Penerapan UU Halal Diprediksi Molor

Selasa, 30 September 2014 - 05:19 WIB
Penerapan UU Halal Diprediksi Molor
Penerapan UU Halal Diprediksi Molor
A A A
JAKARTA - Penerapan Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH) diprediksi bakal molor. Pasalnya, untuk menerapkannya dibutuhkan sejumlah peraturan termasuk pembentukan badan halal.

Direktur Bimas Islam Kementerian Agama Muchtar Ali membenarkan UU JPH yang baru saja disahkan oleh DPR tidak bisa segera dioperasionalkan.

Menurut dia, untuk menerapkan aturan tersebut dibutuhkan peraturan turunan seperti, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen). Di antaranya, aturan pendukungan yang berkaitan dengan pungutan biaya sertifikasi halal.

Karena dipastikan ada biaya yang harus dikeluarkan pemohon sertifikasi halal dalam pengurusannya.

“Paling tidak ada delapan PP dan dua Permen yang dibutuhkan agar undang-undang itu bisa segera diterapkan. Itu yang pemerintah penuhi,” ujarnya, di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Senin 29 September kemarin.

Tidak hanya itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) juga perlu dibentuk sebagai wadah. Termasuk penyiapan anggaran bagi operasional lembaga tersebut.

Dia menyadari, memang butuh proses yang tidak sebentar agar operasional UU JPH itu bisa diterapkan.

“Memang belum detil pelaksanaannya. Harus ada aturan pendukung dan lembaga operasional. Jadi tidak mudah. Tapi pemerintah bakal menyelesaikannya,” ucapnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menilai penerapan UU JPH diprediksi tidak bakal mulus mengingat banyak regulasi yang harus diterbitkan untuk mendukung undang-undang tersebut.

Termasuk di antaranya, peraturan tingkat menteri yang juga harus diterbitkan. “Belum termasuk rekrutmen personel badan halal dan anggaran operasional badan tersebut yang juga harus disediakan,” ucapnya.

Implemenatsi UU JPH, sambung Abdul, diperkirakan bakal membutuhkan waktu yang cukup lama. Akibatnya, UU tersebut menjadi tidak efektif dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini bisa menimbulkan kembali tarik menarik persoalan produk halal.

Apalagi, kontroversi pengesahan UU JPH belum tuntas karena adanya sejumlah pihak yang memprotes UU tersebut. Sehingga berpeluang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Pemerintah bisa terganjal dari berbagai arah. Ini menghambat laju operasional UU JPH," ucapnya.

Meski belum membaca tuntas UU JPH yang disahkan tersebut, kata dia, namun secara insitusi, PP Muhammadiyah telah menerima pengesahan UU JPH tersebut. Dengan demikian, tidak ada lagi persoalan pada warga Muhammadiyah. Sebab penerbitan UU itu memberikan manfaat bagi masyarakat muslim dan pemerintah.

Salah satu manfaatnya tidak hanya memberikan perlindungan terhadap produk dan bahan yang digunakan agar bersifat halal, tetapi juga bisa memberikan peluang untuk ekspor ke luar negeri.

“Barang yang sudah bersertifikat halal bisa masuk pasar luar negeri. Terutama pasar-pasar di negara-negara muslim. Itu kan bermanfaat bagi pemerintah,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam mengaku, siap berdialog dengan beberapa kelompok organisasi keagamaan yang berencana menggugat UU JPH. Tujuannya agar UU yang baru saja disahkan DPR pada Kamis (25/9) lalu, tidak dianulir.

"Kalau sampai dianulir, akan lama lagi kita memiliki undang-undang seperti ini. UU ini membuat kita punya kepastian hukum soal produk halal," katanya.

Pertemuan dengan tokoh-tokoh ormas Islam dalam suatu forum khusus tersebut, kata dia, agar semua pihak yang terlibat dalam persoalan ini dapat membaca secara utuh poin penting UU JPH.

Sebab, UU tersebut telah melalui proses penggodokan yang panjang selama sekitar delapan tahun. “Organisasi sosial keagamaan berpeluang dalam penjaminan halal dengan menjadi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH),” ucapnya.

Seperti diketahui rapat paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mensahkan RUU JPH menjadi UU JPH. Undang-undang ini memberikan jaminan kehalalan bagi setiap produk yang dikonsumsi, terutama bagi umat Islam.

UU JPH ini berisi 11 bab dan 68 pasal yang mengatur ketentuan tentang jaminan produk halal. Selama ini sulit dibedakan mana produk yang halal dan haram. Produk dimaksud meliputi makanan, minuman, kosmetik dan lain-lain.

Undang-undang ini juga mengatur terbentuknya Badan Penjamin Produk Halal di mana selama ini kehalalan produk ditangani Majelis Ulama Indonesia (MUI).
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5452 seconds (0.1#10.140)