Setelah badai di MK

Sabtu, 02 November 2013 - 17:36 WIB
Setelah badai di MK
Setelah badai di MK
A A A
Sebulan sudah, tepatnya Kamis 3 Oktober 2013, kasus yang menerpa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, terus berjalan. Bersamaan dengan itu, badai menerpa MK, di mana Akil diduga menerima suap atas sejumlah kasus Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada)

Dalam beberapa pekan, akibat kasus Akil, cercaan dan hujatan silih berganti menghantam lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia tersebut.

Lembaga yang dulunya dieluk-elukan sebagai benteng terakhir dalam pengambilan keputusan terkait pemilukada dan persoalan hukum lainnya, kini secara sekejap runtuh. MK bagai tak bertaring dan sejumlah tuntutan terhadap hasil pemilukada pun merebak.

Sampai akhirnya, buntut dari dugaan suap Pemilukada Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Pemilukada Lebak, Banten, anggota Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) dengan wewenangnya, memberhentikan Akil secara tidak hormat.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat kepada hakim terlapor Akil Mochtar," kata Ketua MKHK Harjono, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat 1 November 2013.

Sanksi tersebut dijatuhkan, lantaran Akil Mochtar terbukti melanggar kode etik. "Hakim terlapor Akil Mochtar terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi," tuturnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, sanksi pemberhentian secara tidak hormat yang diputuskan MKK, karena Akil telah melakukan perbuatan tercela. Dia menambahkan, putusan MKK tersebut akan disampaikan pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Kemudian, Mahkamah akan mengajukan ke presiden dan presiden akan menerbitkan Keppres (Keputusan Presiden)," tuturnya.

Akil terbukti melanggar prinsip ketiga, yakni integritas penerapan angka 1 yang menyatakan hakim konsitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak.

Selain itu, dia terbukti melanggar ketentuan pasal 23 huruf b Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang menyatakan hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila melakukan perbuatan tercela.

Pelanggaran tersebut yakni, Akil yang tidak mendaftarkan mobil Toyota Crown Athlete ke Ditlantas Polda Metro Jaya, yang mencerminkan perilaku tidak jujur, penemuan narkotika dan obat-obatan terlarang di ruang kerja Akil.

Ketiga, Akil Mochtar terbukti melanggar prinsip pertama yakni independensi penerapan angka satu yang menegaskan hakim konstitusi harus menjalankan fungsi judisialnya secara independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar tanpa bujukan, iming-iming, tekanan dan ancaman atau campur tangan dari siapa pun dengan alasan apapun sesuai dengan penguasaannya atas hukum.

Perilaku tersebut yakni pertemuan Akil Mochtar dengan anggota DPR RI berinisial CHN di ruang kerjanya tanggal 9 Juli 2013 dan dihubungkan dengan penangkapan anggota DPR CHN yang berada di tempat yang sama dengan Akil saat ditangkap KPK.

Menyikapi kekosongan kursi yang ditinggalkan Akil, muncul nama Hamdan Zoelva yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua MK, kini menduduki tampuk kepemimpinan Ketua MK definitif.

"Ada dua hal yang kami harus betul-betul jaga. Pertama, melakukan early warning, suatu deteksi upaya-upaya langkah konkret dalam menjaga dan menegakkan wibawa mahkamah, baik hakim maupun seluruh karyawan yang terlibat di mahkamah ini," kata Hamdan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat 1 November.

Kedua, kata dia, tentu ada sejumlah pekerjaan berat lainnya, yakni menata dan meningkatkan kemampuan kapasitas dari semua komponen yang mendukung pekerjaan mahkamah, terutama kepaniteraan dan kesekjenan.

"Dan di sisi lain, kami Insya Allah akan melakukan penataan dan peningkatan dalam rangka menjaga, melakukan segala langkah dan upaya, yang diperlukan untuk menjaga integritas," tuturnya.

Tentunya, pascabadai di MK dan terpilihnya Hamdan menggantikan posisi Akil, kita semua berharap, agar MK bisa menegakkan kembali pundi-pundi kehormatan hukum yang tercerai-berai. Meski dalam membangun citra dan menumbuhkan kembali, tak semudah dengan yang dibayangkan. Namun perlahan, MK semoga bisa mengembalikan kehormatan tersebut.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5592 seconds (0.1#10.140)