Macan Tutul Jawa dinyatakan langka
A
A
A
Sindonews.com - Keberadaan Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) semakin langka dan terancam punah.
Pasalnya, kucing besar asli Jawa itu, diperkirakan jumlahnya kurang dari 500 ekor dan tersebar dari ujung barat Pulau Jawa (Ujung Kulon) hingga timur Pulau Jawa (Taman Nasional Alas Purwo).
Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan menyadari, pihaknya masih kurang perhatian dan penelitian terhadap Macan Tutul Jawa.
"Sehingga, keberadaannya sulit dipastikan, baik kondisi maupun jumlahnya. Karena sejauh ini kita masih kurang literatur akurat terkait mereka (Macan Tutul Jawa)," kata Menhut dalam Konferensi Nasional Macan Tutul Jawa di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Rabu (29/1/2014).
Lebih lanjut ia menjelaskan, pihaknya berharap dalam konferensi ini ada langkah strategis guna mengatasi kelangkaan satwa tersebut. Khususnya, terkait dengan data-data termutakhir dalam mendeteksi keberadaannya.
Selain itu, pihaknya meminta masukan agar masyarakat yang tinggal di habitat Macan Tutul, itu tidak terjadi konflik, dalam hal ini dilakukan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat.
Mengingat konflik satwa dengan manusia ini juga, rentan terjadi akhir-akhir ini. "Masa setiap ketemu Menteri Kehutanan yang ditanyakan soal konflik dan kebun binatang terus," ucapnya.
Sementara itu Direktur Taman Safari Bogor Tony Sumampouw mengatakan, jumlah macan tutul yang ada di lembaga konservasi nasional pada 2011, hanya mencapai 31 ekor.
"Di sini (TSI Cisarua, Bogor) saja hanya ada 19 ekor. Selebihnya ada di kebun binatang lain, sedang di Indonesia sendiri baik yang di lembaga konservasi maupun di alam liar totalnya sekitar 400-an ekor," ungkapnya.
Sementara itu pemerhati Macan Tutul Jawa, Hendra Gunawan mengatakan, macan ini menjadi satu-satunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an.
"Kondisi serupa (punah) akan dialami Macan Tutul Jawa, bila manusia hanya diam saja," tegasnya.
Menurutnya, Macan Tutul Jawa masuk dalam kategori critically endangered (kritis) dalam daftar spesies terancam International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan berada dalam kategori apendiks satu dalam CITES.
Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alami yang rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat, menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam.
"Sejak pemetaan empat tahun di Pulau Jawa. Populasi Macan Tutul Jawa lebih banyak ditemui di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) maupun di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)," tuturnya.
Menurutnya, satwa asli pegunungan itu. keberadaannya sering ditemukan tak jauh dari wilayah pemukiman warga, karena sudah kekurangan satwa buruannya di hutan atau gunung.
"Macan tutul turun gunung disebabkan hewan buruannya (kera, babi, landak dan lutung) sudah habis dan bila di lingkungan hidupnya persediaan makanan sudah berkurang, maka macan tutul masuk ke perkampungan untuk mencari ternak," pungkasnya.
Pasalnya, kucing besar asli Jawa itu, diperkirakan jumlahnya kurang dari 500 ekor dan tersebar dari ujung barat Pulau Jawa (Ujung Kulon) hingga timur Pulau Jawa (Taman Nasional Alas Purwo).
Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan menyadari, pihaknya masih kurang perhatian dan penelitian terhadap Macan Tutul Jawa.
"Sehingga, keberadaannya sulit dipastikan, baik kondisi maupun jumlahnya. Karena sejauh ini kita masih kurang literatur akurat terkait mereka (Macan Tutul Jawa)," kata Menhut dalam Konferensi Nasional Macan Tutul Jawa di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Rabu (29/1/2014).
Lebih lanjut ia menjelaskan, pihaknya berharap dalam konferensi ini ada langkah strategis guna mengatasi kelangkaan satwa tersebut. Khususnya, terkait dengan data-data termutakhir dalam mendeteksi keberadaannya.
Selain itu, pihaknya meminta masukan agar masyarakat yang tinggal di habitat Macan Tutul, itu tidak terjadi konflik, dalam hal ini dilakukan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat.
Mengingat konflik satwa dengan manusia ini juga, rentan terjadi akhir-akhir ini. "Masa setiap ketemu Menteri Kehutanan yang ditanyakan soal konflik dan kebun binatang terus," ucapnya.
Sementara itu Direktur Taman Safari Bogor Tony Sumampouw mengatakan, jumlah macan tutul yang ada di lembaga konservasi nasional pada 2011, hanya mencapai 31 ekor.
"Di sini (TSI Cisarua, Bogor) saja hanya ada 19 ekor. Selebihnya ada di kebun binatang lain, sedang di Indonesia sendiri baik yang di lembaga konservasi maupun di alam liar totalnya sekitar 400-an ekor," ungkapnya.
Sementara itu pemerhati Macan Tutul Jawa, Hendra Gunawan mengatakan, macan ini menjadi satu-satunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an.
"Kondisi serupa (punah) akan dialami Macan Tutul Jawa, bila manusia hanya diam saja," tegasnya.
Menurutnya, Macan Tutul Jawa masuk dalam kategori critically endangered (kritis) dalam daftar spesies terancam International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan berada dalam kategori apendiks satu dalam CITES.
Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alami yang rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat, menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam.
"Sejak pemetaan empat tahun di Pulau Jawa. Populasi Macan Tutul Jawa lebih banyak ditemui di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) maupun di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)," tuturnya.
Menurutnya, satwa asli pegunungan itu. keberadaannya sering ditemukan tak jauh dari wilayah pemukiman warga, karena sudah kekurangan satwa buruannya di hutan atau gunung.
"Macan tutul turun gunung disebabkan hewan buruannya (kera, babi, landak dan lutung) sudah habis dan bila di lingkungan hidupnya persediaan makanan sudah berkurang, maka macan tutul masuk ke perkampungan untuk mencari ternak," pungkasnya.
(maf)