Perkara Supersemar mandek di PN Jaksel
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) nampaknya belum serius menangani Peninjauan Kembali (PK) Yayasan Supersemar milik almarhum mantan Presiden Soeharto, yang ditetapkan bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Pasalnya, sampai saat ini pihak Kejagung masih belum mengirimkan surat kepada MA, untuk menegur Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), agar memroses PK Yayasan Supersemar terhadap putusan kasasi MA yang terdapat kesalahan ketik.
"Jadi harus ada ketentuan yang tegas untuk mengatur batas waktu proses PK. Kami, belum menerima jawaban dari PN Jaksel dan belum menyurati MA untuk menegur PN Jaksel," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2014).
Sebelumnya, pada 2010 MA telah memutuskan Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II, bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Kendati demikian, Kejagung baru menerima salinan putusannya tahun 2013. Itu juga tidak bisa langsung dieksekusi karena adanya kesalahan ketik. Lalu, MA mengabulkan gugatan Kejagung dengan menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar sebesar 75 persen dari Rp185 miliar, yakni sebesar Rp139 miliar.
Majelis kasasi yang diketuai Harifin Andi Tumpa juga mewajibkan Yayasan Supersemar, membayar sebesar 75 persen dari USD420 juta, yakni USD315 juta. Dengan demikian nilai total yang harus dibayar Yayasan Supersemar sesuai putusan MA adalah, USD315 juta dan Rp139 miliar atau mencapai Rp3,17 triliun.
Pasalnya, sampai saat ini pihak Kejagung masih belum mengirimkan surat kepada MA, untuk menegur Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), agar memroses PK Yayasan Supersemar terhadap putusan kasasi MA yang terdapat kesalahan ketik.
"Jadi harus ada ketentuan yang tegas untuk mengatur batas waktu proses PK. Kami, belum menerima jawaban dari PN Jaksel dan belum menyurati MA untuk menegur PN Jaksel," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2014).
Sebelumnya, pada 2010 MA telah memutuskan Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II, bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Kendati demikian, Kejagung baru menerima salinan putusannya tahun 2013. Itu juga tidak bisa langsung dieksekusi karena adanya kesalahan ketik. Lalu, MA mengabulkan gugatan Kejagung dengan menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar sebesar 75 persen dari Rp185 miliar, yakni sebesar Rp139 miliar.
Majelis kasasi yang diketuai Harifin Andi Tumpa juga mewajibkan Yayasan Supersemar, membayar sebesar 75 persen dari USD420 juta, yakni USD315 juta. Dengan demikian nilai total yang harus dibayar Yayasan Supersemar sesuai putusan MA adalah, USD315 juta dan Rp139 miliar atau mencapai Rp3,17 triliun.
(maf)