Menunggu perlindungan negara

Jum'at, 27 April 2012 - 08:12 WIB
Menunggu perlindungan negara
Menunggu perlindungan negara
A A A
Sikap Pemerintah Indonesia menghadapi Malaysia kembali diuji. Ini terkait dengan nasib yang menimpa tiga tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negeri jiran tersebut.

Ketiga warga Dusun Pancor Kopong, Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur yang pulang kampung sudah dalam kantong mayat itu diduga menjadi korban perdagangan organ tubuh.

Benar-tidak dugaan tersebut memang harus dibuktikan. Hasil autopsi yang dilakukan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) kemarin secara resmi belum diumumkan ke publik. Namun, bocoran yang disampaikan anggota keluarga yang turut dalam autopsi bukan hanya menguatkan dugaan tersebut, melainkan sangat mencengangkan: kedua mata hilang dan kepala terbelah-belah.

Di kepala korban ditemukan plastik dan beberapa alat operasi tertinggal dalam tubuh. Bagaimana pemerintah harus merespons, tentu menunggu kepastian autopsi yang akan diumumkan Mabes Polri.

Sejauh ini pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sudah menunjukkan reaksi cukup tepat dengan menginvestigasi dugaan tersebut. Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika dugaan perdagangan organ tubuh itu benar ada?

Pemerintah tentu harus memikirkan “balasan seimbang” yang patut diberlakukan kepada Malaysia. Keseimbangan tindakan sangat ditunggu karena selama ini Pemerintah Indonesia terkesan lunak kalau tidak dibilang kalah vis a vis Malaysia.

Di mata rakyat, pemerintah tidak pernah mampu bertindak tegas menghadapi berbagai persoalan seperti kekerasan TKI, pelanggaran perbatasan, atau tindakan sewenang-wenang aparat Malaysia terhadap nelayan Indonesia. Kondisi ini sangat menyinggung nasionalisme.

Apalagi sebelumnya Indonesia harus melepas dua pulaunya, Sipadan dan Ligitan, karena kalah di Mahkamah Internasional. Indonesia dan Malaysia harus diakui negeri serumpun dan keduanya sama-sama diikat dalam kerja sama ASEAN yang sangat mengedepankan harmoni.

Dengan demikian, segala macam konflik yang muncul harus diselesaikan secara damai lewat dialog antara kedua negara. Tetapi, kerangka itu tentu tidak membatasi Indonesia untuk bertindak lebih tegas, lebih dari sekadar nota protes yang selama ini dilakukan.

Kasus penjualan organ tubuh tiga TKI Lombok Timur jika dugaan tersebut benar adalah kasus serius yang menuntut perhatian dan tindakan serius pemerintah. Malaysia, terutama Polisi Diraja Malaysia, bukan hanya tidak mempunyai nilai-nilai kemanusiaan, tapi juga secara sengaja merendahkan martabat dan menyepelekan bangsa Indonesia.

Terlebih sebelumnya pemerintah kedua negara sudah meneken kesepahaman untuk meningkatkan perlindungan terhadap TKI. Kalaupun ternyata dugaan itu tidak terbukti, pembunuhan tiga WNI dengan berondongan senjata hanya karena berdasarkan praduga bahwa mereka mengendap-endap dengan membawa senjata tajam dan tanpa identitas jelas juga harus dipersoalkan sebab itu jelas-jelas melanggar hukum dan HAM.

Apalagi berdasar komunikasi terakhir dengan teman dan keluarga, para TKI yang sudah berencana segera pulang kampung itu saat kejadian sedang memancing. Walaupun tiga TKI yang bekerja di perkebunan dan konstruksi tersebut datang ke Malaysia secara ilegal, negara dalam hal ini pemerintah wajib melindungi segenap bangsa Indonesia seperti diamanatkan alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

Perlindungan ini termasuk menegakkan hak hidup mereka yang direnggut dan organ tubuh mereka diperdagangkan. Sekali lagi, jika dugaan perdagangan organ tubuh tiga benar, kita menunggu pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menekan Malaysia menyelesaikan kasus tersebut.

Apalagi bila secara bilateral tidak memperoleh tanggapan,pemerintah harus menggunakan berbagai jalur diplomasi, termasuk membawanya ke Mahkamah Internasional. Inilah saatnya negara menunjukkan perlindungannya.(*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7591 seconds (0.1#10.140)