Mencermati gaji hakim
A
A
A
Belum lama ini kita mendengar rencana aksi mogok sidang para hakim daerah lantaran kesejahteraannya yang minim. Terlepas dari apakah ancaman ini nantinya akan dilaksanakan atau tidak, tentu kita miris mencermati fenomena tersebut.
Ada dua hal yang patut dicermati dalam fenomena ini. Pertama, sebagai abdi negara, ancaman para hakim tersebut bisa meruntuhkan tatanan penegakan hukum di Tanah Air. Karena itu, apa pun alasannya, tentu kita tidak sependapat bila sampai ancaman tersebut dilaksanakan.
Menjadi hakim, termasuk PNS ataupun TNI/Polri, merupakan pilihan dari awal yang kita tahu semua konsekuensinya.Mogok sidang bagi hakim merupakan keputusan yang tidak bijaksana.
Menuntut kenaikan kesejahteraan tentu tidak dilarang,tapi jangan sampai dilakukan dengan cara yang tidak terhormat. Kedua adalah soal kesejahteraan para aparat penegak hukum kita, termasuk hakim. Berdasarkan PP No 10/2007, gaji pokok hakim golongan IIIA adalah Rp1.796.900. Jumlah gaji ini merupakan jumlah standar seorang hakim dengan masa kerja 0 tahun.
Gaji hakim tersebut akan terus bertambah sesuai masa kerjanya. Kita mafhum dengan besaran gaji pokok segitu, kesejahteraan para hakim memang belum cukup. Minimnya gaji maupun fasilitas yang diberikan negara pada para hakim maupun abdi negara yang lain memang sangat dilematis.
Di tengah tuntutan penegakan hukum yang baik, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi, dibutuhkan hakim yang berkualitas dan profesional. Dengan pendapatan para hakim yang bisa dikatakan “minim” tersebut tentu mustahil untuk menciptakan peradilan yang kita impikan.
Bagaimanapun masalah kesejahteraan masih menjadi faktor cukup penting yang mendorong hakim melakukan tindakan “tercela”. Hakim yang memiliki kewenangan luar biasa dalam memutuskan sebuah perkara tentu memiliki banyak sekali godaan maupun ancaman.
Di sini integritas seorang hakim diuji. Kita sepakat siapa pun yang melanggar hukum, termasuk aparat, harus ditindak tegas.Bahkan,aparat hukum harus diberi hukuman yang lebih tinggi jika melanggar hukum. Karena itu,kita sangat menghargai para hakim yang masih memiliki integritas tinggi dan berhasil lolos dari berbagai godaan di atas. Karena itu, peningkatan kesejahteraan para hakim memang mutlak diperlukan.
Kalau ingin penegakan hukum kita baik,salah satu solusinya adalah peningkatan gaji para aparat hukum, termasuk hakim. Tentu hakim yang memiliki keluarga juga menginginkan kehidupan yang layak. Setidaknya peningkatan kesejahteraan tersebut bisa mencegah terjadinya korupsi karena kebutuhan (corruption by needs) yang dilakukan aparat hukum.
Terkait hal ini, pemerintah harus segera melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap tuntutan para hakim tersebut, termasuk besaran gaji yang layak diterima para aparat hukum kita tersebut.
Peningkatan kesejahteraan memang bukan satu-satunya solusi yang bisa membuat aparat hukum untuk tidak melakukan korupsi. Karena banyak contoh ketika pemerintah sudah menaikkan gaji para abdi negara tersebut, ternyata tidak serta-merta menghilangkan potensi untuk berbuat korupsi.
Salah satunya terjadi di Kementerian Keuangan. Meski gajinya tergolong lebih besar dari PNS lainnya, bukan berarti Kementerian Keuangan nihil dari korupsi. Kasus Gayus Tambunan maupun Dhana Widyatmika merupakan contohnya.
Karena itu, selain peningkatan kesejahteraan, pengawasan dan membangun integritas diri para aparat hukum tentu sangat mutlak dilakukan.Penegakan hukum yang baik diharapkan bisa menjadi panglima bagi terwujudnya kesejahteraan di negara ini.(*)
Ada dua hal yang patut dicermati dalam fenomena ini. Pertama, sebagai abdi negara, ancaman para hakim tersebut bisa meruntuhkan tatanan penegakan hukum di Tanah Air. Karena itu, apa pun alasannya, tentu kita tidak sependapat bila sampai ancaman tersebut dilaksanakan.
Menjadi hakim, termasuk PNS ataupun TNI/Polri, merupakan pilihan dari awal yang kita tahu semua konsekuensinya.Mogok sidang bagi hakim merupakan keputusan yang tidak bijaksana.
Menuntut kenaikan kesejahteraan tentu tidak dilarang,tapi jangan sampai dilakukan dengan cara yang tidak terhormat. Kedua adalah soal kesejahteraan para aparat penegak hukum kita, termasuk hakim. Berdasarkan PP No 10/2007, gaji pokok hakim golongan IIIA adalah Rp1.796.900. Jumlah gaji ini merupakan jumlah standar seorang hakim dengan masa kerja 0 tahun.
Gaji hakim tersebut akan terus bertambah sesuai masa kerjanya. Kita mafhum dengan besaran gaji pokok segitu, kesejahteraan para hakim memang belum cukup. Minimnya gaji maupun fasilitas yang diberikan negara pada para hakim maupun abdi negara yang lain memang sangat dilematis.
Di tengah tuntutan penegakan hukum yang baik, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi, dibutuhkan hakim yang berkualitas dan profesional. Dengan pendapatan para hakim yang bisa dikatakan “minim” tersebut tentu mustahil untuk menciptakan peradilan yang kita impikan.
Bagaimanapun masalah kesejahteraan masih menjadi faktor cukup penting yang mendorong hakim melakukan tindakan “tercela”. Hakim yang memiliki kewenangan luar biasa dalam memutuskan sebuah perkara tentu memiliki banyak sekali godaan maupun ancaman.
Di sini integritas seorang hakim diuji. Kita sepakat siapa pun yang melanggar hukum, termasuk aparat, harus ditindak tegas.Bahkan,aparat hukum harus diberi hukuman yang lebih tinggi jika melanggar hukum. Karena itu,kita sangat menghargai para hakim yang masih memiliki integritas tinggi dan berhasil lolos dari berbagai godaan di atas. Karena itu, peningkatan kesejahteraan para hakim memang mutlak diperlukan.
Kalau ingin penegakan hukum kita baik,salah satu solusinya adalah peningkatan gaji para aparat hukum, termasuk hakim. Tentu hakim yang memiliki keluarga juga menginginkan kehidupan yang layak. Setidaknya peningkatan kesejahteraan tersebut bisa mencegah terjadinya korupsi karena kebutuhan (corruption by needs) yang dilakukan aparat hukum.
Terkait hal ini, pemerintah harus segera melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap tuntutan para hakim tersebut, termasuk besaran gaji yang layak diterima para aparat hukum kita tersebut.
Peningkatan kesejahteraan memang bukan satu-satunya solusi yang bisa membuat aparat hukum untuk tidak melakukan korupsi. Karena banyak contoh ketika pemerintah sudah menaikkan gaji para abdi negara tersebut, ternyata tidak serta-merta menghilangkan potensi untuk berbuat korupsi.
Salah satunya terjadi di Kementerian Keuangan. Meski gajinya tergolong lebih besar dari PNS lainnya, bukan berarti Kementerian Keuangan nihil dari korupsi. Kasus Gayus Tambunan maupun Dhana Widyatmika merupakan contohnya.
Karena itu, selain peningkatan kesejahteraan, pengawasan dan membangun integritas diri para aparat hukum tentu sangat mutlak dilakukan.Penegakan hukum yang baik diharapkan bisa menjadi panglima bagi terwujudnya kesejahteraan di negara ini.(*)
()