Anggaran Industri Pertahanan Belum Ideal

Rabu, 05 November 2014 - 17:23 WIB
Anggaran Industri Pertahanan Belum Ideal
Anggaran Industri Pertahanan Belum Ideal
A A A
JAKARTA - Rendahnya alokasi anggaran pertahanan Indonesia dinilai menjadi salah satu faktor penyebab lemahnya dalam memproduksi alat keamanan dan pertahanan. Karena itu, pemerintah diharapkan bisa memberi ruang yang besar untuk pengembangan dan meningkatkan industri pertahanan secara mandiri.

Pernyataan ini dilontarkan Silmy Karim saat peluncuran bukunya yang berjudul Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia di Kampus Paramadina Graduate School, Gedung Energy Tower SCBD, Jakarta, kemarin. Dalam buku setebal 400 halaman itu, Silmy mencoba mengungkapkan berbagai aspek strategis industri pertahanan di Indonesia dan luar negeri.

Dia melihat pemerintah sudah berkomitmen untuk mendukung industri pertahanan. Dukungan ini terlihat dari besarnya anggaran pertahanan yang mencapai Rp84 triliun. Apalagi, setelah lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. ”Mulai ada perbaikan, anggaran pun meningkat kalau dibandingkan tahun lalu. Dan ini potensi awal bagi bangkitnya industri pertahanan. Tentunya diharapkan buku ini dapat membantu para penentu kebijakan di pemerintahan dalam mewujudkan cita-cita kemandirian industri pertahanan nasional,” ungkap Silmy.

Meski sudah mengalami kenaikan anggaran, menurut Silmy tetap saja pengalokasian untuk pengadaan alat keamanan dan pertahanan hanya sekitar 0,8% jika dikomparasi dengan produk domestik bruto (PDB). Karena itu, dia berharap pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nanti bisa mengalokasikan 2% PDB untuk penyerapan dan strategi pertumbuhan industri pertahanan.

Silmy melanjutkan, dampak majunya industri pertahanan dalam negeri justru bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan memproduksi serta membeli produk dalam negeri maka bisa menghemat devisa, adanya pemasukan pajak, dan terbukanya lowongan pekerjaan.

Peluncuran buku tersebut dihadir Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebagai keynote speaker, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan sebagai pembicara, sertaDekanFakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Firmanzah, dan mantan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Hadir juga KSAL Marsekal Marsetio.

Ryamizard sepakat dengan pendapat Silmy yang menyatakan bahwa pengadaan alat pertahanan memerlukan teknologi tinggi dan mahal. Dia pun mengakui diperlukan anggaran yang besar untuk mengakomodasi kebutuhan, khususnya memasukkan teknologi dalam industri pertahanan.

Karena itu, Menhan menyatakan pemerintah akan mendorong penguatan industri pertahanan dalam negeri sehingga bisa memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) tanpa bergantung dari luar. Dorongan ini akan dibuktikan dengan perhatian besar pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Apalagi, ujarnya, industri pertahanan telah dikuatkan dalam UU.

Menurut Ryamizard, keberhasilan industri pertahanan dalam negeri dapat dilihat dari lahirnya Panser Anoa produksi PT Pindad dan kapal cepat rudal produksi PT PAL. ”Pemerintah akan memberikan perhatian serius terhadap perkembangan pertahanan. Hal ini diwujudkan dengan beberapa program dan dukungan anggaran harus ditingkatkan bagi lahirnya inovasi baru peralatan TNI,” ungkap Ryamizard.

Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, pemerintah memang harus memberikan perhatian dan dukungan khususnya memperbesar alokasi anggaran pertahanan. Pemerintah, ujarnya, harus bijak melihat kebutuhan ideal dan realitas yang bisa diberikan untuk mendukung penguatan alutsista, sebab kebutuhan tentara secara idealisme tidak bisa dikurangi dari postur yang seharusnya. ”TNI memerlukan peralatan tapi anggaran hanya kecil, jadi perbedaan ini signifikan dan harus dijembatani pemerintah,” tandasnya.

Sementara itu, Anies menyatakan yang paling penting untuk menumbuhkan industri pertahanan adalah menumbuhkan kesadaran tentang ketahanan nasional. Pasalnya, ketika berbicara mengenai ketahanan tidak bisa hanya dilimpahkan pada institusi yang secara konstitusi diberi kewenangan. Rasa tanggung jawab juga harus ditumbuhkan pada setiap warga negara Indonesia.

Nurul adriyana
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6136 seconds (0.1#10.140)