Perkuat Regulasi Wilayah Udara Nasional
A
A
A
JAKARTA - Pelanggaran hukum di wilayah udara Indonesia berupa masuknya pesawat asing tanpa izin harus segera diantisipasi.
Pasalnya, pelanggaran wilayah udara yang meningkat belakangan ini tak lepas dari lemahnya hukum yang ada. Pengamat intelijen dan pertahanan Susaningtyas Kertopati mengatakan, pemerintah harus waspada dan menyiapkan payung hukum untuk memperkuatnya. “Masa pesawat asing jelas-jelas masuk wilayah kita, hukumannya cuma denda USD6.000. Makanya, si pilot mau bayar saja denda pakai kartu kredit. Waduh , benar-benar dilecehkan,” ujarnya dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, jika dibandingkan dengan biaya operasional pesawat Sukhoi yang dipakai untuk melakukan intercept atau penyergapan, denda itu jauh lebih sedikit. “Regulasi kedirgantaraan kita harus dibenahi, termasuk denda itu,” ungkapnya. Penguatan regulasi ini untuk jangka pendek dinilai bisa mencegah terulangnya pelanggaran wilayah udara nasional. Sedangkan untuk jangka panjang, Nuning sapaan akrab Susaningtyas Kertopati, menilai Indonesia butuh penguatan pesawat tempur untuk benar-benar menjamin kedaulatan dirgantara.
“Kita perlu pesawat tempur sergap untuk bisa digelar paling tidak di tujuh pangkalan udara lagi, yaitu Medan, Natuna, Tarakan, Biak, Timika, Kupang, Jakarta. Kalau kita bisa menempatkan paling tidak satu flight pesawat tempur di situ setiap saat, saya yakin posisi tawar naik dengan deterrent power yang luar biasa,” jelas mantan anggota Komisi I DPR ini. Di samping itu, pemerintah juga harus segera menegosiasikan masalah flight information region (FIR) wilayah Kepulauan Riau yang kini dikuasai Singapura.
Meskipun diakui hal ini tidak mudah karena bukan hanya masalah bilateral, melainkan juga ada keterlibatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Sebelumnya, pesawat Sukhoi TNI Angkatan Udara melakukan penyergapan dan force down (memaksa mendarat) pesawat sipil di Pontianak. Ini merupakan yang kedua dalam satu minggu terakhir. Sebelumnya force down terjadi di Manado. Beberapa bulan lalu, penyergapan juga pernah dilakukan di Balikpapan oleh Sukhoi Su- 27/30 dan di Medan oleh F-16 Fighting Falcon.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto menjelaskan, pesawat sipil jenis Beechcraft 9L dengan nomor ekor VH-PFK rute penerbangan Cebu (Filipina) ke Seletar (Singapura), melintas tanpa izin di wilayah udara Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (28/10) pagi. Penerbangan ini dikendalikan oleh air traffic control (ATC) Singapura.
Pesawat yang terbang di ketinggian 20.000- 25.000 kaki dengan kecepatan 250-350 knot tertangkap radar pertahanan udara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyergapan. Pada hari yang sama, kebetulan sedang berlangsung latihan Pertahanan Udara Nasional (Hanudnas) “Tutuka” di wilayah Riau. Selanjutnya diperintahkan dua unit Sukhoi 27/30 Flanker TNI AU untuk melakukan penyergapan di atas Laut China Selatan wilayah Natuna.
Penerbangan Sukhoi dengan call sign Klewang Flight ini terdiri dari pesawat TS 3008 dengan pilot Letkol Pn David Tamboto/Kapt Pnb Fauzi dan TS 2704 dengan penerbang Kapt Pnb Gusti. “Take off dari Batam menuju sasaran, namun pesawat tidak terkejar karena jarak sudah jauh,” katanya kemarin.
Fefy dwi haryanto
Pasalnya, pelanggaran wilayah udara yang meningkat belakangan ini tak lepas dari lemahnya hukum yang ada. Pengamat intelijen dan pertahanan Susaningtyas Kertopati mengatakan, pemerintah harus waspada dan menyiapkan payung hukum untuk memperkuatnya. “Masa pesawat asing jelas-jelas masuk wilayah kita, hukumannya cuma denda USD6.000. Makanya, si pilot mau bayar saja denda pakai kartu kredit. Waduh , benar-benar dilecehkan,” ujarnya dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, jika dibandingkan dengan biaya operasional pesawat Sukhoi yang dipakai untuk melakukan intercept atau penyergapan, denda itu jauh lebih sedikit. “Regulasi kedirgantaraan kita harus dibenahi, termasuk denda itu,” ungkapnya. Penguatan regulasi ini untuk jangka pendek dinilai bisa mencegah terulangnya pelanggaran wilayah udara nasional. Sedangkan untuk jangka panjang, Nuning sapaan akrab Susaningtyas Kertopati, menilai Indonesia butuh penguatan pesawat tempur untuk benar-benar menjamin kedaulatan dirgantara.
“Kita perlu pesawat tempur sergap untuk bisa digelar paling tidak di tujuh pangkalan udara lagi, yaitu Medan, Natuna, Tarakan, Biak, Timika, Kupang, Jakarta. Kalau kita bisa menempatkan paling tidak satu flight pesawat tempur di situ setiap saat, saya yakin posisi tawar naik dengan deterrent power yang luar biasa,” jelas mantan anggota Komisi I DPR ini. Di samping itu, pemerintah juga harus segera menegosiasikan masalah flight information region (FIR) wilayah Kepulauan Riau yang kini dikuasai Singapura.
Meskipun diakui hal ini tidak mudah karena bukan hanya masalah bilateral, melainkan juga ada keterlibatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Sebelumnya, pesawat Sukhoi TNI Angkatan Udara melakukan penyergapan dan force down (memaksa mendarat) pesawat sipil di Pontianak. Ini merupakan yang kedua dalam satu minggu terakhir. Sebelumnya force down terjadi di Manado. Beberapa bulan lalu, penyergapan juga pernah dilakukan di Balikpapan oleh Sukhoi Su- 27/30 dan di Medan oleh F-16 Fighting Falcon.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto menjelaskan, pesawat sipil jenis Beechcraft 9L dengan nomor ekor VH-PFK rute penerbangan Cebu (Filipina) ke Seletar (Singapura), melintas tanpa izin di wilayah udara Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (28/10) pagi. Penerbangan ini dikendalikan oleh air traffic control (ATC) Singapura.
Pesawat yang terbang di ketinggian 20.000- 25.000 kaki dengan kecepatan 250-350 knot tertangkap radar pertahanan udara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyergapan. Pada hari yang sama, kebetulan sedang berlangsung latihan Pertahanan Udara Nasional (Hanudnas) “Tutuka” di wilayah Riau. Selanjutnya diperintahkan dua unit Sukhoi 27/30 Flanker TNI AU untuk melakukan penyergapan di atas Laut China Selatan wilayah Natuna.
Penerbangan Sukhoi dengan call sign Klewang Flight ini terdiri dari pesawat TS 3008 dengan pilot Letkol Pn David Tamboto/Kapt Pnb Fauzi dan TS 2704 dengan penerbang Kapt Pnb Gusti. “Take off dari Batam menuju sasaran, namun pesawat tidak terkejar karena jarak sudah jauh,” katanya kemarin.
Fefy dwi haryanto
(ars)