Ketua Umum PBNU Guru Besar Tasawuf UIN Sunan Ampel
![Ketua Umum PBNU Guru...](https://a-cdn.sindonews.net/dyn/732/content/2014/11/29/15/930763/ketua-umum-pbnu-guru-besar-tasawuf-uin-sunan-ampel-qUa-thumb.jpg)
Ketua Umum PBNU Guru Besar Tasawuf UIN Sunan Ampel
A
A
A
SURABAYA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Dr KH Said Aqil Siradj MA dikukuhkan sebagai guru besar tidak tetap bidang ilmu tasawuf pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Sabtu (29/11/14).
Pengukuhan yang dihadiri banyak pejabat negara, seperti menteri dan pejabat Provinsi Jatim berlatarbelakang Nahdliyin ini merupakan akhir proses panjang, sejak 2010.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang saat itu dipimpin Mohamad Nuh mengusulkan Said Aqil sebagai guru besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Namun berkasnya hilang, hingga akhirnya Said Aqil ditetapkan sebagai guru besar ke-47 di UIN Sunan Ampel.
Meski ke-47, namun dia merupakan guru besar tunggal dengan keahlian ilmu tasawuf di UIN Sunan Ampel.
Pada pengukuhannya, pria kelahiran Cirebon 3 Juli 1953 ini menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar berjudul Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual dalam Kehidupan Masyarakat Modern.
Menurut dia, revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo tidak bisa berjalan tanpa diawali revolusi tasawuf.
Dia mengatakan, munculnya berbagai krisis manusia modern sesungguhnya bersumber pada masalah makna.
Modernisme dengan kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi dapat menciptakan manusia meraih kehidupan dengan perubahan yang luar biasa.
“Namun seiring dengan logika dan orientasi modern, kerja dan materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat dan gagasan tentang makna hidup terhancurkan. Implikasinya, manusia kemudian menjadi bagian mesin yang mati. Masyarakat lantas tergiring pada proses penyamaan diri dengan segala materi serta pendalaman keterbelakangan mentalitas,” tutur Said Aqil.
Menurut dia, manusia semakin terbawa arus deras desakratisasi, dehumanisasi, karena selalu disibukkan oleh pergulatan tentang subyek positif dan hal yang empiris.
Di satu sisi, kata Said, modernitas menghadirkan dampak positif dalam hampir seluruh konstruk kehidupan manusia.
Namun pada sisi lain, juga tidak dapat ditampik bahwa modernitas punya sisi gelap yang menimbulkan sisi negative yang sangat gelap.
“Ini lantas memunculkan sisi kenyataan lain, spiritual semakin mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat modern dewasa ini,” rincinya.
Said menegaskan munculnya persoalan besar di tengah umat manusia sekarang berada satu titik yaitu krisis spiritualitas.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisme, dan positivisme, kata dia, ternyata membawa manusia ke dalam kehidupan modern.
Di dalam kehidupan modern, sekularisme menjadi mentalitas zaman. Spiritualisme menjadi semacam antagonisme bagi kehidupan modern.
“Tasawuf memang sering mendapatkan kritikan dan tuduhan menyakitkan. Beberapa orientalis dan pemikir muslim sendiri tidak sedikit yang menuduh tasawuf menjadi biang kemunduran peradaban Islam. Tasawuf dituduh sebagai virus yang menghambat kemajuan dan menyebabkan ketertinggalan dunia muslim di kancah peradaban modern,” urainya.
Rektor UIN Sunan Ampel Abdul A’la menilai Said Aqil layak menjadi guru besar dari sisi keilmuan.
“Dia memenuhi kriteria guru besar. Kajian bidang tasawuf sekarang masih langka. Dia bukan hanya ahli tasawuf tapi juga seorang sufi,” katanya.
Pengukuhan yang dihadiri banyak pejabat negara, seperti menteri dan pejabat Provinsi Jatim berlatarbelakang Nahdliyin ini merupakan akhir proses panjang, sejak 2010.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang saat itu dipimpin Mohamad Nuh mengusulkan Said Aqil sebagai guru besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Namun berkasnya hilang, hingga akhirnya Said Aqil ditetapkan sebagai guru besar ke-47 di UIN Sunan Ampel.
Meski ke-47, namun dia merupakan guru besar tunggal dengan keahlian ilmu tasawuf di UIN Sunan Ampel.
Pada pengukuhannya, pria kelahiran Cirebon 3 Juli 1953 ini menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar berjudul Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual dalam Kehidupan Masyarakat Modern.
Menurut dia, revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo tidak bisa berjalan tanpa diawali revolusi tasawuf.
Dia mengatakan, munculnya berbagai krisis manusia modern sesungguhnya bersumber pada masalah makna.
Modernisme dengan kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi dapat menciptakan manusia meraih kehidupan dengan perubahan yang luar biasa.
“Namun seiring dengan logika dan orientasi modern, kerja dan materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat dan gagasan tentang makna hidup terhancurkan. Implikasinya, manusia kemudian menjadi bagian mesin yang mati. Masyarakat lantas tergiring pada proses penyamaan diri dengan segala materi serta pendalaman keterbelakangan mentalitas,” tutur Said Aqil.
Menurut dia, manusia semakin terbawa arus deras desakratisasi, dehumanisasi, karena selalu disibukkan oleh pergulatan tentang subyek positif dan hal yang empiris.
Di satu sisi, kata Said, modernitas menghadirkan dampak positif dalam hampir seluruh konstruk kehidupan manusia.
Namun pada sisi lain, juga tidak dapat ditampik bahwa modernitas punya sisi gelap yang menimbulkan sisi negative yang sangat gelap.
“Ini lantas memunculkan sisi kenyataan lain, spiritual semakin mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat modern dewasa ini,” rincinya.
Said menegaskan munculnya persoalan besar di tengah umat manusia sekarang berada satu titik yaitu krisis spiritualitas.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisme, dan positivisme, kata dia, ternyata membawa manusia ke dalam kehidupan modern.
Di dalam kehidupan modern, sekularisme menjadi mentalitas zaman. Spiritualisme menjadi semacam antagonisme bagi kehidupan modern.
“Tasawuf memang sering mendapatkan kritikan dan tuduhan menyakitkan. Beberapa orientalis dan pemikir muslim sendiri tidak sedikit yang menuduh tasawuf menjadi biang kemunduran peradaban Islam. Tasawuf dituduh sebagai virus yang menghambat kemajuan dan menyebabkan ketertinggalan dunia muslim di kancah peradaban modern,” urainya.
Rektor UIN Sunan Ampel Abdul A’la menilai Said Aqil layak menjadi guru besar dari sisi keilmuan.
“Dia memenuhi kriteria guru besar. Kajian bidang tasawuf sekarang masih langka. Dia bukan hanya ahli tasawuf tapi juga seorang sufi,” katanya.
(dam)