Dua WNI Dibunuh Bankir Inggris di Hong Kong
A
A
A
HONG KONG - Dua perempuan warga negara Indonesia (WNI) dibunuh secara keji oleh seorang warga Inggris, Rurik Jutting, 29, di Hong Kong. Pria yang pernah bekerja sebagai pialang sekuritas di Bank of America Merrill Lynch itu kemarin didakwa di Pengadilan Hong Kong untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Data pengadilan mengungkapkan salah satu korban pembunuhan adalah WNI bernama Sumarti Ningsih yang dibunuh pada 27 Oktober. Adapun satu perempuan lainnya dibunuh pada 1 November. Informasi yang berkembang, dia diduga Seneng Mujiasih asal Sulawesi. Sayangnya, pengadilan tidak menjelaskan bagaimana mereka dibunuh. ”Kedua perempuan itu merupakan warga negara Indonesia,” kata Pangky Saputra, wakil konsul di Konsulat Jenderal Indonesia di Hong Kong, seperti dikutip CNN.
Pernyataan itu dikuatkan oleh Chalief Akbar, Konsul Jenderal Indonesia di Hong Kong. Menurutnya, kedua korban pembunuhan merupakan WNI. ”Kita masih menunggu konfirmasi dari polisi,” tutur Chalief kepada AFP.
Para konsulat di Hong Kong mengungkapkan, Ningsih, 25, masuk ke Hong Kong dengan visa turis dan overstay selama satu bulan.
”Berdasarkan stempel di paspornya, dia (Ningsih) datang ke Hong Kong pada 1 September,” kata Deputi Konsul Jenderal Rafail Walangitan. Dia menambahkan, Ningsih diduga seharusnya meninggalkan Hong Kong pada awal Oktober lalu.
Dari Jakarta, Michael Tene, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, juga memastikan adanya WNI yang tewas dibunuh pria asal Inggris di Hong Kong itu. ”Satu korban perempuan lainnya masih dikonfirmasi kewarganegaraannya,” kata Tene kepada para jurnalis di Kantor Kemenlu di Jakarta. Saat ini, Kemenlu sedang berusaha memberitahukan musibah ini ke pihak keluarga yang ada di Indonesia. Michael mengatakan pihaknya memastikan bahwa satu dari dua korban pembunuhan di Hong Kong menggunakan visa turis.
Sementara itu, si pembunuh, Jutting, sebelumnya menghubungi polisi untuk datang ke lantai 31 apartemennya di Distrik Wanchai pada Sabtu dini hari (1/11). Selanjutnya polisi menemukan seorang perempuan telanjang dengan luka di lehernya akibat pisau serta terbaring di ruang keluarga. Adapun jenazah perempuan lainnya ditemukan membusuk di dalam koper yang berada di balkon. Polisi menduga kedua korban itu adalah pekerja seks komersial (PSK).
South China Morning Post melaporkan, polisi juga memeriksa ribuan foto yang berada di dalam ponsel Jutting. Beberapa foto di antaranya menunjukkan salah satu jenazah yang dibungkus karpet di dalam koper diletakkan di balkon apartemen. Beberapa petugas kepolisian mengungkapkan, belatung juga telah ditemukan pada jenazah yang disembunyikan di dalam koper.
”Jenazah itu sepertinya seseorang yang telah meninggal (dibunuh) untuk beberapa waktu lalu,” kata komandan polisi distrik, Wan Siu-hung. Dugaan itu dikuatkan oleh seorang warga yang tinggal di apartemen bahwa dia juga mencium bau yang aneh. ”Seperti bau jenazah,” kata seorang pria yang enggan disebutkan namanya.
Jutting tidak menunjukkan emosi penyesalan atau kemarahan ketika diajukan ke pengadilan di Wanchai. Saat tiba di pengadilan, dia mengenakan kaus dan kacamata tebal. Jutting dua kali mengiyakan saat ditanya petugas apakah dirinya mengetahui sedang didakwa membunuh di pengadilan. ”Saya melakukannya,” katanya saat ditanya petugas pengadilan. Dia juga menolak mengajukan pembelaan diri dalam sidang pertama itu. Selanjutnya dia akan dijebloskan ke penjara menunggu sesi persidangan berikutnya pada Senin (10/10) mendatang.
Dalam sidang yang berlangsung 15 menit, pengacara Jutting, Martyn Richmond, mengeluhkan bahwa kliennya menolak menghubungi konsuler Inggris selama 36 jam untuk mendapatkan bantuan pengacara. Dalam persidangan itu, Jutting tidak pula mengajukan jaminan. ”Sebelum disidang, Jutting diinterogasi tujuh kali selama beberapa jam,” kata Richmond seperti dikutip Reuters.
Sementara itu, Jutting dipercaya telah keluar dari pekerjaannya di Bank of America Merrill Lynch. ”Kita memiliki karyawan dengan nama itu. Tapi dia baru saja keluar dari perusahaan,” kata juru bicara Bank of America Merrill Lynch di Hong Kong, Paul Scanlon. Namun, dia tidak menjelaskan apakah Jutting mengundurkan diri atau dipecat dari pekerjaannya. Dalam profil Jutting pada akun Linkedin, dia bekerja di Bank of America Merrill Lynch sejak Juli 2013. Sebelumnya, dia bekerja di departemen yang sama di London.
Siapa sebenarnya Jutting? Dia merupakan alumnus jurusan sejarah dan hukum di Universitas Cambridge. Dia ternyata juga pernah menjadi siswa di sekolah elite di Inggris, Winchester College. Seorang kawan dekat Jutting mengungkapkan, dia merupakan orang yang memiliki prestasi yang bagus. ”Dia terlihat seperti lelaki normal dan ambisius,” tutur salah satu kawannya yang enggan disebutkan namanya kepada AFP. Seorang kawannya ketika di Winchester College lainnya mengungkapkan Jutting terkesan kaku dalam bersosialisasi.
Pembunuhan itu cukup mengejutkan Hong Kong. Kasus kejahatan di kota yang berpenduduk 7 juta jiwa ini relatif rendah. Hanya 14 kasus pembunuhan terjadi dalam enam bulan pertama tahun ini. Apalagi, melihat pembunuhan itu dilakukan oleh Jutting yang menyewa apartemen senilai sekitar USD4.000 per bulan atau Rp48,44 juta di Wanchai. ”Itu sungguh mengejutkan karena kita tidak memperkirakan kasus ini terjadi di Hong Kong. Apalagi, pembunuhan ini terjadi di gedung di mana aku tinggal di sana,” kata seorang bankir, Mina Liu.
Saat dimintai konfirmasi terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cilacap Jawa Tengah Kosasih mengatakan, pihaknya kemarin telah menerima surat pemberitahuan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) atas meninggalnya seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Cilacap. Namanya Sumarti Ningsih, 25, asal Kecamatan Gandrungmangu.
Menurutnya, Sumarti Ningsih menjadi TKW di Hong Kong tidak melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Cilacap, tapi langsung di Jakarta. Dia berangkat pada 2010 dengan lama kontrak dua tahun atau sampai 2012."
Muh samil/Andika hm/Abdul malik mubarok
Data pengadilan mengungkapkan salah satu korban pembunuhan adalah WNI bernama Sumarti Ningsih yang dibunuh pada 27 Oktober. Adapun satu perempuan lainnya dibunuh pada 1 November. Informasi yang berkembang, dia diduga Seneng Mujiasih asal Sulawesi. Sayangnya, pengadilan tidak menjelaskan bagaimana mereka dibunuh. ”Kedua perempuan itu merupakan warga negara Indonesia,” kata Pangky Saputra, wakil konsul di Konsulat Jenderal Indonesia di Hong Kong, seperti dikutip CNN.
Pernyataan itu dikuatkan oleh Chalief Akbar, Konsul Jenderal Indonesia di Hong Kong. Menurutnya, kedua korban pembunuhan merupakan WNI. ”Kita masih menunggu konfirmasi dari polisi,” tutur Chalief kepada AFP.
Para konsulat di Hong Kong mengungkapkan, Ningsih, 25, masuk ke Hong Kong dengan visa turis dan overstay selama satu bulan.
”Berdasarkan stempel di paspornya, dia (Ningsih) datang ke Hong Kong pada 1 September,” kata Deputi Konsul Jenderal Rafail Walangitan. Dia menambahkan, Ningsih diduga seharusnya meninggalkan Hong Kong pada awal Oktober lalu.
Dari Jakarta, Michael Tene, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, juga memastikan adanya WNI yang tewas dibunuh pria asal Inggris di Hong Kong itu. ”Satu korban perempuan lainnya masih dikonfirmasi kewarganegaraannya,” kata Tene kepada para jurnalis di Kantor Kemenlu di Jakarta. Saat ini, Kemenlu sedang berusaha memberitahukan musibah ini ke pihak keluarga yang ada di Indonesia. Michael mengatakan pihaknya memastikan bahwa satu dari dua korban pembunuhan di Hong Kong menggunakan visa turis.
Sementara itu, si pembunuh, Jutting, sebelumnya menghubungi polisi untuk datang ke lantai 31 apartemennya di Distrik Wanchai pada Sabtu dini hari (1/11). Selanjutnya polisi menemukan seorang perempuan telanjang dengan luka di lehernya akibat pisau serta terbaring di ruang keluarga. Adapun jenazah perempuan lainnya ditemukan membusuk di dalam koper yang berada di balkon. Polisi menduga kedua korban itu adalah pekerja seks komersial (PSK).
South China Morning Post melaporkan, polisi juga memeriksa ribuan foto yang berada di dalam ponsel Jutting. Beberapa foto di antaranya menunjukkan salah satu jenazah yang dibungkus karpet di dalam koper diletakkan di balkon apartemen. Beberapa petugas kepolisian mengungkapkan, belatung juga telah ditemukan pada jenazah yang disembunyikan di dalam koper.
”Jenazah itu sepertinya seseorang yang telah meninggal (dibunuh) untuk beberapa waktu lalu,” kata komandan polisi distrik, Wan Siu-hung. Dugaan itu dikuatkan oleh seorang warga yang tinggal di apartemen bahwa dia juga mencium bau yang aneh. ”Seperti bau jenazah,” kata seorang pria yang enggan disebutkan namanya.
Jutting tidak menunjukkan emosi penyesalan atau kemarahan ketika diajukan ke pengadilan di Wanchai. Saat tiba di pengadilan, dia mengenakan kaus dan kacamata tebal. Jutting dua kali mengiyakan saat ditanya petugas apakah dirinya mengetahui sedang didakwa membunuh di pengadilan. ”Saya melakukannya,” katanya saat ditanya petugas pengadilan. Dia juga menolak mengajukan pembelaan diri dalam sidang pertama itu. Selanjutnya dia akan dijebloskan ke penjara menunggu sesi persidangan berikutnya pada Senin (10/10) mendatang.
Dalam sidang yang berlangsung 15 menit, pengacara Jutting, Martyn Richmond, mengeluhkan bahwa kliennya menolak menghubungi konsuler Inggris selama 36 jam untuk mendapatkan bantuan pengacara. Dalam persidangan itu, Jutting tidak pula mengajukan jaminan. ”Sebelum disidang, Jutting diinterogasi tujuh kali selama beberapa jam,” kata Richmond seperti dikutip Reuters.
Sementara itu, Jutting dipercaya telah keluar dari pekerjaannya di Bank of America Merrill Lynch. ”Kita memiliki karyawan dengan nama itu. Tapi dia baru saja keluar dari perusahaan,” kata juru bicara Bank of America Merrill Lynch di Hong Kong, Paul Scanlon. Namun, dia tidak menjelaskan apakah Jutting mengundurkan diri atau dipecat dari pekerjaannya. Dalam profil Jutting pada akun Linkedin, dia bekerja di Bank of America Merrill Lynch sejak Juli 2013. Sebelumnya, dia bekerja di departemen yang sama di London.
Siapa sebenarnya Jutting? Dia merupakan alumnus jurusan sejarah dan hukum di Universitas Cambridge. Dia ternyata juga pernah menjadi siswa di sekolah elite di Inggris, Winchester College. Seorang kawan dekat Jutting mengungkapkan, dia merupakan orang yang memiliki prestasi yang bagus. ”Dia terlihat seperti lelaki normal dan ambisius,” tutur salah satu kawannya yang enggan disebutkan namanya kepada AFP. Seorang kawannya ketika di Winchester College lainnya mengungkapkan Jutting terkesan kaku dalam bersosialisasi.
Pembunuhan itu cukup mengejutkan Hong Kong. Kasus kejahatan di kota yang berpenduduk 7 juta jiwa ini relatif rendah. Hanya 14 kasus pembunuhan terjadi dalam enam bulan pertama tahun ini. Apalagi, melihat pembunuhan itu dilakukan oleh Jutting yang menyewa apartemen senilai sekitar USD4.000 per bulan atau Rp48,44 juta di Wanchai. ”Itu sungguh mengejutkan karena kita tidak memperkirakan kasus ini terjadi di Hong Kong. Apalagi, pembunuhan ini terjadi di gedung di mana aku tinggal di sana,” kata seorang bankir, Mina Liu.
Saat dimintai konfirmasi terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cilacap Jawa Tengah Kosasih mengatakan, pihaknya kemarin telah menerima surat pemberitahuan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) atas meninggalnya seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Cilacap. Namanya Sumarti Ningsih, 25, asal Kecamatan Gandrungmangu.
Menurutnya, Sumarti Ningsih menjadi TKW di Hong Kong tidak melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Cilacap, tapi langsung di Jakarta. Dia berangkat pada 2010 dengan lama kontrak dua tahun atau sampai 2012."
Muh samil/Andika hm/Abdul malik mubarok
(bbg)