Keluar dari Gerindra, Ahok Diingatkan Soal Etika
A
A
A
JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) keluar dari Partai Gerindra. Pertanyaan soal apakah Ahok paham etika politik atau tidak pun bermunculan.
Menurut anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat, seorang pemimpin juga harus menaati etika, bukan hanya hukum.
"Kan ada etika. Kita hidup dalam aturan hukum dan etika. Itu tanya ke Ahok bagaimana dia merasakan mau menempatkan dirinya kalau dia menyatakan mundur dari partai, apa perasaannya dan bagaimana etikanya," kata Martin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Martin mengatakan, ada dua aspek yang harus diperhatikan dan ditaati seorang pejabat negara. Kedua aspek itu yakni aspek legal atau hukum yang ada dalam konstitusi. Lalu, aspek etika yang melekat dalam diri setiap orang. Terkait kasus Ahok, dia mempersilakan publik untuk menilai sendiri.
"Tanya dia (Ahok) lah bagaimana dia yang mau menjadi pejabat memahami realitas itu. Dia dicalonkan sebagai wakil gubernur oleh Gerindra," jelasnya.
Menurut Martin, sewaktu Pilgub DKI Tahun 2012, Gerindra juga mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membantu biaya pencalonan Ahok. Karena, untuk pilkada langsung membutuhkan jumlah uang yang luar biasa. Jadi, Gerindra bukan hanya menerima Ahok yang sebelumnya kader Golkar, tapi juga mengeluarkan uang untuk kampanye Pilgub DKI Jakarta dan keperluan lainnya.
"Kita (Gerindra) tidak meminta uang satu sen pun dalam pencalonan Ahok," tegasnya.
Meski demikian, menurut Martin, dirinya mengaku kaget karena pengunduran diri Ahok ini terkesan tiba-tiba. Apalagi, tidak ada komunikasi dan perbincangan sebelumnya dengan Ahok mengenai usulan mekanisme pilkada yang sekarang diributkan.
"Saya kaget juga Ahok kayak gini, padahal kita bicara masalah nasional, bukan pilkada DKI. Agak lucu juga melihatnya," terangnya.
Terkait dengan penilaian karakter Ahok yang kutu loncat karena seringkali pindah partai, Martin mengatakan, biarlah rakyat yang menilai. "Kita enggak mikir apakah dia (Ahok) kutu loncat (pindah dari Golkar). Kita melihat optimis bahwa dia akan bisa membawa perbaikan bagi DKI," jelas anggota Komisi III itu.
Namun, sambung Martin, tidak ada yang istimewa dari pengunduran diri Ahok ini. Karena, Gerindra sendiri memiliki ribuan kader dan Ahok hanya satu di antara ribuan kader Gerindra.
Sebelumnya, Ahok mengatakan, sepanjang kebijakan daerah prorakyat dan sesuai dengan konstitusi, tidak akan pernah ditentang oleh wakil rakyat.
"Saya dipilih oleh rakyat bukan dipilih oleh kader Partai Gerindra. Jadi rakyat lebih tahu siapa yang benar dan tidak benar. Biarkan saja ini menjadi tontonan politik," tegas Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Menurut anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat, seorang pemimpin juga harus menaati etika, bukan hanya hukum.
"Kan ada etika. Kita hidup dalam aturan hukum dan etika. Itu tanya ke Ahok bagaimana dia merasakan mau menempatkan dirinya kalau dia menyatakan mundur dari partai, apa perasaannya dan bagaimana etikanya," kata Martin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Martin mengatakan, ada dua aspek yang harus diperhatikan dan ditaati seorang pejabat negara. Kedua aspek itu yakni aspek legal atau hukum yang ada dalam konstitusi. Lalu, aspek etika yang melekat dalam diri setiap orang. Terkait kasus Ahok, dia mempersilakan publik untuk menilai sendiri.
"Tanya dia (Ahok) lah bagaimana dia yang mau menjadi pejabat memahami realitas itu. Dia dicalonkan sebagai wakil gubernur oleh Gerindra," jelasnya.
Menurut Martin, sewaktu Pilgub DKI Tahun 2012, Gerindra juga mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membantu biaya pencalonan Ahok. Karena, untuk pilkada langsung membutuhkan jumlah uang yang luar biasa. Jadi, Gerindra bukan hanya menerima Ahok yang sebelumnya kader Golkar, tapi juga mengeluarkan uang untuk kampanye Pilgub DKI Jakarta dan keperluan lainnya.
"Kita (Gerindra) tidak meminta uang satu sen pun dalam pencalonan Ahok," tegasnya.
Meski demikian, menurut Martin, dirinya mengaku kaget karena pengunduran diri Ahok ini terkesan tiba-tiba. Apalagi, tidak ada komunikasi dan perbincangan sebelumnya dengan Ahok mengenai usulan mekanisme pilkada yang sekarang diributkan.
"Saya kaget juga Ahok kayak gini, padahal kita bicara masalah nasional, bukan pilkada DKI. Agak lucu juga melihatnya," terangnya.
Terkait dengan penilaian karakter Ahok yang kutu loncat karena seringkali pindah partai, Martin mengatakan, biarlah rakyat yang menilai. "Kita enggak mikir apakah dia (Ahok) kutu loncat (pindah dari Golkar). Kita melihat optimis bahwa dia akan bisa membawa perbaikan bagi DKI," jelas anggota Komisi III itu.
Namun, sambung Martin, tidak ada yang istimewa dari pengunduran diri Ahok ini. Karena, Gerindra sendiri memiliki ribuan kader dan Ahok hanya satu di antara ribuan kader Gerindra.
Sebelumnya, Ahok mengatakan, sepanjang kebijakan daerah prorakyat dan sesuai dengan konstitusi, tidak akan pernah ditentang oleh wakil rakyat.
"Saya dipilih oleh rakyat bukan dipilih oleh kader Partai Gerindra. Jadi rakyat lebih tahu siapa yang benar dan tidak benar. Biarkan saja ini menjadi tontonan politik," tegas Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (10/9/2014).
(zik)