Ketegangan Korut-Korsel Meningkat
A
A
A
SEOUL - Upaya Korea Utara (Korut) untuk melakukan perundingan tingkat tinggi dengan Korea Selatan (Korsel) kembali mendapat tantangan. Aktivis Korsel berencana menyebarkan 40.000 leaflet anti-Korut dengan menggunakan balon gas helium di perbatasan kedua negara, Paju, hari ini.
Sebelumnya, Korut memperingatkan Korsel untuk mengendalikan tindakan para aktivis dan media massa. Sebab, kata Korut, tindakan mereka justru menjadi provokatif dan berpotensi memicu permusuhan.
Protes itu tidak hanya ditunjukkan Korut. Penduduk lokal perbatasan juga berang dengan sikap para aktivis. Lembaga Polisi Nasional Korsel mengatakan, pihaknya tidak akan mencegah aksi penyebaran leaflet itu."Kecuali aktivis dan warga bentrok," kata pihak kepolisian seperti dikutip Bernama kemarin.
Penyebaran leaflet itu juga berpeluang menggagalkan perundingan tingkat tinggi. Korut mengatakan tidak akan menoleransi segala bentuk provokasi dan menyebut aktivis Korsel sebagai "sampah". Menurut mereka, aksi yang dilakukan aktivis itu dianggap sebagai deklarasi perang.
Pekan ini, Korut meminta otoritas Korsel untuk melarang dan menindak tegas segala bentuk provokasi. Korut bahkan hampir menembak jatuh balon gas helium yang membawa pesan anti-Korut sebelum akhirnya kedua negara terjebak dalam kontak senjata senapan mesin di wilayah perbatasan.
"Jika operasi penyebaran leaflet tetap dilakukan, meski sudah berulang kali diperingatkan, hubungan antar-Korea akan terdesak ke zona yang tidak terkendali," demikian bunyi pernyataan pemerintah Korut, Kamis (23/10). "Itu juga bisa membatalkan perundingan,"sambung Korut.
Pemerintah Korsel mengatakan tidak bisa menghentikan para aktivis mengingat Korsel merupakan negara demokrasi. Secara hukum, mereka tidak berdaya. Namun mereka mendengar keluhan Korut dan mendesak aktivis untuk menahan diri dan melakukan kritik nonprovokatif.
Meski begitu, kelompok aktivis menegaskan tidak akan mundur."Kami tidak melihat ada alasan yang jelas untuk menghentikan aksi ini. Kami sudah biasa diancam Korut," ujar penanggung jawab penyebaran leaflet itu yang juga merupakan seorang profesor filosofi di Universitas Busan, Choi Woo-won.
Namun belasan warga lokal menolak aktivis melakukan penyebaran leaflet provokatif itu. Mereka berjaga-jaga di tempat yang akan dijadikan area lepas landas balon gas helium sejak Kamis. Mereka khawatir ancaman militer Korut tidak main-main.
Pastor lokal Lee Jeak mengatakan, aksi aktivis itu membahayakan nyawa dan bisnis masyarakat setempat. "Mudah saja bagi mereka untuk meluncurkan leaflet, tapi yang menerima konsekuensinya nanti masyarakat. Kami siap mencegah aksi itu secara fisik," ujar Jeak seperti dilansir AFP.
Sementara itu, Korsel terus melanggengkan kerja sama militer dengan Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kualitas. Sebelumnya Korsel sepakat untuk menyerahkan kendali militer negara terhadap AS pada 2015. Komandan dan 28.500 tentara AS dipersilakan datang ke Seoul, Korsel.
Namun, kemarin, Korsel meminta AS untuk menunda transfer militer tersebut. Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan, Menteri Pertahanan Korsel Han Minkoo ingin menitikberatkan kerja sama itu berdasarkan perkembangan kondisi di Korea. Pasalnya, Korsel menyepakati persetujuan itu hanya untuk mengantisipasi perang dengan Korut. Namun, tidak diketahui kapan agenda baru itu akan jadi digelar. "Tentara Korsel sudah memiliki pertahanan yang baik dalam menangkal ancaman Korut," kata Hagel.
Hagel dan Han menggelar pertemuan di Pentagon sebagai bagian dari agenda Security Consultative Meeting Ke-46. Menurut Han, kerja sama ini penting mengingat akhir-akhir ini Korut terus memberikan ancaman terhadap Korsel dan Asia Timur Laut, baik secara politik ataupun militer.
Muh shamil
SABTU 25 OKTOBER 2014
Sebelumnya, Korut memperingatkan Korsel untuk mengendalikan tindakan para aktivis dan media massa. Sebab, kata Korut, tindakan mereka justru menjadi provokatif dan berpotensi memicu permusuhan.
Protes itu tidak hanya ditunjukkan Korut. Penduduk lokal perbatasan juga berang dengan sikap para aktivis. Lembaga Polisi Nasional Korsel mengatakan, pihaknya tidak akan mencegah aksi penyebaran leaflet itu."Kecuali aktivis dan warga bentrok," kata pihak kepolisian seperti dikutip Bernama kemarin.
Penyebaran leaflet itu juga berpeluang menggagalkan perundingan tingkat tinggi. Korut mengatakan tidak akan menoleransi segala bentuk provokasi dan menyebut aktivis Korsel sebagai "sampah". Menurut mereka, aksi yang dilakukan aktivis itu dianggap sebagai deklarasi perang.
Pekan ini, Korut meminta otoritas Korsel untuk melarang dan menindak tegas segala bentuk provokasi. Korut bahkan hampir menembak jatuh balon gas helium yang membawa pesan anti-Korut sebelum akhirnya kedua negara terjebak dalam kontak senjata senapan mesin di wilayah perbatasan.
"Jika operasi penyebaran leaflet tetap dilakukan, meski sudah berulang kali diperingatkan, hubungan antar-Korea akan terdesak ke zona yang tidak terkendali," demikian bunyi pernyataan pemerintah Korut, Kamis (23/10). "Itu juga bisa membatalkan perundingan,"sambung Korut.
Pemerintah Korsel mengatakan tidak bisa menghentikan para aktivis mengingat Korsel merupakan negara demokrasi. Secara hukum, mereka tidak berdaya. Namun mereka mendengar keluhan Korut dan mendesak aktivis untuk menahan diri dan melakukan kritik nonprovokatif.
Meski begitu, kelompok aktivis menegaskan tidak akan mundur."Kami tidak melihat ada alasan yang jelas untuk menghentikan aksi ini. Kami sudah biasa diancam Korut," ujar penanggung jawab penyebaran leaflet itu yang juga merupakan seorang profesor filosofi di Universitas Busan, Choi Woo-won.
Namun belasan warga lokal menolak aktivis melakukan penyebaran leaflet provokatif itu. Mereka berjaga-jaga di tempat yang akan dijadikan area lepas landas balon gas helium sejak Kamis. Mereka khawatir ancaman militer Korut tidak main-main.
Pastor lokal Lee Jeak mengatakan, aksi aktivis itu membahayakan nyawa dan bisnis masyarakat setempat. "Mudah saja bagi mereka untuk meluncurkan leaflet, tapi yang menerima konsekuensinya nanti masyarakat. Kami siap mencegah aksi itu secara fisik," ujar Jeak seperti dilansir AFP.
Sementara itu, Korsel terus melanggengkan kerja sama militer dengan Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kualitas. Sebelumnya Korsel sepakat untuk menyerahkan kendali militer negara terhadap AS pada 2015. Komandan dan 28.500 tentara AS dipersilakan datang ke Seoul, Korsel.
Namun, kemarin, Korsel meminta AS untuk menunda transfer militer tersebut. Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan, Menteri Pertahanan Korsel Han Minkoo ingin menitikberatkan kerja sama itu berdasarkan perkembangan kondisi di Korea. Pasalnya, Korsel menyepakati persetujuan itu hanya untuk mengantisipasi perang dengan Korut. Namun, tidak diketahui kapan agenda baru itu akan jadi digelar. "Tentara Korsel sudah memiliki pertahanan yang baik dalam menangkal ancaman Korut," kata Hagel.
Hagel dan Han menggelar pertemuan di Pentagon sebagai bagian dari agenda Security Consultative Meeting Ke-46. Menurut Han, kerja sama ini penting mengingat akhir-akhir ini Korut terus memberikan ancaman terhadap Korsel dan Asia Timur Laut, baik secara politik ataupun militer.
Muh shamil
SABTU 25 OKTOBER 2014
(bbg)