Rusia Dukung Pemilu Tandingan
A
A
A
MOSKOW - Rusia siap mengakui hasil pemilu tandingan di Ukraina timur yang digelar kubu pemberontak pada 2 November mendatang.
Sebelumnya Ukraina telah menggelar pemilu parlemen pada Minggu (26/10) lalu. Sejauh ini kubu pemberontak menguasai wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur. ”Pemilu di Donetsk dan Luhansk akan menjadi hal penting untuk melegitimasi otoritas di sana (Ukraina timur),” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, dikutip BBC. Dia menambahkan, pemilu akan berjalan sesuai dengan apa yang disepakati. “Kita akan mengakui hasil pemilu itu,” ujarnya.
Menurut Lavrov, pemilu di Ukraina timur tetap sah meski tidak dilaksanakan di seluruh wilayah Ukraina. Pengakuan pemilu itu tidak akan memicu konflik internal atau memicu Ukraina terpisah menjadi timur dan barat. “Pengakuan itu merupakan upaya kita memfasilitasi persatuan di Ukraina,” katanya. Kendati demikian, Ukraina dan negara-negara Barat menyatakan pemilu kontroversial itu seharusnya tidak boleh digelar. Ukraina juga meminta Rusia menekan para pemberontak supaya tidak menggelar pemilu parlemen tandingan. Tapi, saran Kiev itu diabadikan Rusia.
“Dukungan Moskow terhadap pemilu yang digelar pemberontak akan mengabaikan proses perdamaian,” kata seorang diplomat Ukraina, Dmytro Kuleba, kepada AFP. Pengakuan Rusia terhadap pemilu di Ukraina timur, menurut Kuleba, bertentangan dengan kesepakatan perdamaian Minsk yang telah tercapai di Belarusia pada beberapa waktu lalu. Langkah Rusia akan memperlemah Rusia sebagai mitra internasional yang tepercaya.
Baik Kiev dan negara-negara anggota Uni Eropa menuding Rusia telah mempersenjatai pemberontak untuk mengamankan berlangsungnya pemilu parlemen itu. Pasukan Ukraina tidak mampu mengalahkan pemberontak pro- Rusia di timur karena canggihnya persenjataan dan dukungan langsung prajurit dari Moskow. Kesepakatan gencatan senjata yang berlangsung sejak 5 September lalu tidak berdampak besar. Masih banyak pelanggaran dan situasi tetap tidak kondusif.
Pada pemilu parlemen yang digelar pada Minggu (26/10) lalu, partai pro-Barat menjadi pemenang dan menguasai parlemen. Partai koalisi dari blok Presiden Ukraina Petro Poroshenko dan PM Arseny Yatseniuk meraih masing-masing lebih 21% suara. Namun, pemilu itu tidak digelar di Ukraina timur karena dikuasai pemberontak. Kiev membiarkan beberapa kursi perwakilan dari wilayah Ukraina timur tetap kosong sebagai bentuk pengakuan wilayah itu tetap masuk dalam teritorial Ukraina.
Dalam hal kerja sama pada masa depan dengan Ukraina setelah terbentuk parlemen baru, Rusia tetap optimistis. Parlemen Ukraina akan tetap membuka dialog. “Yang menguasai parlemen Ukraina adalah kubu Poroshenko yang merupakan mitra Rusia,” tutur Lavrov. Dia juga mengungkapkan, Poroshenko juga menyatakan komitmennya terhadap traktat Minsk dan tidak mengizinkan skenario militer terulang lagi. Traktat Minsk merupakan kesepakatan antara Ukraina dan Rusia dalam perundingan di ibu kota Belarusia pada beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Polandia kemarin merencanakan pengiriman pasukan dalam jumlah besar ke perbatasan timur negara itu yang berbatasan dengan Ukraina dan Rusia. Langkah Warsawa itu sebagai respons atas intervensi Rusia di Ukraina. “Kita ingin memperkuat unit militer kita di Polandia timur,” kata Menteri Luar Negeri Polandia Tomasz Siemoniak, dikutip Reuters. Mereka juga akan membangun infrastruktur. “Dampaknya dapat dilihat pada 2017 mendatang,” katanya.
Sebagai anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara), Polandia sangat khawatir jika menjadi target selanjut dalam ekspansi Kremlin setelah menganeksasi Crimea pada awal tahun ini. Apalagi, permainan Moskow di Ukraina timur juga cukup mengganggu Polandia.
Andika hendra m
Sebelumnya Ukraina telah menggelar pemilu parlemen pada Minggu (26/10) lalu. Sejauh ini kubu pemberontak menguasai wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur. ”Pemilu di Donetsk dan Luhansk akan menjadi hal penting untuk melegitimasi otoritas di sana (Ukraina timur),” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, dikutip BBC. Dia menambahkan, pemilu akan berjalan sesuai dengan apa yang disepakati. “Kita akan mengakui hasil pemilu itu,” ujarnya.
Menurut Lavrov, pemilu di Ukraina timur tetap sah meski tidak dilaksanakan di seluruh wilayah Ukraina. Pengakuan pemilu itu tidak akan memicu konflik internal atau memicu Ukraina terpisah menjadi timur dan barat. “Pengakuan itu merupakan upaya kita memfasilitasi persatuan di Ukraina,” katanya. Kendati demikian, Ukraina dan negara-negara Barat menyatakan pemilu kontroversial itu seharusnya tidak boleh digelar. Ukraina juga meminta Rusia menekan para pemberontak supaya tidak menggelar pemilu parlemen tandingan. Tapi, saran Kiev itu diabadikan Rusia.
“Dukungan Moskow terhadap pemilu yang digelar pemberontak akan mengabaikan proses perdamaian,” kata seorang diplomat Ukraina, Dmytro Kuleba, kepada AFP. Pengakuan Rusia terhadap pemilu di Ukraina timur, menurut Kuleba, bertentangan dengan kesepakatan perdamaian Minsk yang telah tercapai di Belarusia pada beberapa waktu lalu. Langkah Rusia akan memperlemah Rusia sebagai mitra internasional yang tepercaya.
Baik Kiev dan negara-negara anggota Uni Eropa menuding Rusia telah mempersenjatai pemberontak untuk mengamankan berlangsungnya pemilu parlemen itu. Pasukan Ukraina tidak mampu mengalahkan pemberontak pro- Rusia di timur karena canggihnya persenjataan dan dukungan langsung prajurit dari Moskow. Kesepakatan gencatan senjata yang berlangsung sejak 5 September lalu tidak berdampak besar. Masih banyak pelanggaran dan situasi tetap tidak kondusif.
Pada pemilu parlemen yang digelar pada Minggu (26/10) lalu, partai pro-Barat menjadi pemenang dan menguasai parlemen. Partai koalisi dari blok Presiden Ukraina Petro Poroshenko dan PM Arseny Yatseniuk meraih masing-masing lebih 21% suara. Namun, pemilu itu tidak digelar di Ukraina timur karena dikuasai pemberontak. Kiev membiarkan beberapa kursi perwakilan dari wilayah Ukraina timur tetap kosong sebagai bentuk pengakuan wilayah itu tetap masuk dalam teritorial Ukraina.
Dalam hal kerja sama pada masa depan dengan Ukraina setelah terbentuk parlemen baru, Rusia tetap optimistis. Parlemen Ukraina akan tetap membuka dialog. “Yang menguasai parlemen Ukraina adalah kubu Poroshenko yang merupakan mitra Rusia,” tutur Lavrov. Dia juga mengungkapkan, Poroshenko juga menyatakan komitmennya terhadap traktat Minsk dan tidak mengizinkan skenario militer terulang lagi. Traktat Minsk merupakan kesepakatan antara Ukraina dan Rusia dalam perundingan di ibu kota Belarusia pada beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Polandia kemarin merencanakan pengiriman pasukan dalam jumlah besar ke perbatasan timur negara itu yang berbatasan dengan Ukraina dan Rusia. Langkah Warsawa itu sebagai respons atas intervensi Rusia di Ukraina. “Kita ingin memperkuat unit militer kita di Polandia timur,” kata Menteri Luar Negeri Polandia Tomasz Siemoniak, dikutip Reuters. Mereka juga akan membangun infrastruktur. “Dampaknya dapat dilihat pada 2017 mendatang,” katanya.
Sebagai anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara), Polandia sangat khawatir jika menjadi target selanjut dalam ekspansi Kremlin setelah menganeksasi Crimea pada awal tahun ini. Apalagi, permainan Moskow di Ukraina timur juga cukup mengganggu Polandia.
Andika hendra m
(ars)