Kemendagri siapkan aturan khusus

Kamis, 29 Maret 2012 - 08:47 WIB
Kemendagri siapkan aturan khusus
Kemendagri siapkan aturan khusus
A A A
Sindonews.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku belum ada aturan khusus yang mengatur tentang sanksi kepada kepala daerah dan wakilnya yang dinilai melanggar kebijakan pemerintah.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan, selama ini aturan kepala daerah dan wakilnya hanya diatur melalui Undang-Undang (UU) 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).

Dalam UU Pemda itu, jelas Reydonnyzar, sebenarnya juga sudah dijelaskan mengenai kewenangan, etika, dan sanksi terhadap kepala daerah dan wakilnya. “Seharusnya kepala daerah memiliki tugas menjaga ketertiban di daerah yang dipimpinnya. Namun apabila kepala daerah sampai memimpin demonstrasi, itu tidak benar dan melanggar sistem pemda.
Jadi, perlu dipahami secara mendalam pernyataan yang dikeluarkan Mendagri,” jelas Reydonnyzar saat dihubungi SINDO kemarin.

Menurut dia, jika memang kepala daerah ingin menyalurkan aspirasi kepada masyarakat, tidak seperti itu caranya. Terdapat aturan-aturan kepala daerah dalam menyalurkan aspirasi, dan ini sudah diatur dalam UU Pemda.

Dalam Pasal 13 UU 32/2004, jelasnya, sudah dijelaskan tentang etika penyelenggaraan daerah. Di sana dijelaskan bahwa kepala daerah harus menjaga etikanya. Namun kenyataannya, kepala daerah justru ikut terjun langsung memimpin demonstrasi.

Langkah kepala daerah ini, ujarnya, juga melanggar Pasal 27 (f) UU yang sama. Dalam pasal itu dijelaskan tentang larangan bagi kepala daerah dan wakilnya menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/ janji jabatannya.

“Jika kepala daerah itu ikut demonstrasi atas nama partai atau kepentingan pribadi maka jangan membawa atau memakai atribut pejabat negara. Dan, itu tidak apa-apa. Undang-undang sudah memiliki langkah tegas dalam hal itu,” katanya.

Reydonnyzar mengaku selama ini memang belum ada aturan khusus yang mengatur etika penyelenggaraan pemda oleh kepala daerah maupun mekanisme pemberhentiannya. Namun, pemerintah melalui Kemendagri sudah menyiapkan draf peraturan pemerintah (PP) dan peraturan lainnya mengenai hal itu. “Peraturan masih dalam bentuk rancangan, belum ada UU-nya,” tandasnya.

Senada diungkapkan anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain. Dia mendukung langkah Mendagri Gamawan Fauzi untuk memberikan sanksi terhadap kepala daerah dan wakilnya yang memfasilitasi atau memobilisasi atau terlibat langsung dalam demonstrasi menolak kenaikan harga BBM.

“Kepala daerah tidak patut melakukan itu karena sistem pemerintahan kita bersifat nasional,” tandasnya. Menurut dia, tugas kepala daerah adalah memberikan pelayanan publik ke semua warga tanpa terkecuali.

Meski terkadang proses politik didukung atau diusung partai politik, saat resmi menjadi kepala daerah maka koordinasi dengan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat harusnya tanpa dipengaruhi oleh faktor politik.

“Kalau ada ketidakcocokan, ada jalur koordinasi antara pemda dengan pemerintah pusat atau Kemendagri,” paparnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyatakan, kepala daerah tidak bisa diberhentikan hanya karena alasan politik. Namun, dari segi etika jabatan, memang dapat dipersoalkan karena kepala daerah harus tunduk pada tugasnya masing-masing.

“Agar lebih tegas, ke depan memang harus ada pengaturan agar seorang kepala daerah tidak boleh tidak tunduk kepada peraturan perundang- undangan tingkat pusat dan tidak boleh ikut campur urusan politik yang merupakan domain presiden bersama DPR di tingkat pusat,” katanya.

Sementara itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan siap membela para kepala daerah dan wakilnya yang ikut terjun memimpin aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM.

Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan, kepala/ wakil kepala daerah baik gubernur, bupati/ wali kota, maupun wakilnya punya hak politik untuk menyuarakan tuntutan rakyat di daerah yang telah memilihnya.

Meski posisi birokrasinya sebagai aparat pemerintah pusat, harus dicatat posisi politik dan posisi publiknya adalah kepala daerah yang didukung masyarakat di daerahnya sebagai pimpinan daerah.

“Jadi, wajar saja seorang kepala daerah ikut bersama rakyatnya memperjuangkan bersama aspirasi warga yang memilihnya,” tandasnya.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6827 seconds (0.1#10.140)