Sinergikan Lini Usaha demi Kemajuan Bangsa
A
A
A
Arya Setyaki membuktikan keputusannya bahwa menjadi pengusaha merupakan pilihan yang tepat. Di usia 36 tahun, ia berhasil menduduki kursi direktur di tiga perusahaan grup sekaligus dengan jumlah karyawan sekitar 500 orang.
Alumnus Teknik Mesin Universitas Trisakti Jakarta ini meninggalkan karier cemerlang balap profesional di Eropa dan Asia untuk kembali ke Indonesia guna membangun negeri melalui sinergi antarlini usahanya. Bagaimana kiprah ayah tiga anak ini selengkapnya? Berikut kutipan wawancara KORAN SINDOdengan pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kompartemen Minyak dan Gas Badan Pengurus Pusat HIPMI saat dijumpai di kantornya, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Mengapa Anda banting setir dari pembalap menjadi pengusaha?
Saya mulai menggeluti balap secara profesional sejak 1996 dan berhenti pada 2005. Saya juga sempat sekolah balap di Eropa karena memang diniatkan untuk serius. Namun, untuk “naik kelas” dibutuhkan dukungan pemerintah dan sponsor karena dunia balap kantergolong olahraga mahal.
Dari gokart sampai formula di Eropa, biayanya dari keluarga karena sponsor untuk olahraga balap pada era 1997/ 1998 tidak seperti sekarang. Setelah sepuluh tahun berkecimpung di dunia balap profesional di Eropa dan Asia, saya memutuskan kembali ke Jakarta dan menjadi pengusaha. Ajang balap profesional terakhir yang saya ikuti yaitu Formula Renault Asiapada 2005.
Apakah tidak sayang meninggalkan balap, apalagi prestasi Anda baik?
Dibilang sayang yasayang, apalagi sudah investasi di balap. Tapi, mungkin hoki saya bukan di balap meski mendapatkan banyak prestasi. Saya merasa mentok karena untuk naik level memang dibutuhkan biaya yang lebih besar. Mulai 2004 saya memfokuskan diri di usaha dan hasilnya ternyata cukup bagus.
Kenapa memutuskan menjadi pengusaha?
Saya tipikal yang tidak suka bekerja dengan orang. Saya lebih suka berjuang sendiri dan merintis dari nol. Setelah lulus dari Jurusan Teknik Mesin, Universitas Trisakti, pada 2002, saya dan seorang saudara memulai usaha dari trading. Selama 2002–2004 kami mencari-cari proyek sendiri hingga akhirnya pada 2004 kami mendapatkan pesanan menyuplai kopel rim dan jas hujan ke POLRI sebanyak 5.000 potong.
Margin keuntungan dari sini cukup baik hingga kami bisa mendirikan perusahaan Artha Arsa Pratama Mandiri pada 2004. Perusahaan ini terus berkembang hingga menjadi perusahaan grup dan penyuplai bahan baku baja ke Krakatau Steel. Bermula dari penyuplai bahan baku baja, kami melebarkan lini usaha ke batu bara (mengakuisisi batu bara), kebun karet, media, dan logistik (fuel storage).
Apa kendala yang Anda hadapi dalam merintis Artha Arsa?
Awalnya tidak dipercaya orang karena belum ada track record. Ketika memulai, saya tanggalkan segala embel-embel yang melekat di belakang saya. Bahkan, orang tua sempat menanyakan kemampuan saya terjun menjadi entrepreneur.Meski begitu, mereka tetap mendukung. Selama 1,5–2 tahun saya membangun kepercayaan orang terhadap saya.
Pencerahan datang saat kami, saya dan saudara saya, masuk ke usaha suplai bahan baku baja. Hal tersebut yang membuat kami mendapatkan kontrak jangka panjang dari Krakatau Steel. Dari nilai kontrak ini saya bisa mem-beli lahan seluas 2,5 hektare senilai hampir Rp20 miliar di kawasan industri Cilegon. Kami memiliki pabrik di kawasan industri Cilegon untuk memproses bahan baku baja.
Anda juga menjabat sebagai Direktur di Tiga Group dan Ersubas Group?
Dengan perkembangan Artha Arsa yang baik, saya ditarik ke Tiga Group untuk memegang divisi energi sebagai Director Business Development pada 2009. Tiga Group ini besar dari satelit CSM, Citra Sari Makmur. Alasan saya ditarik ke Tiga Group karena apa yang saya jalankan di Artha Arsa sama dengan Tiga Group.
Tiga Group juga memiliki lini usaha batu bara, oil & gas, bijih besi, serta properti. Sementara, Ersubas Group merupakan holding companyyang dibuat oleh Tiga Group dan Artha Arsa Group untuk mengembangkan iron ore, yaitu tambang bijih besi di Kalimantan Barat seluas 120.000 hektare. Semua membutuhkan perhatian. Tapi untuk sekarang, saya lebih fokus membesarkan Tiga Group.
Apa yang menjadi fokus Anda di Tiga Group?
Kami sedang mengembangkan batu bara di Banyuasin, Sumatera Selatan, dengan membangun power plan (pembangkit listrik) 2 X 300 megawatt. Kami juga tengah mengeksplorasi ladang gas di Kutai Basin, Kalimantan Timur. Ada pula fuel storage untuk disuplai ke tambang-tambang batu bara di wilayah Kalimantan Timur.Kami berencana untuk memperbesar fuel storagemenjadi dua kali lipat karena permintaan yang tinggi.
Produksi Anda disuplai ke mana saja?
Untuk batu bara, kami suplai ke pembangkit sendiri, seperti di Banyuasin disambungkan ke PLN yang ada di Palembang. Margin keuntungan didapatkan dari menjual listrik tersebut. Plus, pem-bangkit dan batu baranya kan dari kami juga, jadi mendapatkan margin lagi. Hal ini sekaligus turut membangun pembangkit listrik untuk negara sendiri karena di Sumatera masih sering mati listrik. Untuk gas, pipanya kami salurkan ke Bontang, Kalimantan Timur.
Apakah ada lahan lain yang sedang dilirik?
Sekarang kami lebih memperdalam industri oil & gaskarena potensinya yang menjanjikan. Lini usaha yang belum kami masuki adalah kelapa sawit. Mungkin ke depan, jika ada kesempatan, kami akan memasuki usaha kelapa sawit. Tiga Group juga berencana IPO (initial public offering).
Saat ini, jika dihadapkan pada pilihan balap atau bisnis, mana yang akan Anda pilih?
Bisnis. Saya ingin memajukan bangsa Indonesia dalam usia muda saya ini. Saya rasa sudah saatnya anakanak muda yang membangun bangsa ini. Dengan posisi sekarang, saya ingin turut membangun negara dengan kontribusi kecil yang bisa saya lakukan. Misalnya, dengan membangun pembangkit listrik, infrastruktur jalan, pelabuhan, sekolah, dan masjid di sekitar wilayah di mana ada lahan aset perusahaan.
Seperti di daerah tambang Banyuasin, kami membangun pembangkit agar listrik bisa masuk, sekaligus bisa mempekerjakan masyarakat sekitar di pertambangan. Dengan begitu, daerah yang maju bukan hanya perkotaan. Saya ingin agar kemajuan wilayah di Indonesia bisa merata.
Power plan, eksplorasi gas, dan fuel storageadalah tiga proyek yang ingin saya jalankan ke depan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, kami membangun pembangkit di Sumatera, eksplorasi gas di Kalimantan, dan di Jawa ada bahan baku baja. Harapan saya selaku pihak swasta, bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk bahu-membahu membangun bangsa ini.
Jika di dunia balap Anda berjuang untuk menuju podium juara satu, bagaimana di dunia usaha?
Saya ingin agar perusahaan yang saya jalankan bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain sebagai good corporate government. Saya ingin membawa Tiga Group ini menjadi perusahaan yang disegani di Indonesia dan sebagai patron para pengusaha muda.
Apa yang dibutuhkan untuk membangun usaha yang baik?
Dalam rentang 10 tahun saya berkiprah di bidang usaha, saya mempelajari bahwa jika tidak memiliki koneksi yang kuat ke lembaga keuangan dalam negeri, kita susah untuk menjadi besar. Sepintar apa pun hidup di Indonesia, jika tidak punya koneksi, bakal susah. Oleh karenanya, perlu untuk memperluas dan menjaga koneksi. Selain koneksi, tentu diperlukan semangat berjuang dan pantang menyerah.
Ema malini
Alumnus Teknik Mesin Universitas Trisakti Jakarta ini meninggalkan karier cemerlang balap profesional di Eropa dan Asia untuk kembali ke Indonesia guna membangun negeri melalui sinergi antarlini usahanya. Bagaimana kiprah ayah tiga anak ini selengkapnya? Berikut kutipan wawancara KORAN SINDOdengan pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kompartemen Minyak dan Gas Badan Pengurus Pusat HIPMI saat dijumpai di kantornya, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Mengapa Anda banting setir dari pembalap menjadi pengusaha?
Saya mulai menggeluti balap secara profesional sejak 1996 dan berhenti pada 2005. Saya juga sempat sekolah balap di Eropa karena memang diniatkan untuk serius. Namun, untuk “naik kelas” dibutuhkan dukungan pemerintah dan sponsor karena dunia balap kantergolong olahraga mahal.
Dari gokart sampai formula di Eropa, biayanya dari keluarga karena sponsor untuk olahraga balap pada era 1997/ 1998 tidak seperti sekarang. Setelah sepuluh tahun berkecimpung di dunia balap profesional di Eropa dan Asia, saya memutuskan kembali ke Jakarta dan menjadi pengusaha. Ajang balap profesional terakhir yang saya ikuti yaitu Formula Renault Asiapada 2005.
Apakah tidak sayang meninggalkan balap, apalagi prestasi Anda baik?
Dibilang sayang yasayang, apalagi sudah investasi di balap. Tapi, mungkin hoki saya bukan di balap meski mendapatkan banyak prestasi. Saya merasa mentok karena untuk naik level memang dibutuhkan biaya yang lebih besar. Mulai 2004 saya memfokuskan diri di usaha dan hasilnya ternyata cukup bagus.
Kenapa memutuskan menjadi pengusaha?
Saya tipikal yang tidak suka bekerja dengan orang. Saya lebih suka berjuang sendiri dan merintis dari nol. Setelah lulus dari Jurusan Teknik Mesin, Universitas Trisakti, pada 2002, saya dan seorang saudara memulai usaha dari trading. Selama 2002–2004 kami mencari-cari proyek sendiri hingga akhirnya pada 2004 kami mendapatkan pesanan menyuplai kopel rim dan jas hujan ke POLRI sebanyak 5.000 potong.
Margin keuntungan dari sini cukup baik hingga kami bisa mendirikan perusahaan Artha Arsa Pratama Mandiri pada 2004. Perusahaan ini terus berkembang hingga menjadi perusahaan grup dan penyuplai bahan baku baja ke Krakatau Steel. Bermula dari penyuplai bahan baku baja, kami melebarkan lini usaha ke batu bara (mengakuisisi batu bara), kebun karet, media, dan logistik (fuel storage).
Apa kendala yang Anda hadapi dalam merintis Artha Arsa?
Awalnya tidak dipercaya orang karena belum ada track record. Ketika memulai, saya tanggalkan segala embel-embel yang melekat di belakang saya. Bahkan, orang tua sempat menanyakan kemampuan saya terjun menjadi entrepreneur.Meski begitu, mereka tetap mendukung. Selama 1,5–2 tahun saya membangun kepercayaan orang terhadap saya.
Pencerahan datang saat kami, saya dan saudara saya, masuk ke usaha suplai bahan baku baja. Hal tersebut yang membuat kami mendapatkan kontrak jangka panjang dari Krakatau Steel. Dari nilai kontrak ini saya bisa mem-beli lahan seluas 2,5 hektare senilai hampir Rp20 miliar di kawasan industri Cilegon. Kami memiliki pabrik di kawasan industri Cilegon untuk memproses bahan baku baja.
Anda juga menjabat sebagai Direktur di Tiga Group dan Ersubas Group?
Dengan perkembangan Artha Arsa yang baik, saya ditarik ke Tiga Group untuk memegang divisi energi sebagai Director Business Development pada 2009. Tiga Group ini besar dari satelit CSM, Citra Sari Makmur. Alasan saya ditarik ke Tiga Group karena apa yang saya jalankan di Artha Arsa sama dengan Tiga Group.
Tiga Group juga memiliki lini usaha batu bara, oil & gas, bijih besi, serta properti. Sementara, Ersubas Group merupakan holding companyyang dibuat oleh Tiga Group dan Artha Arsa Group untuk mengembangkan iron ore, yaitu tambang bijih besi di Kalimantan Barat seluas 120.000 hektare. Semua membutuhkan perhatian. Tapi untuk sekarang, saya lebih fokus membesarkan Tiga Group.
Apa yang menjadi fokus Anda di Tiga Group?
Kami sedang mengembangkan batu bara di Banyuasin, Sumatera Selatan, dengan membangun power plan (pembangkit listrik) 2 X 300 megawatt. Kami juga tengah mengeksplorasi ladang gas di Kutai Basin, Kalimantan Timur. Ada pula fuel storage untuk disuplai ke tambang-tambang batu bara di wilayah Kalimantan Timur.Kami berencana untuk memperbesar fuel storagemenjadi dua kali lipat karena permintaan yang tinggi.
Produksi Anda disuplai ke mana saja?
Untuk batu bara, kami suplai ke pembangkit sendiri, seperti di Banyuasin disambungkan ke PLN yang ada di Palembang. Margin keuntungan didapatkan dari menjual listrik tersebut. Plus, pem-bangkit dan batu baranya kan dari kami juga, jadi mendapatkan margin lagi. Hal ini sekaligus turut membangun pembangkit listrik untuk negara sendiri karena di Sumatera masih sering mati listrik. Untuk gas, pipanya kami salurkan ke Bontang, Kalimantan Timur.
Apakah ada lahan lain yang sedang dilirik?
Sekarang kami lebih memperdalam industri oil & gaskarena potensinya yang menjanjikan. Lini usaha yang belum kami masuki adalah kelapa sawit. Mungkin ke depan, jika ada kesempatan, kami akan memasuki usaha kelapa sawit. Tiga Group juga berencana IPO (initial public offering).
Saat ini, jika dihadapkan pada pilihan balap atau bisnis, mana yang akan Anda pilih?
Bisnis. Saya ingin memajukan bangsa Indonesia dalam usia muda saya ini. Saya rasa sudah saatnya anakanak muda yang membangun bangsa ini. Dengan posisi sekarang, saya ingin turut membangun negara dengan kontribusi kecil yang bisa saya lakukan. Misalnya, dengan membangun pembangkit listrik, infrastruktur jalan, pelabuhan, sekolah, dan masjid di sekitar wilayah di mana ada lahan aset perusahaan.
Seperti di daerah tambang Banyuasin, kami membangun pembangkit agar listrik bisa masuk, sekaligus bisa mempekerjakan masyarakat sekitar di pertambangan. Dengan begitu, daerah yang maju bukan hanya perkotaan. Saya ingin agar kemajuan wilayah di Indonesia bisa merata.
Power plan, eksplorasi gas, dan fuel storageadalah tiga proyek yang ingin saya jalankan ke depan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, kami membangun pembangkit di Sumatera, eksplorasi gas di Kalimantan, dan di Jawa ada bahan baku baja. Harapan saya selaku pihak swasta, bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk bahu-membahu membangun bangsa ini.
Jika di dunia balap Anda berjuang untuk menuju podium juara satu, bagaimana di dunia usaha?
Saya ingin agar perusahaan yang saya jalankan bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain sebagai good corporate government. Saya ingin membawa Tiga Group ini menjadi perusahaan yang disegani di Indonesia dan sebagai patron para pengusaha muda.
Apa yang dibutuhkan untuk membangun usaha yang baik?
Dalam rentang 10 tahun saya berkiprah di bidang usaha, saya mempelajari bahwa jika tidak memiliki koneksi yang kuat ke lembaga keuangan dalam negeri, kita susah untuk menjadi besar. Sepintar apa pun hidup di Indonesia, jika tidak punya koneksi, bakal susah. Oleh karenanya, perlu untuk memperluas dan menjaga koneksi. Selain koneksi, tentu diperlukan semangat berjuang dan pantang menyerah.
Ema malini
(bbg)