Grasi 5 tahun untuk Corby lukai keadilan

Rabu, 23 Mei 2012 - 09:14 WIB
Grasi 5 tahun untuk...
Grasi 5 tahun untuk Corby lukai keadilan
A A A
Sindonews.com - Putusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi terhadap terpidana narkotika asal Australia, Schapelle Corby, disayangkan berbagai pihak.

Kebijakan itu dinilai telah melukai rasa keadilan masyarakat. Pemberian grasi itu menggambarkan pemerintah tidak serius dalam pemberantasan narkotika.

"Presiden tidak konsisten. Bukankah presiden yang mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah terhadap narkoba. Lah ini jadinya kalah," kata Ketua Umum DPP Gerakan Antinarkotika (Granat) Henry Yosodiningrat, Selasa 23 Mei 2012.

Dia khawatir kebijakan ini bakal menjadi preseden buruk bagai pemberantasan narkoba kedepan sebab para terpidana narkotika lainnya baik dari luar negeri maupun warga negara Indonesia bakal menuntut perlakuan serupa.

"Pemerintah tidak berpikir soal dampak luas dari pemberian grasi ini. Mereka bisa bilang warga negara asing diberi, kenapa kami tidak," ujar Henry.

Dia juga mempertanyakan alasan pemerintah yang berharap putusan tersebut berdampak pada perlakuan yang sama terhadap terpidana WNI di Australia. Menurut Henry, pemberian grasi terhadap warga negara asing dengan berharap bakal ada timbal balik adalah kebijakan yang sama sekali tidak populer.

Negara-negara lainnya bisa jadi membuat daftar nama-nama warganya yang menjadi terpidana, lalu meminta agar pemerintah memberikan grasi dengan janji bakal melakukan hal yang sama.

"Jika memang tujuannya agar terpidana kita di Australia mendapat keringanan hukum, bukan dengan cara seperti ini. Gunakanlah caracara diplomasi yang baik dan cerdas. Cara ini sangat tidak cerdas," papar Henry.

Sebelumnya terdakwa narkoba Schapelle Corby mendapatkan remisi lima tahun dari pemerintah.Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi mengatakan,surat keringanan hukuman Corby telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dua hari lalu atau Minggu 20 Mei 2012.

"Presiden sudah menandatangani pengurangan hukumannya. Surat (remisi) sudah kita kirim ke Pengadilan Denpasar untuk dilanjutkan dan diteruskan kepada yang bersangkutan," ucap Sudi di Istana Merdeka Jakarta kemarin.

Dalam surat tersebut,Presiden menyatakan memberikan pengampunan kepada Corby berupa pengurangan jumlah pidana selama lima tahun dari hukuman vonis penjara 20 tahun. "Sedangkan pidana denda tetap harus dibayar," begitu isi putusan grasi setebal dua halaman itu.

Jika merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) pada 28 Maret 2008 yang menolak peninjauan kembali (PK) Corby, Corby tetap harus membayar denda Rp100 juta. Corby telah mengajukan grasi kepada Presiden pada 2010. Alasannya berdasarkan surat keterangan hasil pemeriksaan psikiater dr Denny Thong pada 26 Mei 2009 yang menyebutkan, Corby dinyatakan menderita depresi berat dengan gejala psikotik.

Atas grasi yang diajukan, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin belum lama ini telah mengusulkan pemberian keringanan hukuman lima tahun kepada Corby.

Corby menjalani tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan Bali setelah mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Wanita asal Australia ini menjalani hukuman sejak 2005 karena menyelundupkan ganja ke Bali dari Australia. Selama menjalani hukuman, wanita berusia 34 tahun ini selalu mendapatkan remisi dua kali dalam setahun, yaitu setiap hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus dan Hari Raya Natal 25 Desember.

Dengan remisi yang diberikan oleh pemerintah ini digabungkan dengan remisi yang didapatkannya setiap tahun, jika Corby mengajukan pembebasan bersyarat, Corby kemungkinan akan menghirup udara bebas pada Agustus 2012 (lihat grafis). Menurut Sudi, pemerintah memberikan pengurangan hukuman selama lima tahun berdasarkan berbagai pertimbangan.

"Pertama selain dari sistem di Indonesia, kita juga meminta pertimbangan dari Ketua Mahkamah Agung dan para menteri terkait, termasuk bagaimana banyaknya warga kita di Australia yang mendapatkan hal sama (remisi)," ungkap mantan Sekretaris Kabinet ini.

Sudi menjelaskan, selain Corby, dua warga negara asing (WNA) lain juga mendapatkan keringanan hukuman.Namun, Sudi mengaku lupa nama WNA tersebut dan asal negara yang bersangkutan. "Selain Corby ada WNA asal Jerman dan satu WNA lain, saya lupa namanya," tandas Sudi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil meminta memberikan alasan detail pemberian grasi terhadap Corby kepada masyarakat.

Nasir menilai putusan ini menyakitkan untuk rakyat Indonesia. Corby merupakan pengedar narkotika dalam skala besar yang bisa membahayakan generasi. "Pemerintah sama sekali tidak tegas.Presiden harus mengemukakan alasannya kepada publik. Setelah itu biar masyarakat yang menilai," ungkap Nasir.

Dia pesimistis pemerintah Australia akan memperlakukan sama terhadap WNI yang menjadi terpidana di negara tersebut. "Ini blunder," ujar dia.

Menurutnya, putusan Presiden ini akan berdampak buruk bagi pemberantasan narkotika di Tanah Air. "Grasi menurut UU memang hak prerogatif presiden. Tapi, apa pertimbangan Presiden memberikan grasi terhadap Corby. Ini harus diungkapkan. Jangan mentang-mentang Corby dari Australia, lalu mendapatkan perlakukan istimewa," tutur politikus PKS ini. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7207 seconds (0.1#10.140)