yakni Budianto Halim, Enny Nurillah Niti Kusumo, Zakirman Karim dan Ibnu Hanny.
"Ahmad Arif Purwoko, Muhammad Kholid Artha dan empat orang dari pihak swasta juga akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut," tandas Priharsa.
KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penerimaaan hadiah dalam pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dan kasus tindak pidana pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi. Nazaruddin yang juga terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu membeli saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar.
Rincian saham itu terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement), dan transfer sebanyak dua kali.
Atas perbuatannya itu, Nazaruddin ‎dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 UU Tipikor. Selain itu, KPK juga menggunakan UU TPPU yakni Pasal 3 atau Pasal 4 jo. Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP.
(maf)