Antisipasi teroris, aparat terhalang UU
Selasa, 11 September 2012 - 09:15 WIB

Antisipasi teroris, aparat terhalang UU
A
A
A
Sindonew.com - Kemampuan intelijen dalam memantau pergerakan yang mengarah pada teror sebenarnya sudah cukup bagus. Sayangnya saat akan melakukan tindakan pencegahan gerakan mereka terhalang oleh undang-undang.
Pengamat Militer Muhajir Efendi mengatakan penanganan teroris di Indonesia masih terbentur dengan Undang-undang NO 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Karena undang-undang terorisme hanya bersifat umum sehingga rentan dilakukan pra peradilan.
"Undang-undang terorisme masih bersifat pidana umum. Sehingga harus ada pelaku dan alat bukti. Sementara pelaku masih menggunakan asas praduga tidak bersalah," kata Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (11/9/2012).
Pria yang pernah mengenyam kursus pertahanan militer di Pentagon, Amerika Serikat ini mengatakan, tanpa adanya pelaku dan alat bukti, aparat tidak bisa menangkap seorang teroris.
Sebenarnya, peta terorisme dan jaringannya, aparat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah mengantongi. Kondisi itu juga dibantu dengan kinerja Intelijen yang cukup rapi.
"Kalau kecolongan sih tidak mungkin karena sudah mengantongi data dan peta. Hanya saja ketika akan bergerak terbentur dengan undang-undang," paparnya.
Undang-undang ini rentan aparat di-praperadilankan. "Aparat sendiri paling takut jika sudah masuk ke pra peradilan," tambahnya.
Menurut Muhadjir, dalam memberantas teroris ini, lebih menggunakan Kontra Teroris. Sehingga, saat penangkapan memenuhi unsur yang diamanatkan dalam undang-undang. Selama ini, cara tersebut yang dianggap efektif untuk memberantas teroris meskipun belum upaya pencegahan.
"Dengan menggunakan kontra teroris inilah membuat aman para aparat dalam memberantas aksi terorisme di Indonesia," tambahnya.
Pengamat Militer Muhajir Efendi mengatakan penanganan teroris di Indonesia masih terbentur dengan Undang-undang NO 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Karena undang-undang terorisme hanya bersifat umum sehingga rentan dilakukan pra peradilan.
"Undang-undang terorisme masih bersifat pidana umum. Sehingga harus ada pelaku dan alat bukti. Sementara pelaku masih menggunakan asas praduga tidak bersalah," kata Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (11/9/2012).
Pria yang pernah mengenyam kursus pertahanan militer di Pentagon, Amerika Serikat ini mengatakan, tanpa adanya pelaku dan alat bukti, aparat tidak bisa menangkap seorang teroris.
Sebenarnya, peta terorisme dan jaringannya, aparat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah mengantongi. Kondisi itu juga dibantu dengan kinerja Intelijen yang cukup rapi.
"Kalau kecolongan sih tidak mungkin karena sudah mengantongi data dan peta. Hanya saja ketika akan bergerak terbentur dengan undang-undang," paparnya.
Undang-undang ini rentan aparat di-praperadilankan. "Aparat sendiri paling takut jika sudah masuk ke pra peradilan," tambahnya.
Menurut Muhadjir, dalam memberantas teroris ini, lebih menggunakan Kontra Teroris. Sehingga, saat penangkapan memenuhi unsur yang diamanatkan dalam undang-undang. Selama ini, cara tersebut yang dianggap efektif untuk memberantas teroris meskipun belum upaya pencegahan.
"Dengan menggunakan kontra teroris inilah membuat aman para aparat dalam memberantas aksi terorisme di Indonesia," tambahnya.
(ysw)