Tenggang rasa dan u-question

Rabu, 20 Juni 2012 - 08:16 WIB
Tenggang rasa dan u-question
Tenggang rasa dan u-question
A A A
Sindonews.com - Bentrok dan kerusuhan massa yang terjadi di beberapa daerah, baru-baru ini membuat kita prihatin. Masyarakat mudah sekali tersulut emosi sehingga terlalu reaktif dengan sebuah persoalan.

Di masyarakat yang memiliki budaya tenggang rasa yang tinggi, masih saja terjadi bentrok dan kerusuhan massa.Apa yang terjadi, sebenarnya, bukanlah cermin nyata dari masyarakat Indonesia atau Nusantara yang memiliki peradaban dan kebudayaan yang tinggi. Masyarakat Indonesia memiliki kebudayaan kebersamaan yang menjadi dasar tenggang rasa. Semua tentu heran, mengapa bentrok dan kerusuhan massa masih saja terjadi.

Bahkan tidak hanya di satu wilayah, melainkan juga di beberapa daerah. Bentrok dan rusuh yang terjadi bukan karena masyarakat kita telah kehilangan kebudayaan yang adi luhung yaitu tenggang rasa. Tenggang rasa telah memudar atau bias sehingga masyarakat seolah tidak merasa membutuhkan. Memudar atau biasnya tenggang rasa ini terjadi karena banyak faktor.

Globalisasi yang berimbas pada modernisasi yang membuat masyarakat semakin individualistis adalah salah satu faktornya. Faktor lain adalah karena memang ada beberapa pihak yang sengaja memudarkan dan membiaskan kebudayaan ini, agar kepentingan mereka terpenuhi.Namun, semua itu bisa dibentengi jika rasa tenggang rasa terus dibina dan dipupuk. Dasar dari tenggang rasa atau tepa selira adalah rasa kebersamaan.

Jalinan kebersamaan ini membutuhkan sebuah komunikasi yang intens dan berkualitas. Memupuk tenggang rasa adalah dengan cara komunikasi yang berkualitas.Dulu dan sekarang masih banyak ditemui, bagaimana komunikasi itu dibina dengan cara bakti sosial di setiap lingkungan, kompetisi antarlingkungan, siskamling, dan lain-lain. Rasa-rasa seperti itu sekarang hanya tinggal dongeng bagi anak cucu kita.

Padahal,kekuatankomunikasi tradisional itulah yang membuat kita bisa menahan arus modernisasi yang lebih mengedepankan individualistis. Jika pun pada era sekarang ada komunikasi antar warga atau pun kelompok, yang terjadi komunikasi yang bersifat I-comment. Sifat komunikasi ini adalah bersifat egois dan individualistis.

Mau menang sendiri tanpa memedulikan orang lain atau tim. Komunikasi I-comment lebih mengedepankan keakuan atau kesayaan. Yang terjadi dari komunikasi I-comment adalah berat sebelah. Padahal, keberhasilan komunikasi adalah adanya dialog yang berimbang antara kedua belah pihak. Ini terjadi karena terpaan individualistis sudah sangat kencang.Cara seperti ini hanya akan melahirkan loser,bukan winner.

Semestinya komunikasi yang dilakukan adalah bersifat Uquestion. Sifat komunikasi ini adalah dengan cara menanyakan keinginan dari lawan bicara kita. Tidak hanya menanyakan, tapi juga mengerti apa keinginan dari lawan bicara kita. Dengan Uquestion, suasana dialog akan terjadi. Keberimbangan antara kedua belah pihak akan terjadi.Outputdari komunikasi U-question adalah dengan sebuah solusi yang menyenangkan kedua belah pihak.Sifat ini akan memunculkan winner, bukan loser.

Ya, kita sepakat bahwa lemahnya kualitas dan kuantitas komunikasi ini yang membuat tenggang rasa ini semakin memudar, bukan hilang. Akibatnya, semua pihak ingin mencari menangnya sendiri tanpa memedulikan pihak lain. Yang berbeda pandangan dianggap lawan, kalau perlu diserang. Bentrok dan rusuh massa pun akan terus tak terhindarkan jika kita selalu mengedepankan cara-cara ini.

Komunikasi antarkelompok perlu ditingkatkan dengan difasilitasi oleh tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pemerintah yang perlu dilakukan untuk mengembalikan budaya tenggang rasa ini. Pemerintah pun harus sudah aware dengan kondisi ini dan melakukan langkah-langkah. Komunikasi ke masyarakat juga perlu dilakukan pemerintah.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3079 seconds (0.1#10.140)