Masyarakat Sulit Diajak Belajar Gratis

Selasa, 25 November 2014 - 14:30 WIB
Masyarakat Sulit Diajak Belajar Gratis
Masyarakat Sulit Diajak Belajar Gratis
A A A
JAKARTA - Perangkat komputer hanya tersisa monitornya saja itupun sudah tertutup debu entah sejak tahun berapa.

Beberapa manekin terpajang lesu dan menyeramkan. Tersisa juga beberapa helai bahan sisa menjahit yang ditinggalkan sang pemilik.

Mesin-mesin jahit dan bordir hanya teronggok. Memang masih terpakai, namun perlu terus diminyaki karena jarang dipakai.

Begitulah suasana ruang belajar di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Dira'S yang terletak di Jalan Bajak IV Ujung No 28 A Medan Amplas, Medan, Sumatera Utara.

‎Salmiah ialah satu-satunya guru senior yang setia mengajar di PKBM ini sejak awal lembaga ini berdiri 2004 lalu.

Pada masa-masa awalnya lembaga ini menempati musala setempat membuka pendidikan anak usia dini (PAUD) dan kursus keaksaraan.

PKBM ini didirikan Dewi Iriani. Dia tergerak ingin mengajari masyarakat sekitar yang berstatus tuna aksana membaca.

Tidak hanya para orang tua namun juga anak-anak usia dini ditampung di PAUD.

Di PKBM ini, ada hal menarik. Tidak hanya anaknya yang harus pintar, namun orangtuanya pun harus bisa membaca.

Masalahnya adalah sulit sekali mengajak ‎masyarakat sekitar belajar padahal mereka sama sekali tidak dipungut biaya.

"Kendala dalam mengembangkan PKBM itu menurut saya ialah pada masyarakatnya. Mereka itu kurang minat belajar padahal gratis. Dulu kami pernah mengajak mereka untuk belajar di sini dengan memberi uang transport tapi lama kelamaan payah juga kami karena Tidak ada anggaran lagi.," tutur Salmiah.

Dia menuturkan, ‎sebetulnya banyak kursus yang disediakan ditempatnya. Mulai dari kursus menjahit, bordir, komputer bahkan pengenalan terhadap Internet.

Namun semangat sang pendiri untuk mengedukasi warganya sia-sia karena ketiadaan siswa.

Kursus yang tersisa pun hanya untuk menjahit dan bordir. Itupun siswanya masih bisa dihitung dengan jari. Namun pengelola PKBM ini masih belum mau menyerah untuk mengajak masyarakat sekitar belajar.

Mereka memodifikasi sepeda motor agar dapat menampung buku-buku supaya masyarakat punya akses ke PKBM tersebut.

Selagi para orang tua ini mengantar dan menemani anaknya belajar di PAUD, pengelola menawarkan buku-buku bacaan agar para orangtua tidak bosan menunggu anaknya.

Perkembangan Paudnya sendiri berbeda dengan PKBM yang kekurangan murid. Jumlah siswa PAUD berjumlah 40 siswa. ‎

Pengelola memang menerapkan biaya bagi siswa yang mau belajar di Paud ini seharga Rp600.000.

Namun mereka menyediakan fasilitas alat permainan edukatif serta fasilitas bermain anak yang lengkap mulai dari ayunan hingga prosotan.

Dari PAUD ini pengelola mengembangkan misi tidak hanya ingin memberikan dan menumbuhkembangkan kreaitivitas dan pendidikan khusus anak sejak dini Namun juga memberikan pelatihan dasar tentang keterampilan Untuk orang tua peserta didik.

"Intinya kami akan terus berkreasi untuk menumbuhkan minat masyarakat belajar. Ilmu kursus yang mereka dapat pun bisa membantu meningkatkan kesejahteraan mereka," ungkapnya.

Pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat ini adalah upaya Indonesia untuk merealisasikan Deklarasi Dakar pada tahun 2000 tentang Pendidikan Untuk Semua (PUS)/Education for All (EFA).

UNESCO melalui Education for All Global Monitoring Report (EFA-GMR) pada 2013 telah mengeluarkan peringkat indeks pembangunan pendidikan (EFA Development Index/EDI).

EDI diukur dari angka partisipasi murni SD/MI, amgka bertahan sampai kelas lima SD, angka melek huruf umur diatas atau sama dengan 15 tahun dan indeks spesifik gender.
EDI Indonesia berada di peringkat 54 dari 115 negara sedangkan pada 2012 berada pada peringkat 64 dari 120 negara.

Permasalahan masih belum berhasilnya pembangunan pendidikan di Indonesia diakibatkan permasalahan yang sama yang terjadi dalam pembangunan indeks pembangunan manusia.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8650 seconds (0.1#10.140)