Masyarakat diajak jangan percaya pemerintah & Parpol

Kamis, 21 Juni 2012 - 21:25 WIB
Masyarakat diajak jangan...
Masyarakat diajak jangan percaya pemerintah & Parpol
A A A
Sindonews.com - Sistem politik di Indonesia yang korup telah mengikis ideologi negara sedikit demi sedikit. Partai politik terjebak dalam politik uang, mengedepankan politik sektarian, dan menjalankan praktik kotor untuk mendapatkan kekuasaan.

Ungkapan kritis itu dikatakan Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi Universitas Paramadina Dinna Wisnu. Menurut Dinna, masyarakat sipil harus mengandalkan kekuatannya sendiri untuk melakukan perubahan. Sebab pemerintah, lembaga negara dan partai politik sudah tidak bisa diharapkan.

"Kini saatnya masyarakat membuat perubahan. Jangan berharap pada pemerintah, parpol atau lembaga negara. Pemerintah maupun partai politik yang ada di DPR telah memikul beban politik yang berat akibat praktik-praktik politik yang korup," ujar Dinna di Jakarta, Kamis (21/6/2012).

Menurut dia, keadaan ini akan semakin buruk menjelang Pemilu 2014. Karena pemerintah dan parpol akan sibuk membersihkan diri ketimbang fokus melakukan pembangunan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan masyarakat sipil untuk perubahan.

"Dibidang sosial misalnya, meniru apa yang dilakukan Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina dengan program Indonesia mengajar. Dibidang sosial-politik, ada usaha koreksi sistem perpolitikan melalui ideologi independen cagub Jakarta Faisal Basri atau mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif yang menjaga perlindungan terhadap kaum minoritas. Sementara itu, dari sektor pengusaha ada insan seperti Rachmat Gobel yang rela memodali SEA Games agar sukses," terangnya.

Dinna berharap, masyarakat dapat memiliki inisiatif melakukan perubahan seperti tokoh-tokoh tadi, atau minimal terlibat dan mendukung apa yang telah mereka lakukan.

"Seluruh pihak harus memandang positif dan proposional hasil survei yang dilakukan oleh organisasi internasional Fund for Peace yang mengategorikan Indonesia sebagai 'state in danger'. Pemerintah, akademisi, partai politik dan masyarakat harus menjadikan hasil survei itu sebagai titik tolak untuk melakukan perubahan yang lebih konstruktif dan positif," jelasnya.

Survei itu sendiri, menurut Dinna, meliputi 12 indikator dan ratusan subindikator yang cukup rumit dan bersinggungan satu sama lain. Mereka memiliki sebuah software khusus yang menghitung antar variabel dan kemudian menghasilkan sebuah skor.

Dia mengambil contoh, indikator Demographic Pressures dimana indikator itu memuat variabel-variabel tentang tekanan demografi, mulai dari yang terkait dengan kependudukan, akses kepada makanan, air bersih, hingga masalah jumlah penyandang HIV/AIDS. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0370 seconds (0.1#10.140)