3 alasan publik tolak kenaikan harga BBM versi LSN
A
A
A
Sindonews.com - Hari ini, Lembaga Survei Nasional (LSN) mengumumkan hasil survei terbarunya yang dilaksanakan tanggal 1 hingga 10 Mei 2013 di 33 Provinsi diseluruh Indonesia.
Salah satu kesimpulan dari survei LSN tersebut, yakni 86,1 persen responden merasa tidak setuju alias menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Setidaknya ada tiga alasan mengapa mayoritas publik menolak rencana kebijakan Pemerintah tersebut.
Peneliti Utama LSN Dipa Pradipta menjelaskan, alasan yang pertama adalah kenaikan harga BBM bersubsidi dinilai akan semakin memberatkan ekonomi masyarakat.
"Harga-harga kebutuhan pokok akan naik dan semakin tidak terjangkau oleh pendapatan rakyat kecil," ujar Dipa di Restoran Pulau Dua, Jalan Gatot Subroto, Taman Ria Senayan, Jakarta, Minggu (2/6/2013).
Sedangkan alasan yang kedua adalah kebijakan pemerintah tersebut dinilai tidak akan menolong kesehatan fiskal sebagaimana yang direncanakan oleh Pemerintah.
"Beberapa kali kenaikan harga BBM di masa lalu, terbukti tidak efektif menyelamatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)," imbuhnya.
Sementara alasan yang ketiga yakni publik menilai ada motif-motif politik praktis dibalik kebijakan itu. Dia menambahkan, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dinilai merupakan skenario untuk mendongkrak elektabilitas partai pemerintah.
Oleh karena itu, mayoritas mutlak dari masyarakat berpendidikan dan berpenghasilan rendah menolak kenaikan harga BBM tersebut. Kompensasi yang dijanjikan akan diberikan oleh pemerintah, lanjut dia, dikhawatirkan tidak akan sanggup mengatasi melambungnya harga berbagai kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Seperti diketahui, populasi dari survei LSN adalah seluruh penduduk Indonesia yang telah berusia 17 tahun ke atas, atau belum berusia 17 tahun namun sudah menikah.
Jumlah sampel sebanyak 1230 responden yang diperoleh melalui teknik pencuplikan secara rambang berjenjang (multistage random sampling). Simpangan kesalahan (Margin of error) sebesar 2,8 persen dan pada tingkat kepercayaan (level of confidence) 95 persen.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara tatap muka dengan responden dengan berpedoman quesioner. Survei ini dilengkapi dengan riset kualitatif melalui wawancara mendalam (depth-interview) dan analisis media.
Salah satu kesimpulan dari survei LSN tersebut, yakni 86,1 persen responden merasa tidak setuju alias menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Setidaknya ada tiga alasan mengapa mayoritas publik menolak rencana kebijakan Pemerintah tersebut.
Peneliti Utama LSN Dipa Pradipta menjelaskan, alasan yang pertama adalah kenaikan harga BBM bersubsidi dinilai akan semakin memberatkan ekonomi masyarakat.
"Harga-harga kebutuhan pokok akan naik dan semakin tidak terjangkau oleh pendapatan rakyat kecil," ujar Dipa di Restoran Pulau Dua, Jalan Gatot Subroto, Taman Ria Senayan, Jakarta, Minggu (2/6/2013).
Sedangkan alasan yang kedua adalah kebijakan pemerintah tersebut dinilai tidak akan menolong kesehatan fiskal sebagaimana yang direncanakan oleh Pemerintah.
"Beberapa kali kenaikan harga BBM di masa lalu, terbukti tidak efektif menyelamatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)," imbuhnya.
Sementara alasan yang ketiga yakni publik menilai ada motif-motif politik praktis dibalik kebijakan itu. Dia menambahkan, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dinilai merupakan skenario untuk mendongkrak elektabilitas partai pemerintah.
Oleh karena itu, mayoritas mutlak dari masyarakat berpendidikan dan berpenghasilan rendah menolak kenaikan harga BBM tersebut. Kompensasi yang dijanjikan akan diberikan oleh pemerintah, lanjut dia, dikhawatirkan tidak akan sanggup mengatasi melambungnya harga berbagai kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Seperti diketahui, populasi dari survei LSN adalah seluruh penduduk Indonesia yang telah berusia 17 tahun ke atas, atau belum berusia 17 tahun namun sudah menikah.
Jumlah sampel sebanyak 1230 responden yang diperoleh melalui teknik pencuplikan secara rambang berjenjang (multistage random sampling). Simpangan kesalahan (Margin of error) sebesar 2,8 persen dan pada tingkat kepercayaan (level of confidence) 95 persen.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara tatap muka dengan responden dengan berpedoman quesioner. Survei ini dilengkapi dengan riset kualitatif melalui wawancara mendalam (depth-interview) dan analisis media.
(kri)