Atap Bercengkerama
A
A
A
Atap untuk bercengkerama. Begitu Guru Besar Tetap Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Hardinsyah, mendefinisikan hunian yang sudah ia diami sejak 14 tahun lalu. Apakah maknanya?
Sama seperti kebanyakan pekerja profesional lain, Hardin sapaan sang profesor juga kerap membawa pekerjaannya ke rumah.
”Tak terelakkan, kadang rumah menjadi tempat bekerja juga, tempat menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan,” kata pria yang juga menjabat posisi Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia kepada KORAN SINDO saat dikunjungi dikediamannya, kawasan Perumahan Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Memilih berdomisili di Bogor, selain karena profesi Hardin sebagai dosen IPB, juga lantaran hawa Kota Hujan yang sejuk. Sebelum menempati kediamannya saat ini, Hardin dan keluarga tinggal di kawasan Laladon, masih di wilayah Bogor. Berasal dari keluarga besar, Hardin menginginkan hunian dan ruang yang lebih lapang agar leluasa untuk kumpul-kumpul.
Oleh karenanya, mereka pun menjual rumah di Laladon dan pindah ke Taman Yasmin. Akses yang mudah ke mana-mana, lingkungan nan hijau, serta jauh dari jalan umum membuat keluarga ini menjatuhkan pilihan untuk membeli sebuah hunian di perumahan ini. ”Mendapatkan rumah ini penuh perjuangan. Entah ini rumah yang ke berapa puluh kali kami lihat,” ujar pria kelahiran Pekanbaru, 7 Agustus ini.
”Kami hunting sendiri sampai hampir satu tahun baru bertemu rumah ini,” timpal sang istri, Priyani. Pasangan yang menikah pada 1986ini membeli hunian mereka dalam bentuk rumah jadi. Untuk memaksimalkan fungsi ruang agar lebih leluasa, perombakan pun dilakukan. Bagian belakang yang awalnya berupa lahan diubah menjadi ruang plong yang difungsikan sebagai ruang makan dan dapur bersih.
Di ruangan ini pula acara kumpul-kumpul keluarga biasa dilakukan. Seperti didefinisikan oleh si empunya rumah, ”atap bercengkerama” alias rumah untuk berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga. ”Di rumah ini lebih diutamakan space untuk kumpul-kumpul. Jadi, tidak banyak kamar,” ucap Hardin.
Demi efisiensi pemanfaatan ruang, Hardin mendesain celah bawah tangga menjadi lemari kaca tempat penyimpanan beragam suvenir yang ia beli di luar negeri. Ada juga space kaca menyerupai jendela di bordes tangga untuk meletakkan suvenir lain. Sirkulasi udara dan cahaya turut mendapat perhatian cukup besar di dalam griya ini. Hal itu diupayakan demi efisiensi energi.
Di belakang rumah terdapat ruang terbuka yang difungsikan sebagai tempat meletakkan pot, serta penggunaan jendela berkaca agar cahaya matahari dapat leluasa masuk ke dalam rumah. Dengan begitu, penggunaan lampu bisa diminimalisasi dan tanpa pendingin ruangan pun udara tetap sejuk. Ditambah lagi dengan adanya tetumbuhan di taman depan menambah keteduhan griya Hardin.
Hardin mengatakan, untuk urusan penataan yang mendetail seperti tata letak, furnitur, dan interior lebih banyak ditangani oleh sang istri. Pasalnya, Priyani memang menyenangi pekerjaan yang berkaitan dengan desain interior. Saat dulu merombak rumah ini, lanjut Hardin, dirinya tidak memakai jasa konsultan arsitektur. ”Kalau saya ke luar negeri, istri pesannya majalah interior,” ucap akademikus yang pernah menimba ilmu di University of Queensland, Brisbane, Australia ini. Jika interior lebih mengandalkan sentuhan tangan istri, bagian Hardin yaitu mendesain taman dan pagar.
”Pagar dulu lebih rendah sehingga mudah dilompati. Sekarang dibuat lebih tinggi, yang penting aman,”. Hunian bertingkat ini berkonsep mediterania. Hal tersebut tampak dari bentuk pintu yang melengkung serta pemilihan warna terakota khas gaya mediterania. ”Pada saat itu kan trend -nya sedang mediterania. Sekarang berencana ubah ke minimalis modern. Sekarang masih tahap pencarian tempat tinggal sementara selagi direnovasi,” ujar ibu tiga anak ini.
Griya dengan luas bangunan 340 meter persegi (m2) dan luas tanah 250 m2 ini ditempati oleh Hardin, istri, serta dua anak mereka, Anggie dan Ameria. Sementara, anak laki-laki mereka, Azrie, tengah bekerja di Bali. Di lantai satu terdapat ruang tamu, ruang makan, perpustakaan, dan dapur. Uniknya, perpustakaan ini awalnya merupakan ruang kerja Hardin. ”Berhubung beliau seorang dosen, jadi bukunya di mana-mana. Nah, sekarang ruang kerja isinya buku semua,” kata Priyani.
Sementara di lantai dua terdapat ruang keluarga, ruang tengah lantai dua, serta empat kamar yaitu kamar utama dan tiga kamar anak. Di ruang keluarga terdapat sebuah sudut, lengkap dengan keberadaan komputer serta buku-buku. ”Di sini ruang favorit saya. Biasanya saya gunakan untuk mengerjakan tulisan,” tutup Hardin.
Ema malini
Sama seperti kebanyakan pekerja profesional lain, Hardin sapaan sang profesor juga kerap membawa pekerjaannya ke rumah.
”Tak terelakkan, kadang rumah menjadi tempat bekerja juga, tempat menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan,” kata pria yang juga menjabat posisi Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia kepada KORAN SINDO saat dikunjungi dikediamannya, kawasan Perumahan Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Memilih berdomisili di Bogor, selain karena profesi Hardin sebagai dosen IPB, juga lantaran hawa Kota Hujan yang sejuk. Sebelum menempati kediamannya saat ini, Hardin dan keluarga tinggal di kawasan Laladon, masih di wilayah Bogor. Berasal dari keluarga besar, Hardin menginginkan hunian dan ruang yang lebih lapang agar leluasa untuk kumpul-kumpul.
Oleh karenanya, mereka pun menjual rumah di Laladon dan pindah ke Taman Yasmin. Akses yang mudah ke mana-mana, lingkungan nan hijau, serta jauh dari jalan umum membuat keluarga ini menjatuhkan pilihan untuk membeli sebuah hunian di perumahan ini. ”Mendapatkan rumah ini penuh perjuangan. Entah ini rumah yang ke berapa puluh kali kami lihat,” ujar pria kelahiran Pekanbaru, 7 Agustus ini.
”Kami hunting sendiri sampai hampir satu tahun baru bertemu rumah ini,” timpal sang istri, Priyani. Pasangan yang menikah pada 1986ini membeli hunian mereka dalam bentuk rumah jadi. Untuk memaksimalkan fungsi ruang agar lebih leluasa, perombakan pun dilakukan. Bagian belakang yang awalnya berupa lahan diubah menjadi ruang plong yang difungsikan sebagai ruang makan dan dapur bersih.
Di ruangan ini pula acara kumpul-kumpul keluarga biasa dilakukan. Seperti didefinisikan oleh si empunya rumah, ”atap bercengkerama” alias rumah untuk berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga. ”Di rumah ini lebih diutamakan space untuk kumpul-kumpul. Jadi, tidak banyak kamar,” ucap Hardin.
Demi efisiensi pemanfaatan ruang, Hardin mendesain celah bawah tangga menjadi lemari kaca tempat penyimpanan beragam suvenir yang ia beli di luar negeri. Ada juga space kaca menyerupai jendela di bordes tangga untuk meletakkan suvenir lain. Sirkulasi udara dan cahaya turut mendapat perhatian cukup besar di dalam griya ini. Hal itu diupayakan demi efisiensi energi.
Di belakang rumah terdapat ruang terbuka yang difungsikan sebagai tempat meletakkan pot, serta penggunaan jendela berkaca agar cahaya matahari dapat leluasa masuk ke dalam rumah. Dengan begitu, penggunaan lampu bisa diminimalisasi dan tanpa pendingin ruangan pun udara tetap sejuk. Ditambah lagi dengan adanya tetumbuhan di taman depan menambah keteduhan griya Hardin.
Hardin mengatakan, untuk urusan penataan yang mendetail seperti tata letak, furnitur, dan interior lebih banyak ditangani oleh sang istri. Pasalnya, Priyani memang menyenangi pekerjaan yang berkaitan dengan desain interior. Saat dulu merombak rumah ini, lanjut Hardin, dirinya tidak memakai jasa konsultan arsitektur. ”Kalau saya ke luar negeri, istri pesannya majalah interior,” ucap akademikus yang pernah menimba ilmu di University of Queensland, Brisbane, Australia ini. Jika interior lebih mengandalkan sentuhan tangan istri, bagian Hardin yaitu mendesain taman dan pagar.
”Pagar dulu lebih rendah sehingga mudah dilompati. Sekarang dibuat lebih tinggi, yang penting aman,”. Hunian bertingkat ini berkonsep mediterania. Hal tersebut tampak dari bentuk pintu yang melengkung serta pemilihan warna terakota khas gaya mediterania. ”Pada saat itu kan trend -nya sedang mediterania. Sekarang berencana ubah ke minimalis modern. Sekarang masih tahap pencarian tempat tinggal sementara selagi direnovasi,” ujar ibu tiga anak ini.
Griya dengan luas bangunan 340 meter persegi (m2) dan luas tanah 250 m2 ini ditempati oleh Hardin, istri, serta dua anak mereka, Anggie dan Ameria. Sementara, anak laki-laki mereka, Azrie, tengah bekerja di Bali. Di lantai satu terdapat ruang tamu, ruang makan, perpustakaan, dan dapur. Uniknya, perpustakaan ini awalnya merupakan ruang kerja Hardin. ”Berhubung beliau seorang dosen, jadi bukunya di mana-mana. Nah, sekarang ruang kerja isinya buku semua,” kata Priyani.
Sementara di lantai dua terdapat ruang keluarga, ruang tengah lantai dua, serta empat kamar yaitu kamar utama dan tiga kamar anak. Di ruang keluarga terdapat sebuah sudut, lengkap dengan keberadaan komputer serta buku-buku. ”Di sini ruang favorit saya. Biasanya saya gunakan untuk mengerjakan tulisan,” tutup Hardin.
Ema malini
(ars)