UN picu murid, guru & sekolah berlaku curang
A
A
A
Sindonews.com - Staf Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari Rachman mengatakan, Ujian Nasional (UN) memicu murid, kepala sekolah dan guru berlaku curang.
Apalagi bagi sebagian sekolah UN memiliki tingkat kesulitan yang jauh lebih tinggi daripada kemampuan mereka. Bukti kecurangan sistemik adalah, kunci jawaban dibuat dengan rapi untuk 20 tipe soal.
Menurutnya, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh guru di sekolah, menjelang satu hari soal sampai disekolah. “Tentunya hal ini dilakukan oleh oknum lain yang mengetahui distribusi soal. Kedua, yang melakukan kecurangan adalah pejabat-pejabat sekolah,” terangnya di Kantor ICW, Jakarta, Jumat (24/5/2013).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, validitas presentase kelulusan itu juga dipertanyakan karena adanya 20 paket soal juga tidak menghilangkan kecurangan UN. Bahkan, perubahan jumlah jenis soal menjadi lebih banyak. "Semakin memperlihatkan bahwa Kemendikbud juga mengakui masih ada kecenderungan contek mencontek maupun bocoran yang beredar dikalangan siswa," ungkapnya.
Selain itu menurut Siti, kecurangan dalam UN dapat terjadi di sekolah negeri maupun swasta. Hal ini karena seluruh sekolah menginginkan seluruh siswanya lulus UN namun tidak seluruh sekolah memenuhi standar nasional pendidikan.
"Sedangkan UN menggunakan soal ujian dengan standar nasional. Oleh karena itu, tegasnya, pihaknya meminta agar UN di semua jenjang harus ditiadakan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, amburadulnya pelaksanaan UN menyebabkan presentase kelulusan UN turun 0,02 persen. Pada 2013 kelulusan mencapai 99,48 persen, sedangkan 2012 99,50 persen. Meski diwarnai penundaan namun Kemendikbud mengklaim peristiwa itu tidak berpengaruh dari sisi pemeriksaan hasil UN dan juga tingkat kelulusan. Bahkan di Bali yang juga mengalami penundaan menyumbang lima siswa dengan nilai UN tertinggi sensional.
Apalagi bagi sebagian sekolah UN memiliki tingkat kesulitan yang jauh lebih tinggi daripada kemampuan mereka. Bukti kecurangan sistemik adalah, kunci jawaban dibuat dengan rapi untuk 20 tipe soal.
Menurutnya, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh guru di sekolah, menjelang satu hari soal sampai disekolah. “Tentunya hal ini dilakukan oleh oknum lain yang mengetahui distribusi soal. Kedua, yang melakukan kecurangan adalah pejabat-pejabat sekolah,” terangnya di Kantor ICW, Jakarta, Jumat (24/5/2013).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, validitas presentase kelulusan itu juga dipertanyakan karena adanya 20 paket soal juga tidak menghilangkan kecurangan UN. Bahkan, perubahan jumlah jenis soal menjadi lebih banyak. "Semakin memperlihatkan bahwa Kemendikbud juga mengakui masih ada kecenderungan contek mencontek maupun bocoran yang beredar dikalangan siswa," ungkapnya.
Selain itu menurut Siti, kecurangan dalam UN dapat terjadi di sekolah negeri maupun swasta. Hal ini karena seluruh sekolah menginginkan seluruh siswanya lulus UN namun tidak seluruh sekolah memenuhi standar nasional pendidikan.
"Sedangkan UN menggunakan soal ujian dengan standar nasional. Oleh karena itu, tegasnya, pihaknya meminta agar UN di semua jenjang harus ditiadakan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, amburadulnya pelaksanaan UN menyebabkan presentase kelulusan UN turun 0,02 persen. Pada 2013 kelulusan mencapai 99,48 persen, sedangkan 2012 99,50 persen. Meski diwarnai penundaan namun Kemendikbud mengklaim peristiwa itu tidak berpengaruh dari sisi pemeriksaan hasil UN dan juga tingkat kelulusan. Bahkan di Bali yang juga mengalami penundaan menyumbang lima siswa dengan nilai UN tertinggi sensional.
(maf)