Pembunuh PRT Hanya Divonis 20 Bulan
A
A
A
MEDAN - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan hukuman 1 tahun dan 8 bulan penjara kepada M Thoriq Anwar, anak kandung Syamsul Anwar pelaku pembunuhan dan penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT).
Dalam berkas terpisah, majelis hakim tunggal Nazzar Effriandi juga memvonis Hanafi Bahri selama 5 tahun penjara. Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melanggar Undang-Undang 23/2014 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Hakim tidak sepakat dan tidak sepaham dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang mendakwa keduanya dengan Pasal 338 jo 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana dan Pasal 351 ayat 1 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
“Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan dengan dipotong masa tahanan yang telah dijalaninya,” kata Nazzar membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri (PN) Medan, kemarin. Hakim menyatakan, untuk terdakwa Hanafi Bahri dikenakan Pasal 44 ayat 1 dan 3 UU No 23/2014 tentang KDRT jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 KUHPidana.
Adapun M Thoriq Anwar dikenai Pasal 44 ayat 1 UU No 23/2014 tentang KDRT jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 KUHPidana. Alasan hakim tidak sepakat dengan penerapan Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan dan Pasal 351 KUHPidana tentang penganiayaan seperti yang didakwakan jaksa, karena kejadian tersebut terjadi di lingkup keluarga, yakni KDRT.
“Adapun hal yang meringankan terdakwa Hanafi Bahri dan M Thoriq adalah keduanya mengakui dan menyesali perbuatannya. Selain itu, keduanya juga masih anakanak. Pertimbangan lainnya, ayah terdakwa M Thoriq, Syamsul Anwar, sudah menyampaikan iklan permohonan maaf kepada keluarga korban melalui media cetak yang terbit pada 2 Januari 2014,” kata hakim.
Sementara itu, kata hakim, hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat. Dalam putusannya, hakim juga menolak pembelaan M Thoriq yang mengaku saat menyetir mobil yang membawa mayat Hermin alias Cici, dirinya di bawah ancaman dari tersangka Veri. Secara logika, menurut hakim, hal tersebut tidaklah mungkin mengingat Veri hanyalah pekerja dan dirinya anak majikan.
Justru hal yang memberatkan M Thoriq karena dirinya mengetahui kematian Hermin alias Cici, tetapi turut menyembunyikannya dengan membuang mayat korban ke Kabupaten Karo. “Atas putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum memiliki hak yang sama, menerima atau melakukan upaya hukum lainnya,” kata hakim.
Menanggapi putusan ini, JPU Lila Nasution mengatakan, hakim memiliki persepsi lain dalam kasus ini. Tidak dikenakannya Pasal 338 dan 351 KUHPidana menurut dia, membuat mereka harus berkonsultasi dulu dengan pimpinan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
“Hakim memiliki persepsi berbeda dalam putusan ini. Yang mana tidak memasukkan pasal penganiayaan dan pembunuhan, melainkan hanya KDRT saja. Untuk itu, kami pikir-pikir dulu,” katanya. Dalam sidang terbuka untuk umum itu, M Thoriq yang mengenakan kaus hitam langsung memeluk ibunya, Bibi Randika dan ayahnya, Syamsul Anwar sambil menangis setelah hakim membacakan putusan.
Tanpa berbicara satu kata pun, Thoriq dan Bahri hanya tertunduk saat pengawal tahanan menggelandang keduanya ke ruangan tahanan anak sementara PN Medan. Sementara Bibi Randika dan Syamsul Anwar langsung diboyong petugas ke tahanan Polresta Medan. Vonis yang dijatuhkan oleh hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, JPU dari Kejari Medan menuntut Hanafi Bahri selama 10 tahun penjara sedangkan M Thoriq Anwar dituntut 3 tahun 4 bulan penjara.
Panggabean hasibuan
Dalam berkas terpisah, majelis hakim tunggal Nazzar Effriandi juga memvonis Hanafi Bahri selama 5 tahun penjara. Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melanggar Undang-Undang 23/2014 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Hakim tidak sepakat dan tidak sepaham dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang mendakwa keduanya dengan Pasal 338 jo 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana dan Pasal 351 ayat 1 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
“Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan dengan dipotong masa tahanan yang telah dijalaninya,” kata Nazzar membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri (PN) Medan, kemarin. Hakim menyatakan, untuk terdakwa Hanafi Bahri dikenakan Pasal 44 ayat 1 dan 3 UU No 23/2014 tentang KDRT jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 KUHPidana.
Adapun M Thoriq Anwar dikenai Pasal 44 ayat 1 UU No 23/2014 tentang KDRT jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 KUHPidana. Alasan hakim tidak sepakat dengan penerapan Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan dan Pasal 351 KUHPidana tentang penganiayaan seperti yang didakwakan jaksa, karena kejadian tersebut terjadi di lingkup keluarga, yakni KDRT.
“Adapun hal yang meringankan terdakwa Hanafi Bahri dan M Thoriq adalah keduanya mengakui dan menyesali perbuatannya. Selain itu, keduanya juga masih anakanak. Pertimbangan lainnya, ayah terdakwa M Thoriq, Syamsul Anwar, sudah menyampaikan iklan permohonan maaf kepada keluarga korban melalui media cetak yang terbit pada 2 Januari 2014,” kata hakim.
Sementara itu, kata hakim, hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat. Dalam putusannya, hakim juga menolak pembelaan M Thoriq yang mengaku saat menyetir mobil yang membawa mayat Hermin alias Cici, dirinya di bawah ancaman dari tersangka Veri. Secara logika, menurut hakim, hal tersebut tidaklah mungkin mengingat Veri hanyalah pekerja dan dirinya anak majikan.
Justru hal yang memberatkan M Thoriq karena dirinya mengetahui kematian Hermin alias Cici, tetapi turut menyembunyikannya dengan membuang mayat korban ke Kabupaten Karo. “Atas putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum memiliki hak yang sama, menerima atau melakukan upaya hukum lainnya,” kata hakim.
Menanggapi putusan ini, JPU Lila Nasution mengatakan, hakim memiliki persepsi lain dalam kasus ini. Tidak dikenakannya Pasal 338 dan 351 KUHPidana menurut dia, membuat mereka harus berkonsultasi dulu dengan pimpinan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
“Hakim memiliki persepsi berbeda dalam putusan ini. Yang mana tidak memasukkan pasal penganiayaan dan pembunuhan, melainkan hanya KDRT saja. Untuk itu, kami pikir-pikir dulu,” katanya. Dalam sidang terbuka untuk umum itu, M Thoriq yang mengenakan kaus hitam langsung memeluk ibunya, Bibi Randika dan ayahnya, Syamsul Anwar sambil menangis setelah hakim membacakan putusan.
Tanpa berbicara satu kata pun, Thoriq dan Bahri hanya tertunduk saat pengawal tahanan menggelandang keduanya ke ruangan tahanan anak sementara PN Medan. Sementara Bibi Randika dan Syamsul Anwar langsung diboyong petugas ke tahanan Polresta Medan. Vonis yang dijatuhkan oleh hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, JPU dari Kejari Medan menuntut Hanafi Bahri selama 10 tahun penjara sedangkan M Thoriq Anwar dituntut 3 tahun 4 bulan penjara.
Panggabean hasibuan
(bbg)