Samurai, Cermin Politisi Jepang

Senin, 27 Oktober 2014 - 16:54 WIB
Samurai, Cermin Politisi...
Samurai, Cermin Politisi Jepang
A A A
JEPANG - POLITISI Jepang selalu berkaca pada samurai yang memainkan peranan sentral dalam sejarah Jepang. Para samurai memegang prinsip yang dikenal sebagai bushido yang juga menjadi acuan bagi politisi Jepang.

Tak mengherankan, bila politisi Jepang melakukan kesalahandalampemerintahannya, mereka akan bertanggung jawab dan mengundurkan diri. Nilai luhur bushido yangmenjadiidentitas samurai bukan hanya menjadi ideologi politisi di mulut semata, tetapi juga terealisasi dalam sikap dan kepribadiannya.

Samurai dianggap sebagai pahlawan ketika masa kekaisaran dan dianggap selalu sebagai solusi pada masa perang di masa lalu. Pada abad kesembilan hingga abad ke-12, samurai menjadi kelas sosial tersendiri. Sebagian besar jadi penguasa dan sebagian kecil sebagai pedagang. Samurai tetap mewarnai sejarah Jepang hingga abad ke- 19 dan ke-20. Kini, nilai-nilai samurai tetap hidup di tengah Jepang yang modern.

Bushido menjadi jantung kepercayaan dan ideologi seorang samurai. Filosofi utama yang melekat dari bushido adalah ”merdeka dari ketakutan”. Lahir dari neo-konfusianisme dengan dipengaruhi ajaran Confucia, bushido juga mendapatkan pengaruh dari Shinto dan Buddha. Itu yang membuat nilai-nilai bushido tidak tertelan zaman karena diwarnai kebijaksanaan dan kehormatan. Bushido berkembang antara abad ke- 16 hingga ke-20 dan masih menjadi perdebatan hangat.

Para samurai memberikan perdamaian dan kekuatannya untuk kehormatan dan loyalitas serta meninggal adalah keniscayaan yang dapat dilakukan. Apa saja nilai yang dapat diterapkan dalam ajaran bushido yang telah melegenda pada jiwa para samurai? Loyalitas kepada pemimpin, disiplin diri dan penghormatan, serta sikap yang memiliki etika.

Dulu, di masa perang, ketika menghadapi kekalahan, samurai lebih rela untuk melakukan ritual bunuh diri (seppuku) dibandingkan ditangkap. Sikap mengundurkan diri politisi Jepang saat ini juga dianggap sebagai bentuk loyalitas kepada pemimpin, penghormatan, dan menjadi etika. Pengunduran diri sebagai bentuk kehormatan, bukan sebagai pelepasan tanggung jawab.

Seperti diungkapkan Nitobe Inazo dalam bukunya berjudul Bushido: TheSoulofJapan, bushido merupakan prinsip moral yang dimiliki samurai sebagai aturan tidak tertulis, tetapi diucapkan. ”Bushido merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan selama beberapa abad dalam perkembangan militer,” tulis Inazo. Inazo menyatakan ada tujuh nilai bushido, mulai dari keadilan, keberanian, kasih sayang, kesopanan, kejujuran, kehormatan hingga loyalitas. Bushido bukan sekadar seni bela diri, tetapi juga ajaran kepribadian, termasuk mengenai keadilan semisal dalam arti mati ketika mati adalah hak dan menyerang ketika menyerang adalah hak. Selanjutnya bushido mengajarkan keberanian untuk membela yang benar, bukan keberanian yang membabi buta.

Ketika seseorang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan kekuatan untuk membunuh, para samurai harus memiliki nilai keseimbangan berupa kasih sayang. Selanjutnya adalah kesopanan untuk menghormati orang lain. Kejujuran menjadi hal utama bagi para samurai untuk menunjukkan kebijaksanaan dalam hidupnya. Kehormatan menjadi hal mutlak bagi samurai yang identik dengan para pejuang. Samurai hanya bekerja untuk satu orang, mereka bukan tipe pengkhianat. Bushido mengajarkan standar moral bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Ada perbedaan yang jelas antara baik dan buruk.

Sejarawan Arthur May Knapp dalam bukunya Feudal and Modern Japan juga menulis tentang bushido yang telah berkembang ribuan tahun. ”Bushido itu hukum tentang kehormatan, kepatuhan, tugas, dan pengorbanan diri,” tulis Knapp dalam bukunya. Ditegaskan Knapp, para samurai tidak menciptakan atau mengembangkan nilainilai itu. Tapi, para samurai sejak kecil telah diberi suntikan nilai-nilai yang telah menjadi tradisi. ”Sejak kecil para samurai telah dididik dengan etika pengorbanan diri,” tulisnya.

Nilai-nilai bushido yang menjadi tradisi Jepang juga menjadi karakter orang Jepang, terutama di kalangan politisi dan pebisnis. Nilai-nilai itu hidup dalam kurikulum pendidikan karakter yang diajarkan guru di sekolah dan orang tua di rumah.

Andika hendra m
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0608 seconds (0.1#10.140)