Hadapi Pilpres 2014, ini saran pengamat untuk Golkar
A
A
A
Sindonews.com - Partai Golkar dinilai harus mengambil langkah-langkah politik agar dapat bersaing pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Juli mendatang.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menilai partai berlambang pohon beringin itu mempunyai posisi tawar yang strategis dalam menentukan koalisi parpol pada Pilpres.
"Tapi apakah Golkar bisa memenangkan pilpres? Ini pertanyaan sekaligus permasalahan Golkar. Sudah tiga pemilu (1999,2004,2009) Golkar gagal memenangkan pilpres. Pileg 2014 bahkan mengalami kemerosotan dukungan yang signifikan. Saya kira hal ini ada kaitannya dengan kepemimpinan Aburizal Bakrie,” ungkap Boni dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/4/2014).
Dia menilai, wacana evaluasi pencapresan Ical yang belakangan ini kembali muncul merupakan hal yang krusial bagi Partai Golkar. Dia juga menyarankan Golkar merumuskan jalan alternatif untuk partai itu pada masa mendatang.
Menurut Boni, ada beberapa solusi untuk persoalan tersebut. Pertama, Golkar mengevaluasi Ical dengan figur lain yang lebih lebih elektabel, diterima publik dan bisa membangun partai.
Dia menilai penyusutan suara dalam Pemilu 2014 menjadi ancaman bagi masa depan Golkar persis ketika pada saat yang sama, partai baru muncul dan menguat secara spektakuler. “Lama-lama Golkar bisa jadi partai gurem,” ucapnya.
Kedua, kata dia, Partai Golkar menyiapkan alternatif pengusungan calon wakil presiden (Cawapres) untuk dikawinkan dengan capres dari partai besar lain.
Menurut dia, Golkar bisa mengusung Akbar Tandjung yang senior atau Priyo Budi Santoso yang muda untuk dikawinkan dengan bakal capres Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Dia menandaskan, paling dimungkinkan bergabung dengan kubu Prabowo ketimbang Jokowi, karena PDIP sendiri tidak ingin membangun koalisi berbagi jabatan.
“Solusi kedua ini sangat urgent buat Golkar karena tidak ada harapan untuk memenangkan sendirian Pilpres 2014. Belum ada nama yang bisa menyaingi popularitas Jokowi dan Prabowo. Saya kira, dengan posisi sebagai partai terbesar kedua, Golkar punya bargaining power (kekuatan tawar) yang strategis untuk membangun koalisi,” kata Boni.
Dia mengatakan, jika hal ini terjadi, maka komposisi Pilpres 2014 akan terpeta dalam tiga kekuatan yaitu, kekuatan tengah dibelah dua, yakni blok Jokowi (blok J) dan blok Prabowo (blok P) dan kekuatan kanan yaitu gabungan partai-partai Islam di bawah komando PKS dan PAN.
“Di sana bisa ada PAN dan Partai Demokrat sebagai penguat koalisi. Hanura akan lebih aman bergabung ke PDIP atau ke Gerindra. Tiga komposisi ini akan membuat menarik pertarungan 2014,” pungkasnya.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menilai partai berlambang pohon beringin itu mempunyai posisi tawar yang strategis dalam menentukan koalisi parpol pada Pilpres.
"Tapi apakah Golkar bisa memenangkan pilpres? Ini pertanyaan sekaligus permasalahan Golkar. Sudah tiga pemilu (1999,2004,2009) Golkar gagal memenangkan pilpres. Pileg 2014 bahkan mengalami kemerosotan dukungan yang signifikan. Saya kira hal ini ada kaitannya dengan kepemimpinan Aburizal Bakrie,” ungkap Boni dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/4/2014).
Dia menilai, wacana evaluasi pencapresan Ical yang belakangan ini kembali muncul merupakan hal yang krusial bagi Partai Golkar. Dia juga menyarankan Golkar merumuskan jalan alternatif untuk partai itu pada masa mendatang.
Menurut Boni, ada beberapa solusi untuk persoalan tersebut. Pertama, Golkar mengevaluasi Ical dengan figur lain yang lebih lebih elektabel, diterima publik dan bisa membangun partai.
Dia menilai penyusutan suara dalam Pemilu 2014 menjadi ancaman bagi masa depan Golkar persis ketika pada saat yang sama, partai baru muncul dan menguat secara spektakuler. “Lama-lama Golkar bisa jadi partai gurem,” ucapnya.
Kedua, kata dia, Partai Golkar menyiapkan alternatif pengusungan calon wakil presiden (Cawapres) untuk dikawinkan dengan capres dari partai besar lain.
Menurut dia, Golkar bisa mengusung Akbar Tandjung yang senior atau Priyo Budi Santoso yang muda untuk dikawinkan dengan bakal capres Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Dia menandaskan, paling dimungkinkan bergabung dengan kubu Prabowo ketimbang Jokowi, karena PDIP sendiri tidak ingin membangun koalisi berbagi jabatan.
“Solusi kedua ini sangat urgent buat Golkar karena tidak ada harapan untuk memenangkan sendirian Pilpres 2014. Belum ada nama yang bisa menyaingi popularitas Jokowi dan Prabowo. Saya kira, dengan posisi sebagai partai terbesar kedua, Golkar punya bargaining power (kekuatan tawar) yang strategis untuk membangun koalisi,” kata Boni.
Dia mengatakan, jika hal ini terjadi, maka komposisi Pilpres 2014 akan terpeta dalam tiga kekuatan yaitu, kekuatan tengah dibelah dua, yakni blok Jokowi (blok J) dan blok Prabowo (blok P) dan kekuatan kanan yaitu gabungan partai-partai Islam di bawah komando PKS dan PAN.
“Di sana bisa ada PAN dan Partai Demokrat sebagai penguat koalisi. Hanura akan lebih aman bergabung ke PDIP atau ke Gerindra. Tiga komposisi ini akan membuat menarik pertarungan 2014,” pungkasnya.
(dam)