Batik, Craft Menuju Art

Minggu, 07 Desember 2014 - 10:44 WIB
Batik, Craft Menuju...
Batik, Craft Menuju Art
A A A
Batik sebagai sebuah craft atau kerajinan memiliki makna filosofis. Kekuatan cerita dan makna filosofis tersebut akan jauh lebih besar jika dibawa ke ranah seni. Batik craft menjadi batik art itu yang dilakukan seniman Jepang, Hakudo Sanada.

Lihatlah kanvas berukuran 161 x 113 cm yang diberi judul Aliran di dalam Udara, itu laksana semesta malam. Di tengah kanvas hitam itu melintas seberkas cahaya putih membentuk horizon. Di tengah- tengah ada bidang seukuran kira-kira 50x25 cm.

Bila dicermati, bidang seukuran 50x25 cm itu tersusun dari garis-garis halus yang membentuk kotak persegi berukuran kira-kira 10 x 10 mm. Lalu, dari sudut yang satu ditarik garis tipis lengkung ke sudut lainnya, sehingga tampaklah motif beras. Bidang berkotak itu lalu ditimpali warna emas. Maka, jadilah batik bermotif beras berwarna keemasan.

Terkesan, karya (batik) seukuran 50x25cm yang berada dalam kanvas berlatar hitam 161x113 cm itu seperti sebuah pintu. Ya, sebuah pintu menuju misteri makna mahaluas. Hakudo memiliki pemahaman yang sangat dalam terhadap bumi Indonesia. Ia memahami alam Indonesia sebagai sebuah berkah.

Kekayaan alamnya, budaya, dan tradisinya adalah berkah. Batik, sebuah kerajinan yang menjadi tradisi, adalah tanda berkah. Di dalamnya terkandung kearifan lokal. Hakudo belajar batik di Taman Batik, Yogyakarta pada 1972- 1973. Ia menimba ilmu mencanting batik dari gurunya bernama Bromo.

Hakudo adalah orang asing pertama dan terakhir yang belajar mencanting batik di tempat asal batik itu. Setelah dia, tak ada lagi orang asing yang belajar di sana, karena taman itu ditutup bagi orang asing. Alasannya, agar tradisi membatik tidak dijiplak dan diklaim oleh negara lain. Hakudo beruntung. Ia memahami seluk beluk membuat batik. Ia juga memahami makna setiap motif batik.

Motif-motif -semisal beras-yang ia pakai dalam menghasilkan karya memiliki arti, yaitu lambang kemakmuran. Setelah kembali ke negerinya pada 1974, Hakudo mengembangkan batik, tidak pada ranah batik sebagai craft, tapi sebagai seni. Ia mencanting (melukis) batik di atas kanvas.

Tak seperti kebanyakan seniman lain yang melukis dengan menggunakan kuas, ia menggunakan canting untuk melukis. Proses membuat sebuah karya seni batik tidak berbeda dari membuat batik dalam arti batik craft . Semua peralatan, seperti canting dan wajan juga digunakannya dalam melukis.

Prosesnya pun sama. Bedanya ada pada hasilnya. Batik yang ia tarik dalam ranah seni (batik art) memiliki arti yang lebih luas, kaya dan dalam. Cermati saja, karya bertajuk Aliran di dalam Udara tadi. Ada yang menafsir lukisan tersebut -batik yang dilatari warna gelap semesta malam-adalah sebuah pintu menuju surga.

Hakudo membiarkan siapa saja yang menikmati karyanya untuk menafsir sesuai pemahamannya. Sebab, ia tahu setiap karya yang dilemparkan ke publik adalah milik publik. Karena itu, setiap orang bebas menginterpretasinya. ”Biar saja mereka menilai begitu,” kata lelaki kelahiran 12 Juli 1949 ini.

Memang, sebanyak 10 karya Hakudo yang dipamerkan di Galeri Indonesia Kaya, West Mall Hotel Indonesia, dari 1-7 Desember 2014 itu kental bernuansa religius. Sebut misalnya karya bertajuk Cahaya berukuran 137x109 cm. Karya ini menampilkan sosok abstrak berupa bulatan bulan menyerupai kepala manusia mengelilingi bidang persegi empat.

Di pojok bidang ada sebuah bulatan beraura cahaya. Menurut pemilik karya, rupa beraura cahaya itu simbol orang kudus. Sementara, bulatan yang lain adalah para rasul. Jadi, Yesus dan para rasulnya sedang mengelilingi sebuah bidang persegi empat. Menariknya, bidang persegi empat itu bukan meja perjamuan terakhir-seperti pada lukisan The Last Supper-nya Leonardo da Vinci.

Bidang persegi itu adalah simbol Kakbah di tanah suci Mekkah. Jadi, Yesus dan para rasulnya mengitari Kakbah. Menurut Hakudo,karya tersebut punya makna bahwa Islam dan Kristen percaya pada Tuhan yang sama. ”Islam dan Kristen itu satu Tuhan,” tukasnya. Tampaknya, pameran lelaki 65 tahun itu membawa pesan perdamaian.

Pameran lukisan batik itu sendiri merupakan yang pertama kali di laksanakan di Indonesia, sejak ia belajar batik di tahun 1972. Sebelumnya ia hanya menggelar pameran di Belanda, Belgia, dan Jerman. Kali ini pun ia baru mendapat kesempatan melakukan pameran di Indonesia. Ia mengungkapkan kerinduannya akan Indonesia.

Terutama ihwal batik, Hakudo ingin agar batik tidak hanya ada di ranah craft, tapi masuk ke tahap lebih dalam, yaitu art. Ia berharap, pameran yang berlangsung selama sepekan di jantung Ibu Kota ini bisa mengetuk kesadaran anak bangsa untuk lebih menghargai lagi warisan leluhur.

Donatus nador
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0845 seconds (0.1#10.140)