Yusril: Sebaiknya MK tak tangani sengketa pemilukada
A
A
A
Sindonews.com - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya sudah tidak lagi menangani sengkera pemilihan umum kepala daerah (pemilukada).
"Dalam pendapat saya, yang ideal tangani sengketa pemilukada tingkat kabupaten atau kota adalah Pengadilan Tinggi TUN (Tata Usaha Negara) setempat," kicau Yusril di akun twitternya, @Yusrilihza_Mhd, Jumat (15/11/2013).
Menurut Yusril, Mahkamah Agung (MA) harus segera memperbanyak Pengadilan Tinggi TUN yang sekarang hanya ada di Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar. Sedangkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) tentang rekapitulasi hasil pemilukada dan penetapan pasangan pemenang, pada hakikatnya adalah putusan PT TUN.
"Sebagai putusan pejabat TUN, maka yang paling berwenang mengadilinya adalah pengadilan TUN. Namun untuk lebih cepat, maka langsung PT TUN. Namun PT TUN membuka sidang seperti pengadilan tingkat pertama, bukan memeriksa berkas seperti pemeriksaan banding," ucapnya.
Politikus Partai Bulan Bintang (PBB) ini menegaskan, PT TUN dapat membatasi waktu pemeriksaan perkara pemilukada, misalnya 30 hari kerja sejak perkara didaftarkan. Mengingat hakim tinggi PT TUN cukup banyak, maka dapat membentuk beberapa majelis, tidak hanya satu majelis seperti MK.
"Dengan demikian, proses pemeriksaan perkara bisa mendalam dilakukan oleh majelis hakim, tidak terlalu buru-buru kejar target waktu. Para pihak yang berperkara juga leluasa membawa alat bukti, saksi dan ahli ke persidangan, dan mengujinya secara terbuka dalam sidang," katanya.
Lebih lanjut dia lakukan, PT TUN juga tidak perlu menciptakan yurisprudensi yang terlalu luas seperti dibuat MK, dalam memeriksa perkara pemilukada. Yakni ada tidaknya pelanggaran yang bersifat sistematik, terstruktur dan massif, serta segala proses yang mengiringi pelaksanaan pemilukada.
"Yurisprudensi MK itu bisa meluas kemana-mana memasuki berbagai bidang hukum, termasuk pidana, yang sebenarnya tidak bisa dinilai oleh MK. Majelis Hakim PT TUN cukup mengadili sengketa pemilukada seperti layaknya sengketa TUN dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan," ungkapnya.
Menurutnya, penggugat dalam sengketa pemilukada cukup membuktikan apakah tergugat, dalam hal ini KPUD, dalam memutuskan hasil rekapitulasi dan menetapkan pasangan pemenang, dalam prosesnya bertentangan.
"Atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bertentangan atau dengan asas umum pemerintahan yang baik dan asas penyelenggaraan pemilu dan atau pemilukada atau tidak. Kalau bertentangan, maka majelis berwenang untuk membatalkan Keputusan KPUD tersebut," pungkasnya.
Baca berita:
SBY: Kericuhan di MK hal yang tak pantas
"Dalam pendapat saya, yang ideal tangani sengketa pemilukada tingkat kabupaten atau kota adalah Pengadilan Tinggi TUN (Tata Usaha Negara) setempat," kicau Yusril di akun twitternya, @Yusrilihza_Mhd, Jumat (15/11/2013).
Menurut Yusril, Mahkamah Agung (MA) harus segera memperbanyak Pengadilan Tinggi TUN yang sekarang hanya ada di Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar. Sedangkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) tentang rekapitulasi hasil pemilukada dan penetapan pasangan pemenang, pada hakikatnya adalah putusan PT TUN.
"Sebagai putusan pejabat TUN, maka yang paling berwenang mengadilinya adalah pengadilan TUN. Namun untuk lebih cepat, maka langsung PT TUN. Namun PT TUN membuka sidang seperti pengadilan tingkat pertama, bukan memeriksa berkas seperti pemeriksaan banding," ucapnya.
Politikus Partai Bulan Bintang (PBB) ini menegaskan, PT TUN dapat membatasi waktu pemeriksaan perkara pemilukada, misalnya 30 hari kerja sejak perkara didaftarkan. Mengingat hakim tinggi PT TUN cukup banyak, maka dapat membentuk beberapa majelis, tidak hanya satu majelis seperti MK.
"Dengan demikian, proses pemeriksaan perkara bisa mendalam dilakukan oleh majelis hakim, tidak terlalu buru-buru kejar target waktu. Para pihak yang berperkara juga leluasa membawa alat bukti, saksi dan ahli ke persidangan, dan mengujinya secara terbuka dalam sidang," katanya.
Lebih lanjut dia lakukan, PT TUN juga tidak perlu menciptakan yurisprudensi yang terlalu luas seperti dibuat MK, dalam memeriksa perkara pemilukada. Yakni ada tidaknya pelanggaran yang bersifat sistematik, terstruktur dan massif, serta segala proses yang mengiringi pelaksanaan pemilukada.
"Yurisprudensi MK itu bisa meluas kemana-mana memasuki berbagai bidang hukum, termasuk pidana, yang sebenarnya tidak bisa dinilai oleh MK. Majelis Hakim PT TUN cukup mengadili sengketa pemilukada seperti layaknya sengketa TUN dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan," ungkapnya.
Menurutnya, penggugat dalam sengketa pemilukada cukup membuktikan apakah tergugat, dalam hal ini KPUD, dalam memutuskan hasil rekapitulasi dan menetapkan pasangan pemenang, dalam prosesnya bertentangan.
"Atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bertentangan atau dengan asas umum pemerintahan yang baik dan asas penyelenggaraan pemilu dan atau pemilukada atau tidak. Kalau bertentangan, maka majelis berwenang untuk membatalkan Keputusan KPUD tersebut," pungkasnya.
Baca berita:
SBY: Kericuhan di MK hal yang tak pantas
(maf)