Membangun Mitos Masa Depan

Minggu, 30 November 2014 - 11:20 WIB
Membangun Mitos Masa Depan
Membangun Mitos Masa Depan
A A A
Temu Akbar II Forum Diskusi Grup (FDG) yang diselenggarakan oleh kelompok Mufakat Budaya Indonesia di Hotel Mercure dari tanggal 28–30 November 2014 itu disambut antusias dari berbagai kalangan cendekiawan, budayawan, tokoh spiritual, artis dan akademisi.

Hadir sebagai pembicara, pada hari per-tama, antara lain Profesor Daoed Joesoep, Ishak Ngeljaratan (dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin), dan Dr Daud Aris Tanudirjo dari Universitas Gajah Mada. Ishak Ngeljaratan menekankan perlunya pembangunan di bidang kebudayaan.

Perlu adanya mitos kebudayaan Indonesia di masa depan, mitos menjadi bangsa yang adibudaya. Menurut Ishak, dalam sejarah peradaban bangsa-bangsa, yang pernah sukses menjadi bangsa adibudaya adalah Yunani. Ketika Romawi menaklukkan Yunani, budaya-budaya luhur Yunani tidak mati. Malah, budaya Yunani diadopsi dan dikembangkan oleh orang-orang Romawi.

Maka dari situ dikenal adagium, meski orang Romawi menaklukkan Yunani, namun Yunani yang kalah mampu menangkap Romawi yang menang. Mitos budaya masa depan, yakni Indonesia harus menjadi bangsa yang adibudaya. “Di masa depan kita harus unggul dalam pikiran-pikiran, gagasan-gagasan dan unggul dalam artifak-artifak yang merupakan perwujudan dari pikiran,” paparnya.

Sementara, Prof Daoed Joesoep menyentil ihwal kurangnya pemahaman anak bangsa terhadap simbol-simbol negara. Misalnya, makna terdalam dari lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hampir tiap kali acara kenegaraan, lagu kebangsaan itu pasti dinyanyikan. Namun, dia yakin tidak semua yang ikut menyanyi itu memahami makna lagu tersebut.

Indonesia Tanah Airku…, kata Tanah Airku menurut mantan menteri pendidikan ini memiliki tiga arti atau makna. Pertama, Tanah Air dalam artian fisik; tempat kita berjuang untuk hidup dan dikuburkan saat mati. Kedua, Tanah Air dalam artian formal; sebuah entitas politik yang merdeka dan berdaulat, berupa status kemerdekaan. Ketiga, Tanah Air dalam artian mental; adalah suatu keniscayaan bagi anak bangsa untuk menghayati suka duka menjadi orang Indonesia, merasakan maju mundurnya negeri ini.

Kurangnya pemahaman Tanah Air dalam artian mental ini yang membuat negara ini kacau. “Lihat saja, ada orang yang mengeruk bumi ini lalu uangnya disimpan di luar negeri. Ada pula yang jual pulau seenaknya, atau menjual pasir pulau ke negara lain sehingga pulau itu tenggelam,” beber Daud.

Menteri Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan Anies Baswedan dalam sambutannya juga menyinggung potensi Indonesia dari sisi kebudayaan. Keragaman budaya–Indonesia menjadi 4 besar dalam negara yang paling beragam budayanya di Asia, setelah India, Papua Nugini, dan Afghanistan–menurut Anies satu potensi tersendiri bagi bangsa.

Sebagai bangsa Indonesia, latar belakang budaya, bahasa, tradisi, itu tetap dipertahankan. “Menjadi Indonesia tidak harus meninggalkan identitasidentitas asalnya, menjadi Indonesia adalah menjadi bagian dari masyarakat baru yang tidak harus melepas latar belakang asal nasalnya,” lanjut Anies.

Sementara. ketua pelaksana Temu Akbar, Radhar Panca Dahana, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua peserta yang hadir pada acara kali ini. Dia berharap, diskusi budaya kali ini membawa titik terang untuk karya kebudayaan selanjutnya. “Di sini kita semua yang hadir mencoba membangkitkan kembali “zombie” kebudayaan untuk bisa dijadikan tongkat penunjuk jalan,” paparnya.

Donatus nador
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5157 seconds (0.1#10.140)