Fraksi persoalkan pemilihan gubernur
A
A
A
Sindonews.com – Fraksi-fraksi di DPR masih mempersoalkan sejumlah poin penting dalam draf Rancangan Undang–Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang diajukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Beberapa poin penting itu di antaranya pemilihan gubernur melalui DPRD, wakil gubernur dari jabatan karier, usulan pelaksanaan pilkada serentak, pelarangan keluarga incumbent maju dalam pilkada, pemilihan kepala daerah dan wakilnya dalam satu paket, serta pelaksanaan pilkada satu putaran. Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Nurul Arifin mengatakan, fraksinya masih mempertanyakan mekanisme pemilihan gubernur yang dipilih DPRD.
Pada prinsipnya, pihaknya bisa menerima usulan gubernur dipilih oleh DPRD ini. Usulan ini memiliki dampak positif dalam proses pemilihan kepala daerah. Pemilihan lewat DPRD diyakini akan mengurangi potensi konflik antarpendukung calon gubernur di daerah. Namun, Nurul tidak meyakini hal ini akan mengurangi biaya politik. "Saya tidak yakin jika cost politic berkurang. Yang menjadi benefit adalah meminimalisasi konflik antarpendukung dan mencegah kejenuhan masyarakat dengan banyaknya pilkada," ungkap Nurul di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 13 Juni 2012.
Menurut dia, dua argumentasi tentang mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat ataupun pemilihan melalui perwakilan rakyat di DPRD tidak menyalahi UU ataupun konstitusi. Keduanya sama-sama sah, jadi apa pun keputusannya, hal tersebut adalah pilihan politik dan tidak menjadi masalah. Anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi PDIP Zainun Ahmadi menyatakan, Fraksi PDIP tidak setuju dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Fraksi PDIP masih menginginkan agar pilkada dilakukan secara langsung, termasuk wakil kepala daerah yang dipilih satu paket dengan kepala daerah. Menurut dia, UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) menjelaskan, kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota harus dipilih secara demokratis. Jika memahami itu, seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat.
"Itu hendaknya dilihat secara sistemik dengan logika konstruksi konstitusi atau konsistensi dengan pengaturan sejenis lainnya. Dalam hal ini berkenaan dengan pengisian jabatan politik kenegaraan sehingga diperoleh konsistensi mekanisme pemilihan oleh rakyat," ungkapnya. (lil)
Beberapa poin penting itu di antaranya pemilihan gubernur melalui DPRD, wakil gubernur dari jabatan karier, usulan pelaksanaan pilkada serentak, pelarangan keluarga incumbent maju dalam pilkada, pemilihan kepala daerah dan wakilnya dalam satu paket, serta pelaksanaan pilkada satu putaran. Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Nurul Arifin mengatakan, fraksinya masih mempertanyakan mekanisme pemilihan gubernur yang dipilih DPRD.
Pada prinsipnya, pihaknya bisa menerima usulan gubernur dipilih oleh DPRD ini. Usulan ini memiliki dampak positif dalam proses pemilihan kepala daerah. Pemilihan lewat DPRD diyakini akan mengurangi potensi konflik antarpendukung calon gubernur di daerah. Namun, Nurul tidak meyakini hal ini akan mengurangi biaya politik. "Saya tidak yakin jika cost politic berkurang. Yang menjadi benefit adalah meminimalisasi konflik antarpendukung dan mencegah kejenuhan masyarakat dengan banyaknya pilkada," ungkap Nurul di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 13 Juni 2012.
Menurut dia, dua argumentasi tentang mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat ataupun pemilihan melalui perwakilan rakyat di DPRD tidak menyalahi UU ataupun konstitusi. Keduanya sama-sama sah, jadi apa pun keputusannya, hal tersebut adalah pilihan politik dan tidak menjadi masalah. Anggota Panja RUU Pilkada dari Fraksi PDIP Zainun Ahmadi menyatakan, Fraksi PDIP tidak setuju dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Fraksi PDIP masih menginginkan agar pilkada dilakukan secara langsung, termasuk wakil kepala daerah yang dipilih satu paket dengan kepala daerah. Menurut dia, UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) menjelaskan, kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota harus dipilih secara demokratis. Jika memahami itu, seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat.
"Itu hendaknya dilihat secara sistemik dengan logika konstruksi konstitusi atau konsistensi dengan pengaturan sejenis lainnya. Dalam hal ini berkenaan dengan pengisian jabatan politik kenegaraan sehingga diperoleh konsistensi mekanisme pemilihan oleh rakyat," ungkapnya. (lil)
()