Pemanfaatan Energi Nuklir Tak Meniadakan Energi Fosil
A
A
A
YOGYAKARTA - Meski belum dilaksanakan, pemanfaatan energi nuklir dijamin tak akan meniadakan penggunaan energi fosil yang selama ini telah dilakukan. Keberadaan sumber energi nuklir justru akan membantu karena tidak semua kebutuhan energi bisa dipenuhi energi fosil.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Jazi Eko Istiyanto di sela pelaksanaan Asian-Europe Meeting (ASEM) di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta, Selasa (4/11/2014).
"Setidaknya, 5% dari kebutuhan energi nasional ini terpenuhi dari nuklir saja itu sudah cukup baik. Dan meski sampai saat ini masih belum disetujui penggunaan nuklir sebagai sumber energi melalui pendirian PLTN, tapi kami yakin rumusan ini sudah ada dalam kebijakan energi nasional," ujarnya.
Untuk itu, BAPETEN masih harus banyak belajar dari pengalaman pemanfaatan nuklir di negara lain. Melalui ASEM itulah pembelajaran dari pengalaman terbaik negara lain mengelola nuklir bisa diperoleh.
Keikutsertaan Indonesia sendiri dalam ASEM ialah sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk memajukan kerja sama di bidang keselamatan nuklir.
"Salah satu isu yang dibahas memang terkait keamanan nuklir. Dan yang terpenting ialah pembentukan sistem pengawasan nuklir yang efektif serta upaya memajukan isu keselamatan nuklir agar menjadi prioritas dalam kebijakan pemanfaatan tenaga nuklir."
"Selain itu, ditekankan pula pentingnya kerja sama internasional, termasuk dalam kerangka untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam rangka memperkuat sistem pengawasan nuklir," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir BAPETEN Khoirul Huda menuturkan, berawal dari prinsip keselamatan nuklir, tanggung jawab penggunaan nuklir menjadi tanggung jawab semua pihak, bahkan akan melibatkan negara-negara lainnya.
Karenanya, tukar pengalaman dan pengetahuan akan keselamatan nuklir perlu dilakukan agar masyarakat Indonesia pun bisa teryakini dalam pemanfaatannya.
"Dan kami sendiri selalu memegang teguh prinsip sosialisasi keamanan nuklir yakni efektivitas, transparansi dan berkelanjutan. Dan kesiapsiagaan nuklir ini tidak hanya dibangun pada lingkup regional saja, tapi harus dibangun secara nasional," imbuhnya.
Diungkapkan Khoirul, investasi awal untuk PLTN memang tergolong mahal. Hal tersebut menurutnya juga menjadi salah satu kendala belum turunnya izin pendirian PLTN di Indonesia.
Namun dari segi operasional, PLTN dinilai jauh lebih murah dibanding energi fosil. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir tidak merusak udara karena memiliki nol emisi.
"Belum bisanya kepemilikan PLTN di Indonesia terkendala utama pada izin dari pemerintah. Alasan ketakutan masyarakat masih saja menjadi alasan pemerintah. Namun demikian kesiapsiagaan nuklir akan terus dilakukan oleh BAPETEN," tuturnya.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Jazi Eko Istiyanto di sela pelaksanaan Asian-Europe Meeting (ASEM) di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta, Selasa (4/11/2014).
"Setidaknya, 5% dari kebutuhan energi nasional ini terpenuhi dari nuklir saja itu sudah cukup baik. Dan meski sampai saat ini masih belum disetujui penggunaan nuklir sebagai sumber energi melalui pendirian PLTN, tapi kami yakin rumusan ini sudah ada dalam kebijakan energi nasional," ujarnya.
Untuk itu, BAPETEN masih harus banyak belajar dari pengalaman pemanfaatan nuklir di negara lain. Melalui ASEM itulah pembelajaran dari pengalaman terbaik negara lain mengelola nuklir bisa diperoleh.
Keikutsertaan Indonesia sendiri dalam ASEM ialah sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk memajukan kerja sama di bidang keselamatan nuklir.
"Salah satu isu yang dibahas memang terkait keamanan nuklir. Dan yang terpenting ialah pembentukan sistem pengawasan nuklir yang efektif serta upaya memajukan isu keselamatan nuklir agar menjadi prioritas dalam kebijakan pemanfaatan tenaga nuklir."
"Selain itu, ditekankan pula pentingnya kerja sama internasional, termasuk dalam kerangka untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam rangka memperkuat sistem pengawasan nuklir," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Pengkajian Keselamatan Nuklir BAPETEN Khoirul Huda menuturkan, berawal dari prinsip keselamatan nuklir, tanggung jawab penggunaan nuklir menjadi tanggung jawab semua pihak, bahkan akan melibatkan negara-negara lainnya.
Karenanya, tukar pengalaman dan pengetahuan akan keselamatan nuklir perlu dilakukan agar masyarakat Indonesia pun bisa teryakini dalam pemanfaatannya.
"Dan kami sendiri selalu memegang teguh prinsip sosialisasi keamanan nuklir yakni efektivitas, transparansi dan berkelanjutan. Dan kesiapsiagaan nuklir ini tidak hanya dibangun pada lingkup regional saja, tapi harus dibangun secara nasional," imbuhnya.
Diungkapkan Khoirul, investasi awal untuk PLTN memang tergolong mahal. Hal tersebut menurutnya juga menjadi salah satu kendala belum turunnya izin pendirian PLTN di Indonesia.
Namun dari segi operasional, PLTN dinilai jauh lebih murah dibanding energi fosil. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir tidak merusak udara karena memiliki nol emisi.
"Belum bisanya kepemilikan PLTN di Indonesia terkendala utama pada izin dari pemerintah. Alasan ketakutan masyarakat masih saja menjadi alasan pemerintah. Namun demikian kesiapsiagaan nuklir akan terus dilakukan oleh BAPETEN," tuturnya.
(kri)