Dari Angklung hingga Partisipasi Warga Muslim

Selasa, 09 Desember 2014 - 11:09 WIB
Dari Angklung hingga Partisipasi Warga Muslim
Dari Angklung hingga Partisipasi Warga Muslim
A A A
Dalam perayaan Natal, Swiss sedikit berbeda. Di Heidiland, komunitas Nasrani sudah melaksanakan perayaan Natal dua pekan sebelum kelahiran Yesus tiba. ”Kalau enggak sekarang, e ntar malah enggak ada yang datang,” tutur Evie Rossetti, warga Jenewa. Perayaan Natal di Swiss tak lepas dari situasi di Heidiland.

Sepekan sebelum Natal tiba, negeri yang berpenduduk 8 jutaan jiwa ini mulai memasuki libur Natal. ”Kalau dirayakan seperti di Jakarta, satu atau dua hari menjelang atau sesudah 25 Desember, memang enggak akan ada yang datang,” tambah Maria, warga Indonesia yang kini menetap di Buren.

Tidak mengherankan jika Persekutuan Reformed Injili Indonesia (PRII) Bern sudah menggelar perayaan Natal per Minggu (7/12), nyaris dua pekan sebelum peringatan Kristus lahir. ”Semua direncanakan sejak jauh-jauh hari dan hari tersebutlah yang memang paling pas buat kami,” kata Stephen Tahary, salah satu panitia. PRII yang hanya beranggotakan 30 orang ini merayakan Natal dengan sederhana.

Suatu gedung di pinggiran Kota Bern disewa untuk merayakan Natal umat Kristiani di Swiss, khususnya Bern. ”Seperti tahun-tahun sebelumnya acara dimulai dengan kebaktian dan dilanjutkan makan malam,” lanjut Stephen. Alat musik Sunda, angklung, mengiringi kebaktian di pinggiran Kota Bern itu. PRII Bern berdiri di Swiss sejak lima tahun silam. Awalnya peringatan Natal yang dirayakan kelompok ini hanya diikuti belasan jemaat.

Sejak dua tahun ini, jika PRII merayakan Natal, jemaatnya mencapai ratusan orang. Kendati rutin merayakan Natal saban tahun, PRII tidak pernah merepotkan pemerintah, khususnya KBRI Bern. ”Selama ini kami swadaya. Dari situlah, dana untuk merayakan Natal, juga untuk Natal tahun ini,” sebut Stephen. Di Swiss bagian Prancis, tepatnya di Jenewa, komunitas Indonesia Nasrani juga tak ketinggalan merayakan kelahiran Yesus.

Persekutuan Masyarakat Nasrani Indonesia Jenewa (PMNI) merayakannya secara terbuka. ”Yang mengisi acara juga ada teman-teman muslim,” kata Evie Rossetti, salah satu panitia. Semua itu tak lepas dari solidaritas antarperantau Indonesia di Swiss, khususnya di Jenewa. ”Kita kan sama-sama senasib, jauh dari kampung halaman. Atas dasar itulah, kami merayakan Natal ini,” imbuh Evie. M

akanan, minuman, sewa gedung, dan pengeluaran lain ditanggung bersama. ”Makanan dan minuman ya sumbangan dari anggota, pihak PTRI (perwakilan Indonesia di Jenewa) juga banyak membantu ini dan itu. Semua ditanggung bersama kami di sini,” imbuh Evie. Meski PMNI anggota aktifnya sekitar 50-an umat saja, jika perayaan Natal, menurut Evie, yang datang bisa sampai 200-an orang.

Umat Kristiani yang merayakan Natal di Jenewa ini biasanya berasal dari Swiss Franchofon, wilayah Swiss yang berbahasa Prancis yakni Jenewa, Lausanne, Montreux, hingga Freiburg. PMNI menetapkan perayaan Natal pada 13 Desember mendatang. ”Kalau pas dekatdekat Natal, memang riskan karena masuk musim liburan,” kata Evie.

Jika PRII dan PMNI menggratiskan perayaan Natal, tidak demikian dengan Panitia Perayaan Natal Indonesia Swiss. Organisasi yang berada di bawah Persekutuan Kristen Indonesia (Perki Swiss) ini memungut biaya 25 Swiss franch atau sekitar Rp300.000 untuk perayaan Natal per 13 Desember nanti. Uang dari biaya tersebut akan disumbangkan ke panti asuhan di Indonesia.

Sepanjang pantauan KORAN SINDO, perayaan Natal yang dilakukan Perki merupakan perayaan Natal yang paling besar untuk komunitas Indonesia di Swiss. Duta Besar RI untuk Swiss Linggawati Hakim direncanakan akan membuka perayaan Natal. KBRI Bern juga berperan aktif dengan menanggung biaya sewa gedung.

Laporan Koresponden KORAN SINDO
KRISNA DIANTHA
SWISS
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3375 seconds (0.1#10.140)