Demokrat minta PKS dievaluasi

Senin, 02 April 2012 - 09:23 WIB
Demokrat minta PKS dievaluasi
Demokrat minta PKS dievaluasi
A A A
Sindonews.com - Sikap politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kerap berseberangan dengan Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi membuat gerah kader Partai Demokrat.

Mereka meminta Ketua Setgab Koalisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengevaluasi keberadaan PKS. "Ada aspirasi yang kuat di kalangan internal Demokrat agar yang tidak konsisten dengan kontrak koalisi itu bisa dievaluasi," ujar Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum seusai melakukan rapat dengan SBY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, kemarin.

PKS kerap mengambil langkah berbeda dengan partai- partai lain dalam Setgab Koalisi pendukung pemerintah. Terbaru, mereka mengambil jalan yang bertolak belakang dengan Setgab Koalisi dalam sidang paripurna DPR yang membahas RUU APBN Perubahan pekan lalu.

Setgab Koalisi solid menyetujui penambahan ayat 6A pada Pasal 7 RUU APBN-P 2012 yang artinya memberi keleluasaan bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Adapun PKS malah menolak penambahan ayat 6A yang berarti menutup peluang pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Anas mengingatkan adanya komitmen serta kontrak koalisi yang disepakati tiap anggota Setgab. Komitmen itu demi membangun kebersamaan untuk mendukung pemerintah dari tahun 2009 hingga 2014.

"Saya juga yakin semua pimpinan parpol koalisi memahami dan menghayati kontrak koalisi, tidak sekadar menandatangani. Tentu jika ada dinamika politik yang mengisyaratkan adanya pertentangan, itu harus disikapi," katanya.

Ketua Departemen Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Andi Nurpati mengungkapkan, SBY pada dasarnya mendengarkan dan menerima aspirasi soal PKS. Namun SBY mengatakan, Demokrat berkoalisi tidak sendirian sehingga tindakan terhadap PKS akan dikonsultasikan dulu kepada pimpinan tertinggi partai koalisi yang lain.

"Soal teknis kapan akan dikonsultasikan itu beliau (SBY) sendiri yang akan menentukan. Termasuk apakah konsultasi itu dilakukan bersama anggota koalisi minus PKS, anggota koalisi bersama PKS,atau mungkin dengan PKS saja," imbuhnya.

Andi menilai, PKS sudah berkali-kali tidak solid dan tidak mendukung pemerintahan secara penuh. Kalau menghadapi partai oposisi yang terus-menerus mengkritisi dan menolak kebijakan pemerintah, itu merupakan suatu hal yang lumrah. Namun jika yang melakukan itu partai koalisi, itu sudah tidak wajar. "PKS bukan lagi kritis, tapi sudah menentang koalisi," tandasnya.

Anggota Fraksi PKS DPR Indra mengatakan, partainya siap menanggung sanksi dan konsekuensi politik atas sikap politik yang disampaikan pada sidang paripurna DPR pekan lalu. Baginya, berada di dalam atau di luar pemerintahan sama saja nilainya. Bahkan, menurutnya posisi tiga menteri yang dimiliki PKS tak ada nilainya dibandingkan dengan suara rakyat yang menolak kenaikan harga BBM.

"Keputusan kemarin di paripurna merupakan keputusan yang diambil dengan penuh perhitungan dan kesadaran atas segala konsekuensinya. Demi amanah rakyat, apa pun menjadi kecil bagi PKS. Kami bisa berjuang di dalam, tapi juga bisa atau sangat siap kalau harus berjuang di luar pemerintahan," tandasnya.

Namun, Indra melanjutkan, setiap tindakan yang diambil SBY akan dibicarakan dan dievaluasi oleh Majelis Syura PKS. Sejauh ini, pihaknya optimistis SBY tidak akan memberikan hukuman kepada partainya hanya karena penolakan kenaikan harga BBM. Dia mengaku, sampai saat ini Presiden SBY belum berkomunikasi dengan Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin.

Dia yakin SBY tidak akan mencopot tiga menteri yang berasal dari PKS. Tiga menteri tersebut adalah Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, dan Menteri Pertanian Suswono.

"Tak ada alasan bagi SBY untuk memberikan hukuman kepada PKS. Dalam klausul kontrak politik yang ditandatangani PKS dengan Presiden SBY, tertera jelas bahwa salah satu tujuan pemerintah adalah menyejahterakan rakyat," ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Lampung (Unila) Arizka Warganegara mengatakan, mundur dari koalisi adalah sikap paling logis dan strategis bagi PKS setelah berseberangan dengan Setgab Koalisi. "Mundur atau dikeluarkan dari Setgab Koalisi sama saja. Sebab PKS tak bisa bersikap abu-abu dalam koalisi dan oposisi. Kenyamanan tiga menteri mereka di koalisi juga pasti terganggu," ungkap Arizka.

Lebih jauh dia mengatakan, langkah mundur dari Setgab juga sangat strategis bagi PKS menjelang Pemilu 2014. Sikap tegas semacam ini bisa mengembalikan kepercayaan publik dan simpatisan mereka pada partai ini.

Apalagi dari hasil survei terakhir diketahui elektabilitas PKS merosot hingga 3%. Jika mereka tetap bersikap abu-abu, pemilih mereka akan kabur dan kehilangan loyalitas. Dari sudut pandang koalisi, kata Arizka, keluarnya PKS juga tidak akan jadi problem.

Dukungan pada pemerintah terbukti tetap solid dengan adanya Golkar dan tiga partai menengah, yakni PAN, PPP, dan PKB. "Jadi kalau dihitung secara politis, PKS keluar tak ada dampak apa-apa bagi koalisi pemerintahan. Malah akan lebih terkendali dan efektif," tegasnya.

Sementara itu, Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham maupun anggota Fraksi Golkar di DPR Azis Syamsuddin mengaku tidak bisa berkomentar tentang keberadaan PKS di Setgab. Termasuk bagaimana seharusnya Setgab Koalisi menyikapi PKS. Mereka beralasan kewenangan terhadap penentuan anggota koalisi ada di tangan SBY.

"Memang tidak tepat kalau kami (Golkar) komentari masalah PKS. Ini kan menyangkut partai lain dan Golkar tidak ada sangkutannya dengan itu. Silakan Presiden atau Partai Demokrat saja yang bersikap," ungkap Idrus.

Hal sama juga dikatakan Azis. Dia berpandangan, posisi PKS dalam koalisi tidak bisa disikapi lebih jauh oleh Golkar yang juga ada dalam koalisi. "Waduh, untuk soal ini kita susah mau bicara apa. Domainnya ada di Presiden soalnya," kilah Azis. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0465 seconds (0.1#10.140)