Kontroversi Corby
A
A
A
PERNYATAAN Menteri Hukum dan Hak Asasi (Menkumham) Manusia Amir Syamsuddin tentang rencana pembebasan bersyarat Schapelle Leigh Corby pada Rabu 5 Februari lalu langsung menarik perhatian publik. Sejumlah anggota DPR pun bereaksi atas rencana pembebasan wanita asal Australia yang dijuluki Ratu Mariyuana itu.
Sejak ditangkap pada 8 Oktober 2004 silam karena kedapatan membawa ganja seberat 4,2 kilogram di Bandara Ngurah Rai Bali, berbagai hal terkait Corby menjadi polemik. Termasuk rencana pemberian pembebasan bersyarat bagi perempuan berparas cantik itu.
Dari pengadilan tingkat pertama sampai kasasi di Mahkamah Agung, Corby diganjar hukuman 20 tahun penjara. Bali yang sedianya menjadi pulau surga bagi perempuan kelahiran 10 Juli 1977 itu, justru menjadi neraka baginya. Niatnya untuk berlibur selama dua minggu , malah membawanya menghabiskan hari-harinya di terali besi. Keinginannya untuk ber-surfing gagal karena tersandung mariyuana.
Polemik seputar Corby, antara lain ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi pemotongan masa tahanan selama lima tahun kepada perempuan warga Brisbane itu pada 2012 silam. Pihak Istana ketika itu menyatakan pemberian grasi murni mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Langkah SBY itu ditentang sejumlah kalangan. Dari kalangan aktivis, ormas keagamaan, sampai anggota DPR. Bahkan, mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra menggugat keputusan grasi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Yusril mempertanyakan kapasitas presiden mengeluarkan kebijakan grasi, apakah sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan. Riuh perdebatan soal Corby pun mereda ketika PTUN akhirnya menolak gugatan Yusril.
Kontroversi menyangkut Corby juga sempat muncul pada tahun 2013. Seiring muncul kabar tentang ekstradisi Adrian Kiki, Direktur Utama PT Bank Surya buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sudah lama bermukim di Australia. Muncul isu ekstradisi Adrian Kiki terkait "ditukar guling" dengan pembebasan Corby.
Kementerian Hukum dan HAM pun membantah dengan menyatakan tidak ada kaitan antara Adrian Kiki dengan Corby. "Tidak (bukan hasil barter). Saya kira Pemerintah Australia tetap menghormati proses hukum, yang tidak bisa kita intervensi," kata Menkum HAM Amir Syamsuddin pada 18 Desember 2013 lalu.
Kasus Corby mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Australia. Bahkan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr pada Maret 2013 silam pernah menyampaikan surat resmi kepada Pemerintah Indonesia. Dia menyatakan Australia menjamin secara resmi Corby akan mematuhi hukum jika diizinkan bebas bersyarat. "Hukumannya adalah peringatan bagi siapa saja yang berpikir untuk terlibat dalam aktivitas ilegal di luar negeri," kata Carr seperti dikutip BBC.co.uk.
Berselang beberapa bulan, tepatnya pada 22 Januari lalu Pemerintah Australia memulangkan Adrian ke Tanah Air. Kejaksaan Agung pun menahan Adrian di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
Saat ini napi cantik itu pun kembali menjadi pembicaraan pasca pernyataan Menteri Amir Syamsuddin yang menyebutkan Corby termasuk salah satu dari 1.700 napi yang direkomendasikan mendapat pembebasan bersyarat.
Terlepas dari prosedur hukum, pembebasan Corby bukan sesuatu yang mudah diterima. Setidaknya, terdengar dari reaksi kalangan DPR yang menolak kebijakan itu. Beberapa anggota DPR pun akan menyatakan surat keberatan kepada Menkum HAM.
"Karena sudah menjadi kegelisahan politisi, terutama saya dan (beberapa anggota dari fraksi) PAN (Partai Amanat Nasional), sudah bisik-bisik bagaimana menulis surat keberatan," kata anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari, Kamis (6/2/2014).
Taslim Chaniago, anggota Komisi Hukum DPR lainnya menilai kejahatan narkoba sama seperti korupsi dan terorisme. "Mestinya presiden berlaku sama terhadap tiga kejahatan ini," tegasnya.
Suara-suara penolakan itu sepertinya didengar oleh Menkum HAM yang membantah anggapan adanya perlakuan khusus terhadap Corby. Dia pun menegaskan, rencana pembebasan Corby masih ditelaah oleh Tim Penilai Pemasyarakatan (TPP). Lalu apakah Corby akan bebas dalam waktu dekat? Kita tunggu saja keputusan Menkum HAM.
Sejak ditangkap pada 8 Oktober 2004 silam karena kedapatan membawa ganja seberat 4,2 kilogram di Bandara Ngurah Rai Bali, berbagai hal terkait Corby menjadi polemik. Termasuk rencana pemberian pembebasan bersyarat bagi perempuan berparas cantik itu.
Dari pengadilan tingkat pertama sampai kasasi di Mahkamah Agung, Corby diganjar hukuman 20 tahun penjara. Bali yang sedianya menjadi pulau surga bagi perempuan kelahiran 10 Juli 1977 itu, justru menjadi neraka baginya. Niatnya untuk berlibur selama dua minggu , malah membawanya menghabiskan hari-harinya di terali besi. Keinginannya untuk ber-surfing gagal karena tersandung mariyuana.
Polemik seputar Corby, antara lain ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi pemotongan masa tahanan selama lima tahun kepada perempuan warga Brisbane itu pada 2012 silam. Pihak Istana ketika itu menyatakan pemberian grasi murni mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Langkah SBY itu ditentang sejumlah kalangan. Dari kalangan aktivis, ormas keagamaan, sampai anggota DPR. Bahkan, mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra menggugat keputusan grasi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Yusril mempertanyakan kapasitas presiden mengeluarkan kebijakan grasi, apakah sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan. Riuh perdebatan soal Corby pun mereda ketika PTUN akhirnya menolak gugatan Yusril.
Kontroversi menyangkut Corby juga sempat muncul pada tahun 2013. Seiring muncul kabar tentang ekstradisi Adrian Kiki, Direktur Utama PT Bank Surya buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sudah lama bermukim di Australia. Muncul isu ekstradisi Adrian Kiki terkait "ditukar guling" dengan pembebasan Corby.
Kementerian Hukum dan HAM pun membantah dengan menyatakan tidak ada kaitan antara Adrian Kiki dengan Corby. "Tidak (bukan hasil barter). Saya kira Pemerintah Australia tetap menghormati proses hukum, yang tidak bisa kita intervensi," kata Menkum HAM Amir Syamsuddin pada 18 Desember 2013 lalu.
Kasus Corby mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Australia. Bahkan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr pada Maret 2013 silam pernah menyampaikan surat resmi kepada Pemerintah Indonesia. Dia menyatakan Australia menjamin secara resmi Corby akan mematuhi hukum jika diizinkan bebas bersyarat. "Hukumannya adalah peringatan bagi siapa saja yang berpikir untuk terlibat dalam aktivitas ilegal di luar negeri," kata Carr seperti dikutip BBC.co.uk.
Berselang beberapa bulan, tepatnya pada 22 Januari lalu Pemerintah Australia memulangkan Adrian ke Tanah Air. Kejaksaan Agung pun menahan Adrian di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
Saat ini napi cantik itu pun kembali menjadi pembicaraan pasca pernyataan Menteri Amir Syamsuddin yang menyebutkan Corby termasuk salah satu dari 1.700 napi yang direkomendasikan mendapat pembebasan bersyarat.
Terlepas dari prosedur hukum, pembebasan Corby bukan sesuatu yang mudah diterima. Setidaknya, terdengar dari reaksi kalangan DPR yang menolak kebijakan itu. Beberapa anggota DPR pun akan menyatakan surat keberatan kepada Menkum HAM.
"Karena sudah menjadi kegelisahan politisi, terutama saya dan (beberapa anggota dari fraksi) PAN (Partai Amanat Nasional), sudah bisik-bisik bagaimana menulis surat keberatan," kata anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari, Kamis (6/2/2014).
Taslim Chaniago, anggota Komisi Hukum DPR lainnya menilai kejahatan narkoba sama seperti korupsi dan terorisme. "Mestinya presiden berlaku sama terhadap tiga kejahatan ini," tegasnya.
Suara-suara penolakan itu sepertinya didengar oleh Menkum HAM yang membantah anggapan adanya perlakuan khusus terhadap Corby. Dia pun menegaskan, rencana pembebasan Corby masih ditelaah oleh Tim Penilai Pemasyarakatan (TPP). Lalu apakah Corby akan bebas dalam waktu dekat? Kita tunggu saja keputusan Menkum HAM.
(dam)