TKI di Taiwan tak diperhatikan pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mengungkapkan kondisi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Taiwan belum terperhatikan. Khususnya pekerja maritim dan sektor rumah tangga.
Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Agusdin Subiantoro mencontohkan, ada 7.000-8.000 TKI maritim atau yang biasa disebut anak buah kapal (ABK) di Taiwan. Mereka yang mayoritas bekerja langsung pada pemilik kapal dan bukan perusahaan ini sangat diperas tenaganya.
“Mulai dari lingkungan kerja yang tidak kondusif di laut lepas hingga jam kerja yang tidak terbatas yang sangat melelahkan,” katanya pada Acara Tahunan ke 7 Masalah Ketenagakerjaan terkait Penempatan dan Perlindungan TKI di Taiwan, Minggu (1/12/2013).
Dalam forum itu hadir juga Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kepala KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indonesia) di Taiwan, Arif Fadillah. Pihak Taiwan diwakili Pan Shih-Wei selaku Menteri Perburuhan Taiwan didampingi jajaran di lingkungan kementeriannya.
Agusdin menjelaskan, pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Taiwan untuk mengontrak para ABK ini dari perusahaan berbadan hukum dan bukan perseorangan lagi. Selain itu besaran gaji ABK senilai USD600 per bulan dinilai belum layak. Mengingat beban dan risiko para pekerja migran ini tergolong tinggi selama bekerja di laut lepas.
Agusdin mengungkapkan, di Taiwan juga ada 160.000 TKI penata laksana rumah tangga (PLRT). Jumlah TKI PLRT mencapai 80 persen dari total 208.000 TKI yang ada di Taiwan. Nasib mereka juga sama buruknya yakni sering pindah majikan karena situasi di rumah majikan yang tidak nyaman. Dia memperkirakan, TKI kaburan di Taiwan ini mencapai belasan ribu. “TKI kaburan ini sangat rawan posisinya. Baik secara hokum, korban eksploitasi di majikan lain dan rawan tindak perdagangan orang,” ungkapnya.
Gaji TKI PLRT di Taiwan perbulan NT(dolar Taiwan)15.840. Namun bagi TKI yang sudah perpanjang kontrak mendapat kenaikan NT19.047. Dalam pertemuan tersebut, ujarnya, pemerintah juga meminta pemotongan gaji TKI oleh penyalur TKI di Taiwan dihilangkan. Hal itu terjadi sebagai bentuk pembayaran jasa agensi yang tidak wajar senilai NT60.000 yang dicicil tiga tahun. Padahal TKI sudah membayar biaya jasa penempatan kepada Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) di Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengusulkan agar pembayaran jasa agensi dibebankan kepada majikan saja. Selanjutnya, mekanisme pembiayaan penempatan TKI dengan sistem perbankan juga diusulkan demi efisiensi pembiayaan keberangkatan TKI. Bahkan di luar itu pun, kemungkinan disepakati untuk menghapus pemotongan biaya akomodasi untuk para TKI ABK yang memberatkan sekaligus semakin menyulitkan mereka.
Pemerintah fasilitasi mantan TKI dipekerjakan kembali
Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Agusdin Subiantoro mencontohkan, ada 7.000-8.000 TKI maritim atau yang biasa disebut anak buah kapal (ABK) di Taiwan. Mereka yang mayoritas bekerja langsung pada pemilik kapal dan bukan perusahaan ini sangat diperas tenaganya.
“Mulai dari lingkungan kerja yang tidak kondusif di laut lepas hingga jam kerja yang tidak terbatas yang sangat melelahkan,” katanya pada Acara Tahunan ke 7 Masalah Ketenagakerjaan terkait Penempatan dan Perlindungan TKI di Taiwan, Minggu (1/12/2013).
Dalam forum itu hadir juga Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kepala KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indonesia) di Taiwan, Arif Fadillah. Pihak Taiwan diwakili Pan Shih-Wei selaku Menteri Perburuhan Taiwan didampingi jajaran di lingkungan kementeriannya.
Agusdin menjelaskan, pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Taiwan untuk mengontrak para ABK ini dari perusahaan berbadan hukum dan bukan perseorangan lagi. Selain itu besaran gaji ABK senilai USD600 per bulan dinilai belum layak. Mengingat beban dan risiko para pekerja migran ini tergolong tinggi selama bekerja di laut lepas.
Agusdin mengungkapkan, di Taiwan juga ada 160.000 TKI penata laksana rumah tangga (PLRT). Jumlah TKI PLRT mencapai 80 persen dari total 208.000 TKI yang ada di Taiwan. Nasib mereka juga sama buruknya yakni sering pindah majikan karena situasi di rumah majikan yang tidak nyaman. Dia memperkirakan, TKI kaburan di Taiwan ini mencapai belasan ribu. “TKI kaburan ini sangat rawan posisinya. Baik secara hokum, korban eksploitasi di majikan lain dan rawan tindak perdagangan orang,” ungkapnya.
Gaji TKI PLRT di Taiwan perbulan NT(dolar Taiwan)15.840. Namun bagi TKI yang sudah perpanjang kontrak mendapat kenaikan NT19.047. Dalam pertemuan tersebut, ujarnya, pemerintah juga meminta pemotongan gaji TKI oleh penyalur TKI di Taiwan dihilangkan. Hal itu terjadi sebagai bentuk pembayaran jasa agensi yang tidak wajar senilai NT60.000 yang dicicil tiga tahun. Padahal TKI sudah membayar biaya jasa penempatan kepada Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) di Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengusulkan agar pembayaran jasa agensi dibebankan kepada majikan saja. Selanjutnya, mekanisme pembiayaan penempatan TKI dengan sistem perbankan juga diusulkan demi efisiensi pembiayaan keberangkatan TKI. Bahkan di luar itu pun, kemungkinan disepakati untuk menghapus pemotongan biaya akomodasi untuk para TKI ABK yang memberatkan sekaligus semakin menyulitkan mereka.
Pemerintah fasilitasi mantan TKI dipekerjakan kembali
(lal)