Hunian Joglo-Eklektik
A
A
A
Mengusung konsep resort, Irfan Hakim ingin menghadirkan suasana nyaman, asri, sekaligus menenangkan dalam huniannya. Rumah gaya joglo lantas dipilihnya, dipadu dengan aneka barang antik dan etnik yang berasal dari sejumlah daerah di Nusantara.
Bagi Irfan, rumah merupakan tempat persinggahan terakhir setelah menjalani serangkaian rutinitas. Tempat untuk beristirahat dan rileks.
Fungsi utama lain yaitu sebagai tempat berkumpul dan menghabiskan waktu bersama orang-orang tersayang. ”Saya tidak ingin home sweet home hanya menjadi jargon. Oleh karena itu, saya membangun home, bukan house,” ujar Irfan kepada KORAN SINDO saat dijumpai di kediamannya di kawasan Jatiwaringin, Bekasi, beberapa waktu lalu. Seperti telah disebutkan, rumah ini mengusung konsep resort.
Suasana tersebut tecermin lewat bangunan utama yang didominasi material kayu dan bata merah, taman berkarpet rerumputan lengkap dengan aneka tumbuhan hijau, kicau burung perkutut, gemericik air dari kolam ikan, hingga pemilihan furnitur antik yang banyak mengisi ruangruang di rumah ini. ”Saya dan keluarga kalau sedang libur bisa seharian diam di rumah. Jadi, home sweet home benar-benar kami rasakan,” kata entertainer kelahiran Bandung, 15 Oktober 1975 ini. Griya yang dibangun di atas lahan seluas 680 meter persegi (m2) ini mulai dihuni Irfan dan keluarga sejak Mei 2013.
Meski baru 1,5 tahun mendiami rumah ini, Irfan merasa sudah tinggal sejak lama. Hal itu dikarenakan adanya nuansa rumah zaman dulu yang seolah menjadi ”nyawa” dalam hunian ini. Irfan mengatakan, 90% isi dalam rumahnya merupakan barang bekas. Demi mendapatkan benda-benda antik yang kini menghiasi kediamannya, Irfan kerap hunting ke pasar loak, ”bergaul” dengan komunitas tertentu, atau ada juga barang yang berasal dari bongkaran rumah lama.
”Saya suka segala sesuatu yang antik, karena antik itu long lasting,” ujar alumnus IAIN Sunan Gunung Djati ini. Sebut saja rumah joglo yang ia dapatkan saat berpelesir ke daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Atau, daun pintu dan jendela yang dia dapatkan saat ada bongkaran bangunan Belanda. Kesan kuno juga tampak dari gebyok, lampu, kursi, dan tegel, serta beragam pajangan rumah seperti setrika kuno, lukisan antik, hingga frame foto dengan kaca cembung. Unsur etnik juga mewarnai hunian Irfan dengan adanya kain-kain etnis Indonesia yang difungsikan sebagai taplak, motif sarung bantal sofa, ataupun dudukan sofa.
Demi menghindari kesan spookypada huniannya, Irfan menambahkan ornamen berupa kandang burung perkutut di teras depan, samping rumah, dan teras belakang. Bagi Irfan, ada kebanggaan tersendiri dalam membangun dan mengisi rumah dengan barang bekas. Apalagi, barang bekas tersebut merupakan karya seni leluhur bangsa yang berusia ratusan tahun. ”Begitu pulang ke rumah, saya ingin merasakan suasana tanah kelahiran saya, Indonesia. Jadi, yainilah rumah saya,” ujar Irfan. Fasad griya ini menunjukkan seperti gabungan dua rumah dengan gaya berbeda, yakni tradisional dan eklektik, padahal satu. Peralihan gaya tradisional ke elektik tampak dari aksen bata ekspos yang dipadukan dengan ukiran.
”Batu bata merah ekspos menjadi benang merahnya,” kata Irfan. Rumah joglo dibangun lebih tinggi layaknya rumah panggung agar menimbulkan kesan agung. Pintu utamanya merupakan gebyok sepanjang sembilan meter. Memasuki rumah, terdapat ruang plong yang berisi kursi-kursi di setiap sudut. Dengan begitu, tamu bebas memilih duduk di spot mana saja. ”Rumah ini terdiri dari lima lantai, tapi jarak antarlantainya pendek. Jadi, tidak kelihatan tinggi,” ucap peraih penghargaan Presenter Infotainment Favorit Panasonic Gobel Awards 2013 ini.
Teras depan rumah dan ruang televisi menjadi area favorit ayah empat anak ini. Di teras depan ia biasa membaca koran atau buku, ditemani kicau burung perkutut sambil menikmati hembusan angin sepoi-sepoi. ”Kalau sama anak-anak di ruangan televisi,” tuturnya. Lahan seluas 680 m2 dibeli Irfan pada 2004 sebagai bentuk investasi, sementara dia memilih tinggal di apartemen. Pada 2007 Irfan menikah dan tetap tinggal di apartemen sampai memiliki anak pertama.
Begitu sang istri, Della, hamil anak kedua dan ternyata kembar, Irfan merasa butuh rumah yang lebih luas. Namun, untuk tinggal di daerah Bekasi, ia masih ragu. Takut begitu lahan itu dibangun, ternyata keluarga tidak betah. Oleh karenanya, Irfan menjajal tinggal di kawasan tersebut dengan membeli sebuah rumah. Setelah merasa betah, pembangunan lahan itu pun dimulai.
”Saya termasuk orang yang mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan kebutuhan. Rumah ini diniatkan sebagai rumah masa depan saya dan keluarga. Jadi, suasana dan lingkungan rumah harus diperhatikan,” ucap Irfan.
Irfan mengatakan, proses pembangunan rumahnya masih berlangsung. Kini, luas keseluruhan lahan mencapai 1.000 m2. Irfan memiliki mimpi untuk mempunyai mini zoo di kediamannya. Saat ini ia punya lebih dari 100 ekor hewan peliharaan seperti kelinci, ikan koi, burung, dan kura-kura.
Ema malini
Bagi Irfan, rumah merupakan tempat persinggahan terakhir setelah menjalani serangkaian rutinitas. Tempat untuk beristirahat dan rileks.
Fungsi utama lain yaitu sebagai tempat berkumpul dan menghabiskan waktu bersama orang-orang tersayang. ”Saya tidak ingin home sweet home hanya menjadi jargon. Oleh karena itu, saya membangun home, bukan house,” ujar Irfan kepada KORAN SINDO saat dijumpai di kediamannya di kawasan Jatiwaringin, Bekasi, beberapa waktu lalu. Seperti telah disebutkan, rumah ini mengusung konsep resort.
Suasana tersebut tecermin lewat bangunan utama yang didominasi material kayu dan bata merah, taman berkarpet rerumputan lengkap dengan aneka tumbuhan hijau, kicau burung perkutut, gemericik air dari kolam ikan, hingga pemilihan furnitur antik yang banyak mengisi ruangruang di rumah ini. ”Saya dan keluarga kalau sedang libur bisa seharian diam di rumah. Jadi, home sweet home benar-benar kami rasakan,” kata entertainer kelahiran Bandung, 15 Oktober 1975 ini. Griya yang dibangun di atas lahan seluas 680 meter persegi (m2) ini mulai dihuni Irfan dan keluarga sejak Mei 2013.
Meski baru 1,5 tahun mendiami rumah ini, Irfan merasa sudah tinggal sejak lama. Hal itu dikarenakan adanya nuansa rumah zaman dulu yang seolah menjadi ”nyawa” dalam hunian ini. Irfan mengatakan, 90% isi dalam rumahnya merupakan barang bekas. Demi mendapatkan benda-benda antik yang kini menghiasi kediamannya, Irfan kerap hunting ke pasar loak, ”bergaul” dengan komunitas tertentu, atau ada juga barang yang berasal dari bongkaran rumah lama.
”Saya suka segala sesuatu yang antik, karena antik itu long lasting,” ujar alumnus IAIN Sunan Gunung Djati ini. Sebut saja rumah joglo yang ia dapatkan saat berpelesir ke daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Atau, daun pintu dan jendela yang dia dapatkan saat ada bongkaran bangunan Belanda. Kesan kuno juga tampak dari gebyok, lampu, kursi, dan tegel, serta beragam pajangan rumah seperti setrika kuno, lukisan antik, hingga frame foto dengan kaca cembung. Unsur etnik juga mewarnai hunian Irfan dengan adanya kain-kain etnis Indonesia yang difungsikan sebagai taplak, motif sarung bantal sofa, ataupun dudukan sofa.
Demi menghindari kesan spookypada huniannya, Irfan menambahkan ornamen berupa kandang burung perkutut di teras depan, samping rumah, dan teras belakang. Bagi Irfan, ada kebanggaan tersendiri dalam membangun dan mengisi rumah dengan barang bekas. Apalagi, barang bekas tersebut merupakan karya seni leluhur bangsa yang berusia ratusan tahun. ”Begitu pulang ke rumah, saya ingin merasakan suasana tanah kelahiran saya, Indonesia. Jadi, yainilah rumah saya,” ujar Irfan. Fasad griya ini menunjukkan seperti gabungan dua rumah dengan gaya berbeda, yakni tradisional dan eklektik, padahal satu. Peralihan gaya tradisional ke elektik tampak dari aksen bata ekspos yang dipadukan dengan ukiran.
”Batu bata merah ekspos menjadi benang merahnya,” kata Irfan. Rumah joglo dibangun lebih tinggi layaknya rumah panggung agar menimbulkan kesan agung. Pintu utamanya merupakan gebyok sepanjang sembilan meter. Memasuki rumah, terdapat ruang plong yang berisi kursi-kursi di setiap sudut. Dengan begitu, tamu bebas memilih duduk di spot mana saja. ”Rumah ini terdiri dari lima lantai, tapi jarak antarlantainya pendek. Jadi, tidak kelihatan tinggi,” ucap peraih penghargaan Presenter Infotainment Favorit Panasonic Gobel Awards 2013 ini.
Teras depan rumah dan ruang televisi menjadi area favorit ayah empat anak ini. Di teras depan ia biasa membaca koran atau buku, ditemani kicau burung perkutut sambil menikmati hembusan angin sepoi-sepoi. ”Kalau sama anak-anak di ruangan televisi,” tuturnya. Lahan seluas 680 m2 dibeli Irfan pada 2004 sebagai bentuk investasi, sementara dia memilih tinggal di apartemen. Pada 2007 Irfan menikah dan tetap tinggal di apartemen sampai memiliki anak pertama.
Begitu sang istri, Della, hamil anak kedua dan ternyata kembar, Irfan merasa butuh rumah yang lebih luas. Namun, untuk tinggal di daerah Bekasi, ia masih ragu. Takut begitu lahan itu dibangun, ternyata keluarga tidak betah. Oleh karenanya, Irfan menjajal tinggal di kawasan tersebut dengan membeli sebuah rumah. Setelah merasa betah, pembangunan lahan itu pun dimulai.
”Saya termasuk orang yang mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan kebutuhan. Rumah ini diniatkan sebagai rumah masa depan saya dan keluarga. Jadi, suasana dan lingkungan rumah harus diperhatikan,” ucap Irfan.
Irfan mengatakan, proses pembangunan rumahnya masih berlangsung. Kini, luas keseluruhan lahan mencapai 1.000 m2. Irfan memiliki mimpi untuk mempunyai mini zoo di kediamannya. Saat ini ia punya lebih dari 100 ekor hewan peliharaan seperti kelinci, ikan koi, burung, dan kura-kura.
Ema malini
(ars)