MA anggap DPR perlemah KPK
A
A
A
Sindonews.com – Anggota Komisi III DPR dinilai sengaja mengadu domba lembaga peradilan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melemahkan lembaga antikorupsi tersebut.
Penyataan itu ditegaskan Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/6/2012). Djoko menegaskan, anggota Komisi III Ahmad Yani telah menyampaikan informasi yang tidak tepat tentang ketersinggungan pihak Pengadilan Negeri (PN) Semarang atas pemindahan sidang Wali Kota nonaktif Soemarmo HS ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Padahal, PN Semarang sama sekali tidak mempermasalahkan pemindahan persidangan Soemarmo.
"Ini cara lain melemahkan KPK dan mengadu domba tidak hanya dengan PN Semarang, tetapi juga Kejaksaan (Negeri Semarang) dan Polda (Jateng). Intervensi telah nyata-nyata dilakukan dengan meminta ketua MA mencabut SK pemindahan sidang Soemarmo tanggal 16 Mei 2012," ungkapnya. Sekadar diketahui, beberapa anggota Komisi III DPR dinilai telah mengintervensi Mahkamah Agung (MA) karena mempersoalkan keputusan lembaga kehakiman itu yang akan memindahkan lokasi persidangan Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo, dari Semarang ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Anggota Komisi III bahkan secara langsung telah meminta kepada Ketua MA Hatta Ali agar mencabut atau merevisi Surat Keputusan (SK) Nomor 064/KMA/SK/V/2012 tertanggal 16 Mei 2012 tentang pemindahan sidang Soemarmo dari Pengadilan Tipikor Semarang ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Atas tindakan anggota Dewan tersebut, MA menilai perbuatan itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk intervensi terhadap independensi lembaga peradilan.
Djoko juga menegaskan secara hukum prilaku anggota Dewan itu bisa dituntut ke pengadilan. Saat dimintai tanggapannya terkait intervensi tersebut seperti yang dikatakan MA, anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, pemindahan lokasi sidang kasus dugaan suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2011 yang dilakukan Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo menyinggung Pengadilan Negeri Semarang. Menurut dia, permintaan KPK agar persidangan Soemarmo dipindah dianggap mendiskreditkan dan menuduh Pengadilan Tipikor Semarang tidak objektif serta dikendalikan oleh Soemarmo dan pendukungnya.
Kedatangan rombongan Komisi III DPR ke Semarang, menurut Ahmad Yani, juga sama sekali bukan untuk melakukan intervensi, melainkan mencari informasi terkait pemindahan sidang Soemarmo dan beberapa kasus lain di Jawa Tengah. Pernyataan Ahmad Yani tersebut kemudian ditanggapi Djoko Sarwoko yang juga juru bicara MA. Dia menegaskan, wakil ketua PN Semarang tetap mendukung pemindahan lokasi sidang Soemarmo. Tidak seperti ungkapan Ahmad Yani yang seolah-olah PN Semarang tersinggung dengan pemindahan sidang Soemarmo.
"Ini ada yang dipelintir. Wakil ketua PN sudah saya tanya, tidak mengatakan seperti itu. Ini cara lain untuk melemahkan KPK dan mengadu domba," ungkapnya. Intervensi ini, menurut Djoko, dapat dikategorikan menghalangi proses hukum yang diatur dalam Pasal 21 UU No 31/1999, Pasal 60 UU No 20/2001 dan diancam dengan pidana maksimal 20 tahun penjara dan atau denda Rp600 juta.
Juru Bicara PN Tipikor Semarang Togar mengatakan,pihaknya tidak keberatan dengan keputusan MA, karena di mana pun sidang digelar, pihaknya siap. "Pada dasarnya kami semua siap melaksanakan tugas dalam segala hal, namun di sisi lain kami juga siap melaksanakan kebijakan dari pimpinan," ungkapnya. Kendati demikian, PN Tipikor Semarang tetap menghormati putusan yang dikeluarkan MA tersebut. "Kami manut saja dengan kebijakan pimpinan," tambahnya.
Sementara itu, saat kembali dikonfirmasi terkait pernyataan juru bicara MA yang menegaskan Ahmad Yani sengaja memperlemah KPK, anggota Komisi III DPR itu hanya menjawab, jika MA sudah tidak memercayai lembaga peradilan di bawahnya, lebih baik Pengadilan Tipikor daerah terutama di Semarang dibubarkan saja. Ahmad Yani yang mendukung Soemarmo agar disidangkan di Semarang menegaskan, kekhawatiran KPK tentang ada intervensi dari Soemarmo terhadap majelis hakim di PN Semarang tidak wajar. (lil)
Penyataan itu ditegaskan Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/6/2012). Djoko menegaskan, anggota Komisi III Ahmad Yani telah menyampaikan informasi yang tidak tepat tentang ketersinggungan pihak Pengadilan Negeri (PN) Semarang atas pemindahan sidang Wali Kota nonaktif Soemarmo HS ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Padahal, PN Semarang sama sekali tidak mempermasalahkan pemindahan persidangan Soemarmo.
"Ini cara lain melemahkan KPK dan mengadu domba tidak hanya dengan PN Semarang, tetapi juga Kejaksaan (Negeri Semarang) dan Polda (Jateng). Intervensi telah nyata-nyata dilakukan dengan meminta ketua MA mencabut SK pemindahan sidang Soemarmo tanggal 16 Mei 2012," ungkapnya. Sekadar diketahui, beberapa anggota Komisi III DPR dinilai telah mengintervensi Mahkamah Agung (MA) karena mempersoalkan keputusan lembaga kehakiman itu yang akan memindahkan lokasi persidangan Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo, dari Semarang ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Anggota Komisi III bahkan secara langsung telah meminta kepada Ketua MA Hatta Ali agar mencabut atau merevisi Surat Keputusan (SK) Nomor 064/KMA/SK/V/2012 tertanggal 16 Mei 2012 tentang pemindahan sidang Soemarmo dari Pengadilan Tipikor Semarang ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Atas tindakan anggota Dewan tersebut, MA menilai perbuatan itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk intervensi terhadap independensi lembaga peradilan.
Djoko juga menegaskan secara hukum prilaku anggota Dewan itu bisa dituntut ke pengadilan. Saat dimintai tanggapannya terkait intervensi tersebut seperti yang dikatakan MA, anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, pemindahan lokasi sidang kasus dugaan suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2011 yang dilakukan Wali Kota Semarang nonaktif Soemarmo menyinggung Pengadilan Negeri Semarang. Menurut dia, permintaan KPK agar persidangan Soemarmo dipindah dianggap mendiskreditkan dan menuduh Pengadilan Tipikor Semarang tidak objektif serta dikendalikan oleh Soemarmo dan pendukungnya.
Kedatangan rombongan Komisi III DPR ke Semarang, menurut Ahmad Yani, juga sama sekali bukan untuk melakukan intervensi, melainkan mencari informasi terkait pemindahan sidang Soemarmo dan beberapa kasus lain di Jawa Tengah. Pernyataan Ahmad Yani tersebut kemudian ditanggapi Djoko Sarwoko yang juga juru bicara MA. Dia menegaskan, wakil ketua PN Semarang tetap mendukung pemindahan lokasi sidang Soemarmo. Tidak seperti ungkapan Ahmad Yani yang seolah-olah PN Semarang tersinggung dengan pemindahan sidang Soemarmo.
"Ini ada yang dipelintir. Wakil ketua PN sudah saya tanya, tidak mengatakan seperti itu. Ini cara lain untuk melemahkan KPK dan mengadu domba," ungkapnya. Intervensi ini, menurut Djoko, dapat dikategorikan menghalangi proses hukum yang diatur dalam Pasal 21 UU No 31/1999, Pasal 60 UU No 20/2001 dan diancam dengan pidana maksimal 20 tahun penjara dan atau denda Rp600 juta.
Juru Bicara PN Tipikor Semarang Togar mengatakan,pihaknya tidak keberatan dengan keputusan MA, karena di mana pun sidang digelar, pihaknya siap. "Pada dasarnya kami semua siap melaksanakan tugas dalam segala hal, namun di sisi lain kami juga siap melaksanakan kebijakan dari pimpinan," ungkapnya. Kendati demikian, PN Tipikor Semarang tetap menghormati putusan yang dikeluarkan MA tersebut. "Kami manut saja dengan kebijakan pimpinan," tambahnya.
Sementara itu, saat kembali dikonfirmasi terkait pernyataan juru bicara MA yang menegaskan Ahmad Yani sengaja memperlemah KPK, anggota Komisi III DPR itu hanya menjawab, jika MA sudah tidak memercayai lembaga peradilan di bawahnya, lebih baik Pengadilan Tipikor daerah terutama di Semarang dibubarkan saja. Ahmad Yani yang mendukung Soemarmo agar disidangkan di Semarang menegaskan, kekhawatiran KPK tentang ada intervensi dari Soemarmo terhadap majelis hakim di PN Semarang tidak wajar. (lil)
()