UU pemilu abaikan prinsip pemilu demokratis
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk tetap mempertahankan lampiran perubahan atas Undang-Undang nomor 10/2008 tentang pemilu legislatif mengabaikan prinsip-prinsip pemilu Demokratis dan melanggar Konstitusi. Khususnya menyangkut pembagian daerah pemilihan (dapil).
"Intinya memang ada masalah dalam proses akhir RUU pemilu legislatif, itu belum clear," ujar Ketua Perludem/Advisor Pemilu Kemitraan, Didik Supriyanto dalam acara diskusi media dengan tajuk: ‘Jalan Berliku Undang-Undang Pemilu legislatif’ di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Minggu (22/4/2012).
Menurutnya ada beberapa hal yang menyebabkan UU pemilu tersebut dinilai gagal. Dia menyebutkan. pertama, mengenai sumber data kependudukan.
Disatu pihak, mereka (tim perumus RUU Pemilu) menolak data sensus sementara Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) belum tersedia. "Kalau begitu pembentukan daerah pemilihan Legislatif tidak bisa dilakukan," katanya.
Lebih lanjut dikatakan Didik, permasalahan kedua adalah mengenai metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan DAK2.
Dia menerangkan, sebagaimana diketahui DAK2 disusun oleh pemerintah berdasarkan laporan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota.
Akurasi data dari pemerintah provinsi selama ini diragukan, baik karena metodenya tidak tepat maupun motif kesengajaan mengubah jumlah penduduk.
"Sehingga sangat mungkin DAK2 akan digelembungkan oleh setiap pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota," terangnya.
"Intinya memang ada masalah dalam proses akhir RUU pemilu legislatif, itu belum clear," ujar Ketua Perludem/Advisor Pemilu Kemitraan, Didik Supriyanto dalam acara diskusi media dengan tajuk: ‘Jalan Berliku Undang-Undang Pemilu legislatif’ di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Minggu (22/4/2012).
Menurutnya ada beberapa hal yang menyebabkan UU pemilu tersebut dinilai gagal. Dia menyebutkan. pertama, mengenai sumber data kependudukan.
Disatu pihak, mereka (tim perumus RUU Pemilu) menolak data sensus sementara Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) belum tersedia. "Kalau begitu pembentukan daerah pemilihan Legislatif tidak bisa dilakukan," katanya.
Lebih lanjut dikatakan Didik, permasalahan kedua adalah mengenai metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan DAK2.
Dia menerangkan, sebagaimana diketahui DAK2 disusun oleh pemerintah berdasarkan laporan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota.
Akurasi data dari pemerintah provinsi selama ini diragukan, baik karena metodenya tidak tepat maupun motif kesengajaan mengubah jumlah penduduk.
"Sehingga sangat mungkin DAK2 akan digelembungkan oleh setiap pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota," terangnya.
()