Kisah nyata preman bersusuk ular
A
A
A
Sindonews.com - Sejak masa kanak-kanaknya, Budi Sihombing sudah terbiasa dengan perkelahian. Dia memalak teman-temannya demi mendapatkan jatah uang jajan.
"Sejak saya kecil sudah dikenal, saya punya ambisi untuk dikenal lagi lebih luas. Itu yang membuat saya pergi mencari dukun ke dukun yang lain, sehingga saya punya kekuatan yang luar biasa yang orang lain tidak miliki," tutur Budi.
Kurang lebih ada 100 dukun yang pernah dijumpai Budi, sehingga dia harus merawat setiap pemberian yang "guru-guru" itu berikan. Ada seorang dukun memberikannya dua tongkat kecil yang harus dikenakan ke tubuhnya, sehingga ketika datang serangan, Budi tidak bisa kena.
Ingin menjadi penguasa di Batam tahun 1991, dia harus mengalahkan penguasa di sana. Jadi suatu hari ketika dia melakukan aksinya, dia mengambil botol yang dipecahkan lalu mulai menghajar pemimpin geng tersebut.
"Ketika saya melihat parang atau senjata, justru dorongan begitu kuat untuk mengejar bukan mundur, untuk mengejar orang yang memegang senjata itu. Saya seperti ingin menghisap darahnya."
Sejak menjadi penguasa, Budi mempekerjakan teman-temannya untuk mengawasi tempat tersebut. Dia pun punya banyak uang untuk dihambur-hamburkan. Namun, dampak lain dari menggunakan ilmu, tubuh Budi panas dingin tidak karuan, dia selalu ingin mencari lawan berkelahi.
"Melihat darah yang keluar itu, itu suatu kepuasan, itu yang kita cari, itu yang kita butuhkan, keinginan yang terpuaskan," ujarnya.
Di dalam rumah, perbuatan Budi pun tak kalah sadisnya. Dia berani membawa perempuan lain ke dalam rumah, yang diakuinya sebagai pembantu. "Perempuan itu disuruh mandi, tukar baju di kamar kita, saya sediakan lagi makan mereka," ujar Istri Budi.
"Mereka tidur lagi di situ, saya tidur di ruang tamu. Air mata ini sudah tidak bisa lagi keluar, udah kering ya, sudah sering menangis sehingga tidak bisa lagi menangis," tambahnya.
Perbuatan Budi terhadap wanita lain pun biadab. Dia menyiksa mereka demi mendapatkan kesenangan. "Kita aniaya dulu, baru kita melakukan seks. Di hati kecil saya sudah tidak ada rasa kasihan, di pikiran saya sudah tidak ada akal sehat. Jadi dampak dari ilmu yang saya pakai itu, tubuh ini dipakai untuk merusak orang," jelas Budi alias Bang Ucok.
Sudah hal yang biasa, jika ada kelompok-kelompok lain yang ingin merebut kekuasaannya, maka perkelahian pun tak dapat dihindari. "Bekas anak buah saya sendiri, yang melihat kekuasaan itu, dia menginginkannya sehingga dia pun ingin membunuh saya," ujar Budi.
Maka anak buahnya pun bersekongkol dengan lawannya. Namun, lama-kelamaan bosan melanda Budi. "Bosannya ngurusin orang setiap hari. Kalau lagi makan pun kita harus buru-buru keluar. Jadi saya jenuh dengan masalah-masalah yang harus saya hadapi tiap hari."
Temannya yang tahu akan hal itu mengatakan bahwa Budi bisa mati jika melepaskan ilmunya, karena dia punya banyak musuh. "Jadi, saya tidak bisa keluar dari situ gitu," ujarnya.
Suatu kesaksian di televisi membuat hatinya tergoncang, namun ada pula suatu perasaan untuk mematikan TV tersebut, sehingga pergumulan Budi terlihat dari hidup mati hidup matinya TV. "Di pikiran saya saat itu, benarkah preman seperti saya bisa diterima gitu?"
Sejak memutuskan ingin berhenti, Budi dihantui rasa takut mati di dalam mimpi-mimpinya. Dia merasa dibelit oleh seekor ular dan ada suara-suara yang hendak membunuhnya. "Saya ingat tempat itu gelap sekali, kosong hampa."
"Saya merasakan ketakutan yang luar biasa, saya tidak bisa membaringkan tubuh atau menutup mata ya. Dengan mimpi yang seram luar biasa, akhirnya saya menjadi depresi," ujar Budi.
Tengah malam seringkali Budi menjerit. Bahkan di hari ketika penyerahan anak, dia merasa suara itu masih terus berbicara. Akhirnya, dia meraih mic yang dipegang pendeta dan mengeluarkan uneg-unegnya. Dia ingin dibebaskan namun tak tahu caranya. Pendeta tersebut mengatakan dia harus berpuasa tiga hari lamanya.
Setelah itu, mereka melakukan pelepasan. Beberapa jemaat dan pendeta datang dan mendoakannya. Ketika itu terjadi, Budi memberontak karena serasa ada api dalam tubuhnya. "Dia seperti desis ular itu, keluar dari pori-porinya itu keringat, lendir semuanya. Baunya begitu luar biasa, sampai enggak tahan orang nyiumnya."
Setelah lepas dari semuanya, Budi tidak pernah lagi bermimpi aneh, tak pernah lagi merasa ngeri. "Memang saya akui tidak sedikit juga persoalan yang saya hadapi, tapi ketika terus mendekatkan diri kepada Tuhan, yang saya dapatkan adalah ketenangan di dalam Tuhan."
Kini Budi mendapatkan kedamaian dan ketenangan jiwa. "Inilah yang ingin saya dapatkan, karena dari dulu inilah yang saya cari."ujarnya.
Budi pun sekarang mendapat pekerjaan. Teladan Yesus membuatnya belajar kasih dan itulah yang dia lakukan kepada istrinya. Bahkan, dia membuka pintu rumahnya bagi anak-anak yang lahir karena prostitusi.
Seumur hidupnya, janji Budi, akan terus bersama Tuhan dan tidak mau kembali lagi seperti dulu, karena semuanya bohong belaka. Hanya Tuhan yang menepati segalanya.
(Sumber Kesaksian: Budi Sihombing/www.jawaban.com)
"Sejak saya kecil sudah dikenal, saya punya ambisi untuk dikenal lagi lebih luas. Itu yang membuat saya pergi mencari dukun ke dukun yang lain, sehingga saya punya kekuatan yang luar biasa yang orang lain tidak miliki," tutur Budi.
Kurang lebih ada 100 dukun yang pernah dijumpai Budi, sehingga dia harus merawat setiap pemberian yang "guru-guru" itu berikan. Ada seorang dukun memberikannya dua tongkat kecil yang harus dikenakan ke tubuhnya, sehingga ketika datang serangan, Budi tidak bisa kena.
Ingin menjadi penguasa di Batam tahun 1991, dia harus mengalahkan penguasa di sana. Jadi suatu hari ketika dia melakukan aksinya, dia mengambil botol yang dipecahkan lalu mulai menghajar pemimpin geng tersebut.
"Ketika saya melihat parang atau senjata, justru dorongan begitu kuat untuk mengejar bukan mundur, untuk mengejar orang yang memegang senjata itu. Saya seperti ingin menghisap darahnya."
Sejak menjadi penguasa, Budi mempekerjakan teman-temannya untuk mengawasi tempat tersebut. Dia pun punya banyak uang untuk dihambur-hamburkan. Namun, dampak lain dari menggunakan ilmu, tubuh Budi panas dingin tidak karuan, dia selalu ingin mencari lawan berkelahi.
"Melihat darah yang keluar itu, itu suatu kepuasan, itu yang kita cari, itu yang kita butuhkan, keinginan yang terpuaskan," ujarnya.
Di dalam rumah, perbuatan Budi pun tak kalah sadisnya. Dia berani membawa perempuan lain ke dalam rumah, yang diakuinya sebagai pembantu. "Perempuan itu disuruh mandi, tukar baju di kamar kita, saya sediakan lagi makan mereka," ujar Istri Budi.
"Mereka tidur lagi di situ, saya tidur di ruang tamu. Air mata ini sudah tidak bisa lagi keluar, udah kering ya, sudah sering menangis sehingga tidak bisa lagi menangis," tambahnya.
Perbuatan Budi terhadap wanita lain pun biadab. Dia menyiksa mereka demi mendapatkan kesenangan. "Kita aniaya dulu, baru kita melakukan seks. Di hati kecil saya sudah tidak ada rasa kasihan, di pikiran saya sudah tidak ada akal sehat. Jadi dampak dari ilmu yang saya pakai itu, tubuh ini dipakai untuk merusak orang," jelas Budi alias Bang Ucok.
Sudah hal yang biasa, jika ada kelompok-kelompok lain yang ingin merebut kekuasaannya, maka perkelahian pun tak dapat dihindari. "Bekas anak buah saya sendiri, yang melihat kekuasaan itu, dia menginginkannya sehingga dia pun ingin membunuh saya," ujar Budi.
Maka anak buahnya pun bersekongkol dengan lawannya. Namun, lama-kelamaan bosan melanda Budi. "Bosannya ngurusin orang setiap hari. Kalau lagi makan pun kita harus buru-buru keluar. Jadi saya jenuh dengan masalah-masalah yang harus saya hadapi tiap hari."
Temannya yang tahu akan hal itu mengatakan bahwa Budi bisa mati jika melepaskan ilmunya, karena dia punya banyak musuh. "Jadi, saya tidak bisa keluar dari situ gitu," ujarnya.
Suatu kesaksian di televisi membuat hatinya tergoncang, namun ada pula suatu perasaan untuk mematikan TV tersebut, sehingga pergumulan Budi terlihat dari hidup mati hidup matinya TV. "Di pikiran saya saat itu, benarkah preman seperti saya bisa diterima gitu?"
Sejak memutuskan ingin berhenti, Budi dihantui rasa takut mati di dalam mimpi-mimpinya. Dia merasa dibelit oleh seekor ular dan ada suara-suara yang hendak membunuhnya. "Saya ingat tempat itu gelap sekali, kosong hampa."
"Saya merasakan ketakutan yang luar biasa, saya tidak bisa membaringkan tubuh atau menutup mata ya. Dengan mimpi yang seram luar biasa, akhirnya saya menjadi depresi," ujar Budi.
Tengah malam seringkali Budi menjerit. Bahkan di hari ketika penyerahan anak, dia merasa suara itu masih terus berbicara. Akhirnya, dia meraih mic yang dipegang pendeta dan mengeluarkan uneg-unegnya. Dia ingin dibebaskan namun tak tahu caranya. Pendeta tersebut mengatakan dia harus berpuasa tiga hari lamanya.
Setelah itu, mereka melakukan pelepasan. Beberapa jemaat dan pendeta datang dan mendoakannya. Ketika itu terjadi, Budi memberontak karena serasa ada api dalam tubuhnya. "Dia seperti desis ular itu, keluar dari pori-porinya itu keringat, lendir semuanya. Baunya begitu luar biasa, sampai enggak tahan orang nyiumnya."
Setelah lepas dari semuanya, Budi tidak pernah lagi bermimpi aneh, tak pernah lagi merasa ngeri. "Memang saya akui tidak sedikit juga persoalan yang saya hadapi, tapi ketika terus mendekatkan diri kepada Tuhan, yang saya dapatkan adalah ketenangan di dalam Tuhan."
Kini Budi mendapatkan kedamaian dan ketenangan jiwa. "Inilah yang ingin saya dapatkan, karena dari dulu inilah yang saya cari."ujarnya.
Budi pun sekarang mendapat pekerjaan. Teladan Yesus membuatnya belajar kasih dan itulah yang dia lakukan kepada istrinya. Bahkan, dia membuka pintu rumahnya bagi anak-anak yang lahir karena prostitusi.
Seumur hidupnya, janji Budi, akan terus bersama Tuhan dan tidak mau kembali lagi seperti dulu, karena semuanya bohong belaka. Hanya Tuhan yang menepati segalanya.
(Sumber Kesaksian: Budi Sihombing/www.jawaban.com)
(kri)