MPR Diwacanakan Lagi Jadi Lembaga Tertinggi Negara
A
A
A
JAKARTA - Wacana mengenai pengembalian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara mengemuka lagi.
Usulan itu disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR Mohammad Jafar Hafsah pada ”Dialog Kenegaraan: Implementasi Janji Kebangsaan” di Gedung MPR/ DPR/DPD, Jakarta, kemarin. Dia mengusulkan MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara melalui amendemen kelima UUD 1945.
”MPR saat ini posisinya sebagai lembaga tinggi negara yakni sama saja dengan posisi tujuh lembaga negara lain,” kata Jafar Hafsah. Menurut dia, MPR yang memiliki kewenangan melantik pasangan presiden dan wakil presiden serta melakukan amendemen konstitusi hendaknya berkedudukan lebih tinggi dari lembaga tinggi negara lain.
Melalui amendemen kelima UUD 1945, kata Jafar, bisa saja posisi dan kewenangan MPR dikembalikan lagi menjadi lembaga tertinggi negara seperti amanah UUD 1945. ”Jika MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara, bisa menjadi pengayom lembaga- lembaga tinggi negara. Jika terjadi hubungan kurang harmonis di antara lembagalembaga tinggi negara, MPR bisa menjadi penengah,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mempertanyakan posisi dan kewenangan MPR yakni memiliki kewenangan mengamendemen konstitusi, tapi tidak memiliki kewenangan untuk menafsir. Sebaliknya, kata dia, MK yang tidak memiliki kewenangan melakukan amendemen konstitusi justru memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan membatalkan pasal-pasal dalam UU yang ditafsirkan karena tidak sesuai amanah konstitusi.
Sementara itu, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan bahwa lembaga-lembaga negara akan menyampaikan laporan kerja tahunan di parlemen sesuai amanah konstitusi. ”Disampaikannya laporan kerja itu sesuai dengan mekanisme ketatanegaraan yang diatur konstitusi serta agar rakyat dapat memahami tugas dan kewajiban lembaga tinggi negara seperti yang telah dilakukan selama ini,” ungkap Zulkifli Hasan saat menerima kunjungan pimpinan Badan Keuangan Negara (BPK) di Gedung MPR/DPR/ DPD, Jakarta.
Menurut Zulkifli, selama lima tahun ke depan MPR akan menyelenggarakan sidang paripurnasetiaptahundenganagenda pidato kenegaraan dari presiden. Pidato kenegaraan itu, kata dia, biasanya dilanjutkan dengan penyampaian RAPBN dan nota keuangan di mana DPR yang menjadi penyelenggaranya.
Selain itu, kata dia, lembagalembagatinggi negara yangmeliputi MPR, DPR, DPD, Presiden RI, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial juga harus memberikan laporan kerja tahunan yang sasarannya agar rakyat memahami tugas dan kewajiban lembaga tinggi negara.
”Pada laporan kerja tahunan lembaga-lembaga tinggi negara tersebut, posisi MPR hanya memfasilitasi sidang tahunan bagi lembaga tinggi negara untuk menyampaikan laporan kerja tahunan kepada rakyat,” katanya.
Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, BPK siap memberikan laporan kepada rakyat melalui sidang paripurna tahunan MPR. Menurut dia, BPK akan selalu menyampaikan kinerja lembaganya secara rutin kepada rakyat.
”Apalagi rakyat masih miskin, di mana pembangunan manusianya masih rendah, termasuk pengetahuan tentang hasil audit BPK seperti WTP (wajar tanpa pengecualian),” sebutnya.
Mula akmal/ant
Usulan itu disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR Mohammad Jafar Hafsah pada ”Dialog Kenegaraan: Implementasi Janji Kebangsaan” di Gedung MPR/ DPR/DPD, Jakarta, kemarin. Dia mengusulkan MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara melalui amendemen kelima UUD 1945.
”MPR saat ini posisinya sebagai lembaga tinggi negara yakni sama saja dengan posisi tujuh lembaga negara lain,” kata Jafar Hafsah. Menurut dia, MPR yang memiliki kewenangan melantik pasangan presiden dan wakil presiden serta melakukan amendemen konstitusi hendaknya berkedudukan lebih tinggi dari lembaga tinggi negara lain.
Melalui amendemen kelima UUD 1945, kata Jafar, bisa saja posisi dan kewenangan MPR dikembalikan lagi menjadi lembaga tertinggi negara seperti amanah UUD 1945. ”Jika MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara, bisa menjadi pengayom lembaga- lembaga tinggi negara. Jika terjadi hubungan kurang harmonis di antara lembagalembaga tinggi negara, MPR bisa menjadi penengah,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mempertanyakan posisi dan kewenangan MPR yakni memiliki kewenangan mengamendemen konstitusi, tapi tidak memiliki kewenangan untuk menafsir. Sebaliknya, kata dia, MK yang tidak memiliki kewenangan melakukan amendemen konstitusi justru memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan membatalkan pasal-pasal dalam UU yang ditafsirkan karena tidak sesuai amanah konstitusi.
Sementara itu, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan bahwa lembaga-lembaga negara akan menyampaikan laporan kerja tahunan di parlemen sesuai amanah konstitusi. ”Disampaikannya laporan kerja itu sesuai dengan mekanisme ketatanegaraan yang diatur konstitusi serta agar rakyat dapat memahami tugas dan kewajiban lembaga tinggi negara seperti yang telah dilakukan selama ini,” ungkap Zulkifli Hasan saat menerima kunjungan pimpinan Badan Keuangan Negara (BPK) di Gedung MPR/DPR/ DPD, Jakarta.
Menurut Zulkifli, selama lima tahun ke depan MPR akan menyelenggarakan sidang paripurnasetiaptahundenganagenda pidato kenegaraan dari presiden. Pidato kenegaraan itu, kata dia, biasanya dilanjutkan dengan penyampaian RAPBN dan nota keuangan di mana DPR yang menjadi penyelenggaranya.
Selain itu, kata dia, lembagalembagatinggi negara yangmeliputi MPR, DPR, DPD, Presiden RI, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial juga harus memberikan laporan kerja tahunan yang sasarannya agar rakyat memahami tugas dan kewajiban lembaga tinggi negara.
”Pada laporan kerja tahunan lembaga-lembaga tinggi negara tersebut, posisi MPR hanya memfasilitasi sidang tahunan bagi lembaga tinggi negara untuk menyampaikan laporan kerja tahunan kepada rakyat,” katanya.
Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, BPK siap memberikan laporan kepada rakyat melalui sidang paripurna tahunan MPR. Menurut dia, BPK akan selalu menyampaikan kinerja lembaganya secara rutin kepada rakyat.
”Apalagi rakyat masih miskin, di mana pembangunan manusianya masih rendah, termasuk pengetahuan tentang hasil audit BPK seperti WTP (wajar tanpa pengecualian),” sebutnya.
Mula akmal/ant
(bbg)