Meneladani ibu Endang

Jum'at, 04 Mei 2012 - 08:33 WIB
Meneladani ibu Endang
Meneladani ibu Endang
A A A
Sindonews.com - Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Pepatah ini mengajarkan kepada kita agar banyak menebar kebaikan kepada sesama agar kelak jika meninggalkan kebaikan itu akan dikenang, bahkan bisa menjadi teladan.

Itulah yang dicontohkan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih, yang berpulang ke hadirat-Nya Rabu 2 Mei akibat kanker stadium empat yang menggerogoti paru-parunya. Bagaimana dia menghadapi penyakit ganas yang menderanya dan bagaimana alumnus Harvard University ini tetap menjalankan amanat yang diberikan kepadanya hingga titik akhir serta harus berserah diri merupakan cerita yang layak ditiru siapa pun.

Keteladanan Endang bisa dilihat dari testimoni kolega dan jajarannya di kementerian. Menurut Wakil Menkes Ali Gufron dan Sekjen Kemenkes Ratna Rosita, misalnya, Endang tidak pernah mengeluhkan sakitnya. Walau sedang sakit parah, dia tetap bekerja dan memikirkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat terluar dan daerah terluar. Hanya beberapa pekan saja ketika mulai dirawat, almarhumah tidak bekerja.

Sikap Endang yang patut diapresiasi juga disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan sambutan pada upacara pemakaman jenazah Endang di kompleks pemakaman San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, Kamis 3 Mei 2012. Mantan Menkopolkam itu terkesan dengan semangat Endang ketika mengikuti Safari Ramadan selama berhari-hari.

Walaupun sedang sakit, ibu tiga anak ini mengikuti kegiatan secara penuh dan menjalankan sejumlah agenda kerja tanpa jeda. “Di tengah sakit yang dideritanya, beliau tetap bekerja keras tanpa kenal lelah dan menyerah,” kata SBY.

Sikap dan pendirian yang layak dicontoh bisa dilihat dari pernyataan yang ditulisnya pada 13 April 2011 menyambut penerbitan buku Berdamai dengan Kanker. Endang yang saat itu sudah menginjak bulan kelima divonis menderita kanker stadium lima mengungkapkan kepasrahannya menerima apa pun takdir Yang Kuasa itu.

“Why me? Saya menganggap ini adalah salah satu anugerah dari Allah SWT,” tuturnya.

Istri Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Dr Reanny Mamahit, SpOG, MM ini mensyukuri apa pun nasib yang digariskan Tuhan, apalagi selama ini dia sudah merasa bahagi dengan segala karunia yang diberikan-Nya seperti hidup di negara indah dan tidak dalam peperangan, diberi keluarga besar yang pandai-pandai dan dengan kondisi sosial ekonomi lumayan, dianugerahi suami yang sabar dan baik hati serta dua putra satu putri yang sehat, cerdas, dan berbakti.

“Hidup saya penuh dengan kebahagiaan.So,why not?Mengapa tidak Tuhan menganugerahi saya kanker paru? Tuhan pasti mempunyai rencana-Nya yang belum saya ketahui, tetapi saya merasa siap untuk menjalankannya,” ujar dia.

Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini pun mengajak sesama penderita kanker untuk berbaik sangka dan menerima semua anugerah-Nya dengan bersyukur.

Endang mengingatkan, lamanya hidup tidaklah sepenting kualitas hidup itu sendiri.“ Mari lakukan sebaik-baiknya apa yang bisa kita lakukan hari ini. Kita lakukan dengan sepenuh hati. Dan jangan lupa, nyatakan perasaan kita kepada orang-orang yang kita sayangi. Bersyukurlah, kita masih diberi kesempatan untuk itu,”ucapnya. Ketegaran, kepasrahan terhadap Yang Kuasa, dan dedikasi terhadap amanat yang diembannya hanyalah cerita yang hilang bersamaan dengan dikebumikannya Endang.

Tapi paling tidak sikap tersebut bisa menjadi teladan,terutama bagi para pemimpin dan pejabat yang mendapat amanat,bahwa dalam kondisi apa pun harus bersungguh-sungguh mengabdi untuk kepentingan masyarakat dan bangsanya, bukan kepentingan diri sendiri. Kursi dan jabatan adalah kenikmatan sesaat dan tidak punya arti jika tidak dimanfaatkan untuk pengabdian yang berkualitas.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7274 seconds (0.1#10.140)