Kisruh UN, Kemendiknas bawa kemunduran
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jimmy Paat mengatakan, penundaan Ujian Nasional (UN) di 11 provinsi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang menimpakan kesalahan pada perusahaan percetakan tidak masuk akal.
Ia menilai, penundaan yang pertama kali terjadi sepanjang diselenggarakannya UN itu menunjukkan ketidaksiapan Kemendikbud dalam penyelenggaraan hajatan tahunan ini.
"Kalau satu sekolah masih bisa kita tolerir. Penundaan 11 provinsi ini mungkin sekitar puluhan ribu siswa yang terlambat. Itu buat saya enggak bisa diterima dan dibenarkan," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Selasa (16/4/2013).
Tindakan Kemendikbud dengan melimpahkan kesalahan kepada kontraktor pemenang tender yang mencetak soal UN sangat tidak etis. Meski PT Ghalia Indonesia Printing sebagai salah satu percetakan pemenang tender melakukan keterlambatan, namun kesalahan harus tetap dilimpahkan kepada Kemendikbud.
"Kontraktor yang pilih kan Kemendikbud. Dia memilih atas dasar apa, itu yang harus dipertanyakan. Seharusnya Kemendikbud memilih perusahaan yang tidak melakukan kesalahan fatal seperti ini."
"Karena ini hajatan besar tahunan, kontraktor yang dipilih harus benar-benar profesional. Ini kan sudah dimulai dari 2003. Bukannya menjadi lebih baik tapi kemunduran jauh ke belakang," sambungnya.
Seperti yang diberitakan Sindonews sebelumnya, Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendikbud Amin Priatna menegaskan, pihaknya tidak bertanggung jawab atas pemilihan pemenang perusahaan percetakan yang mencetak lembar soal dan jawaban untuk pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di tingkat SMA/MA/SMK tahun 2013.
Dia beralasan, semuannya itu sudah dilimpahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) selaku penyelenggara pelaksanaan UN ini. Sehingga, tidak mempunyai wewenang dalam pemilihan perusahaan yang berhak memainkan proyek ini.
"Itu panitia yang menentukan layak atau tidak perusahaan percetakan yang melaksanakan. Kita tidak berwenang untuk ikut memilih," kata Amin dalam keterangan persnya di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin 15 April 2013 malam.
Anak buah Haryono Umar itu mengatakan, kesalahan itu sebenarnya memang tidak berada pada panitia pelaksana. Dia menuding, kemungkinan kesalahan terbesar justru ada di Manajemen Percetakan yang dalam hal ini PT Ghalia Indonesia Printing yang telah gagal dalam pelaksanaan proyek sesuai perjanjian.
"Kelemahan ini sesungguhnya ada dalam manajemen pencetakan," kilahnya.
Ia menilai, penundaan yang pertama kali terjadi sepanjang diselenggarakannya UN itu menunjukkan ketidaksiapan Kemendikbud dalam penyelenggaraan hajatan tahunan ini.
"Kalau satu sekolah masih bisa kita tolerir. Penundaan 11 provinsi ini mungkin sekitar puluhan ribu siswa yang terlambat. Itu buat saya enggak bisa diterima dan dibenarkan," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Selasa (16/4/2013).
Tindakan Kemendikbud dengan melimpahkan kesalahan kepada kontraktor pemenang tender yang mencetak soal UN sangat tidak etis. Meski PT Ghalia Indonesia Printing sebagai salah satu percetakan pemenang tender melakukan keterlambatan, namun kesalahan harus tetap dilimpahkan kepada Kemendikbud.
"Kontraktor yang pilih kan Kemendikbud. Dia memilih atas dasar apa, itu yang harus dipertanyakan. Seharusnya Kemendikbud memilih perusahaan yang tidak melakukan kesalahan fatal seperti ini."
"Karena ini hajatan besar tahunan, kontraktor yang dipilih harus benar-benar profesional. Ini kan sudah dimulai dari 2003. Bukannya menjadi lebih baik tapi kemunduran jauh ke belakang," sambungnya.
Seperti yang diberitakan Sindonews sebelumnya, Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendikbud Amin Priatna menegaskan, pihaknya tidak bertanggung jawab atas pemilihan pemenang perusahaan percetakan yang mencetak lembar soal dan jawaban untuk pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di tingkat SMA/MA/SMK tahun 2013.
Dia beralasan, semuannya itu sudah dilimpahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) selaku penyelenggara pelaksanaan UN ini. Sehingga, tidak mempunyai wewenang dalam pemilihan perusahaan yang berhak memainkan proyek ini.
"Itu panitia yang menentukan layak atau tidak perusahaan percetakan yang melaksanakan. Kita tidak berwenang untuk ikut memilih," kata Amin dalam keterangan persnya di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin 15 April 2013 malam.
Anak buah Haryono Umar itu mengatakan, kesalahan itu sebenarnya memang tidak berada pada panitia pelaksana. Dia menuding, kemungkinan kesalahan terbesar justru ada di Manajemen Percetakan yang dalam hal ini PT Ghalia Indonesia Printing yang telah gagal dalam pelaksanaan proyek sesuai perjanjian.
"Kelemahan ini sesungguhnya ada dalam manajemen pencetakan," kilahnya.
(kri)