Lembaga adat Megou laporkan PT Silva Inhutani
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang, melaporkan perusahaan hutan produksi PT Silva Inhutani ke Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) serta Menteri Kehutanan.
Selain bersengketa dengan ribuan penduduk penggarap lahan, perusahaan itu juga melanggar izin pemanfaatan lahan hutan Register 45 di Kabupaten Mesuji, Lampung.
“Kami lembaga adat ingin berdialog dengan pemerintah untuk kembali menata kawasan hutan produksi yang menjadi sumber sengketa dan memicu kerawanan sosial politik di Mesuji,” ujar Ketua Umum Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang, Wanmauli B. Sanggem kepada wartawan, Selasa (10/9/2013).
Menurut Wanmauli, PT Silva Inhutani selaku pengelola kawasan hutan produksi telah melanggar izin Menteri Kehutanan Nomor 93/kpts-II/1997, dengan menanami lahan dengan tanaman singkong, karet dan sawit yang bukan tanaman produksi sesuai izinnya.
“Seharusnya perusahaan itu menanami kawasan hutan dengan tanaman produksi yang dipanen kayunya bukan dengan tanaman karet, singkong atau sawit seperti sekarang ini,” ujarnya.
Selain itu, katanya, kawasan hutan Register 45 sekarang juga sudah digarap sekitar 1.200 kepala keluarga masyarakat Hamparan Tugu Roda, yang kemudian bersengketa dengan PT Silva Inhutani. Penduduk yang menggarap lahan hutan sejak 1996 itu bertanam singkong.
“Penduduk yang menggarap lahan hutan itu jangan diusir begitu saja, karena mereka juga membutuhkan lapangan kehidupan,” katanya.
Untuk itu, tambahnya, Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang mengajak pemerintah lewat Menteri Polhukam dan Menteri Kehutanan berdialog untuk mencari solusi pemanfaatan kawasan hutan, agar tidak menimbulkan konflik sosial antara penduduk penggarap, perusahaan, dan pemerintah setempat yang berkepanjangan.
Apalagi, katanya, hutan di Register 45 juga salah satu paru-paru dunia yang harus dilindungi bersama, sehingga tidak bisa digarap sembarangan, khususnya oleh industri perkebunan. Penduduk penggarap juga perlu diberi ruang hidup di kawasan hutan itu.
Selain bersengketa dengan ribuan penduduk penggarap lahan, perusahaan itu juga melanggar izin pemanfaatan lahan hutan Register 45 di Kabupaten Mesuji, Lampung.
“Kami lembaga adat ingin berdialog dengan pemerintah untuk kembali menata kawasan hutan produksi yang menjadi sumber sengketa dan memicu kerawanan sosial politik di Mesuji,” ujar Ketua Umum Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang, Wanmauli B. Sanggem kepada wartawan, Selasa (10/9/2013).
Menurut Wanmauli, PT Silva Inhutani selaku pengelola kawasan hutan produksi telah melanggar izin Menteri Kehutanan Nomor 93/kpts-II/1997, dengan menanami lahan dengan tanaman singkong, karet dan sawit yang bukan tanaman produksi sesuai izinnya.
“Seharusnya perusahaan itu menanami kawasan hutan dengan tanaman produksi yang dipanen kayunya bukan dengan tanaman karet, singkong atau sawit seperti sekarang ini,” ujarnya.
Selain itu, katanya, kawasan hutan Register 45 sekarang juga sudah digarap sekitar 1.200 kepala keluarga masyarakat Hamparan Tugu Roda, yang kemudian bersengketa dengan PT Silva Inhutani. Penduduk yang menggarap lahan hutan sejak 1996 itu bertanam singkong.
“Penduduk yang menggarap lahan hutan itu jangan diusir begitu saja, karena mereka juga membutuhkan lapangan kehidupan,” katanya.
Untuk itu, tambahnya, Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang mengajak pemerintah lewat Menteri Polhukam dan Menteri Kehutanan berdialog untuk mencari solusi pemanfaatan kawasan hutan, agar tidak menimbulkan konflik sosial antara penduduk penggarap, perusahaan, dan pemerintah setempat yang berkepanjangan.
Apalagi, katanya, hutan di Register 45 juga salah satu paru-paru dunia yang harus dilindungi bersama, sehingga tidak bisa digarap sembarangan, khususnya oleh industri perkebunan. Penduduk penggarap juga perlu diberi ruang hidup di kawasan hutan itu.
(stb)